TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berkas perkara AKBP Brotoseno dan Kompol Dedy serta dua penyuapnya, HR dan LM, dinyatakan lengkap.
Tersangka dan barang bukti juga sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.
Menyusul tahap dua tersebut, Brotoseno dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang.
"Iya, sudah kewenangan jaksa untuk memindahkan," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto, saat dikonfirmasi, Jumat (13/1/2017).
Rikwanto mengatakan, tersangka lain juga akan dipindahkan ke Lapas Cipinang untuk proses persidangan.
Sebelumnya, Brotoseno ditahan di rutan Polda Metro Jaya dan Dedy ditahan di rutan Polres Jakarta Selatan.
Sementara itu, HR dan LM ditahan di Markas Komando Brimob Polri Kelapa Dua, Depok.
Setelah adanya pelimpahan, jaksa penuntut umum menyusun dakwaan untuk pengadilan.
Namun, Rikwanto mengaku tak tahu di mana keempat tersanhka akan disidang.
Brotoseno dan tiga tersangka lain merupakan tersangka dugaan suap pengamanan perkara korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat.
Kasus Brotoseno ditangani terlebih dahulu oleh Divisi Profesi Pengamanan Polri.
Keempat tersangka ditangkap akhir pekan lalu oleh tim Sapu Bersih Pungutan Liar dan tim pengamanan internal.
Pemberian uang ini terkait kasus cetak sawah pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tahun 2012-2014 di Kalimantan.
Brotoseno dan D, diduga menerima uang Rp 1,9 miliar dari seorang pengacara berinisial HR.
Rencananya, uang yang diberikan sebesar Rp 3 miliar. Namun, HR baru menyerahkan Rp 1,9 miliar.
HR merupakan pengacara dari DI yang masih berstatus saksi dalam kasus cetak sawah.
Namun, polisi enggan menyebut siapa sosok DI tersebut.
Sebelumnya diketahui bahwa mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan yang memiliki inisial sama, juga pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini.
HR memberi uang kepada B dan D melalui perantara bernama LM.
Pemberian uang itu dimaksudkan untuk memudahkan pemeriksaan terhadap DI karena dia kerap bepergian ke luar negeri untuk pengobatan.
Polri telah menetapkan satu tersangka dalam kasus cetak sawah, yakni Direktur Utama PT Sang Hyang Seri, Upik Rosalina Wasrin.
Dalam proyek tersebut, Upik sebagai ketua tim kerja Badan Usaha Milik Negara Peduli 2012.
Dalam kasus ini, Dahlan selaku menteri BUMN saat itu disebut sebagai inisiator proyek pengadaan lahan sawah di Kalimantan Barat sejak 2012 hingga 2014.
Kontrak cetak sawah itu diduga fiktif dan merugikan negara.(Ambaranie Nadia Kemala Movanita)