TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan hingga kini status Ketua Komisi IV DPRD Klaten Andy Purnomo masih sebagai saksi terkait perdagangan atau jual beli jabatan di di lingkungan Pemkab Klaten.
Walau demikian, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan tentu saja tidak ada hubungan antara jabatam Andy Purnomo di DPRD Klaten dengan pengisian jabatan di Pemkab Klaten.
"KPK masih mendalami peristiwa-peristiwa pengisian jabatan tersebut dan temuan Rp 3 miliar dalam kamar yang bersangkutan," kata Febri Diansyah, Jakarta, Rabu (18/1/2017).
Menurut Febri, pihaknya masih mendalami peran Andy Purnomo karena dia juga anak dari Bupati Klaten Sri Hartini yang ditangkap KPK sebelumnya.
"Setiap saksi tentu punya kapasitas dan peran masing-masing terkait dengan kasus ini," kata dia.
Sebelumnya, Sri Hartini ditangkap KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan pada akhir Desember 2016. Dia ditangkap bersama tujuh orang lainnya.
Penangkapan tersebut terjadi dua lokasi yakni di rumah dinas Bupati Klaten Sri Hartini dan di rumah Sukarno, Klaten, Jawa Tengah, pada Jumat, 30 Desember 2016.
Sebanyak tujuh orang ditangkap di rumah dinas Bupati Klaten yakni Sri Hartini (Bupati), Suramlan (PNS), Nita Puspitarini (PNS), Bambang Teguh (PNS), Slamet (PNS, Kabid Mutasi), Panca Wardhana (Staf Honorer) dan seorang swasta, Sunarso.
Dari rumah dinas tersebut, ditemukan barang bukti uang sebanyak Rp 2 miliar yang tersimpan dalam dua kardus besar serta 5.700 Dolar Amerika Serikat atau setara Rp76,6 juta dan 2.035 Dolar Singapura atau setara Rp18,9 juta di dompet.
Sri Hartini dikenakan Pasal 12 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP joPasal 65 ayat 1 KUHP.
Sementara Suramlan selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.