TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Habib Aboebakar Alhabsy mengaku sakit hati mendengar kabar Kiai Maruf Amin mendapat ancaman saat bersaksi dalam kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Sebagai muslim saya berasa sakit hati mendengar kabar Kiai Maruf direndahkan dan diancam di pengadilan. Saya yakin ummat Islam yang lain pun akan merasakan hal yang sama. Kenapa hal ini harus terjadi lagi, padahal sebelumnya ummat Islam sudah tersakiti dengan persoalan Al Maidah," tegas Habib Aboebakar, Rabu (1/2).
"Belum lagi ada kabar bahwa Ahok memiliki bukti detail percakapan Kiai Maruf dengan Presiden SBY. Seolah Kiai telah disadap. Ini tentunya akan menambah kemarahan ummat Islam," tegasnya.
Ditegaskan, apa urgensinya sehingga para ulama sampai disadap. Dan apakah, katanya lagi, hanya untuk menyelamatkan dari kasus penistaan sampai ada pihak-pihak tertentu yang membantu dengan menyadap para ulama.
Habib menegaskan kembali, hal ini tidak dapat ditolelir dan sangat menyakitkan. Harus dipahami, buat ummat Islam para Ulama adalah pewaris nabi. Merendahkan, mengancam ataupun menyadap pembicaraan mereka tentunya tidak dapat diterima.
"Bila kabar yang beredar tersebut benar, apa yang disampaikan Ahok adalah sebuah perkara yang penting. Karena yang bersangkutan di tengah persidangan menyampaikan memiliki bukti percakapan Kyai Ma’ruf dengan SBY," Habib Aboebakar menegaskan.
Hal ini menurutnya harus diklarifikasi, dari mana yang bersangkutan memiliki rekaman percakapan telephon tersebut. Harus juga dijelaskan atas dasar apa dilakukan penyadapan terhadap Kyai Ma’ruf.
Bila kemudian rekaman tersebut tidak ada, menurutnya, maka dapat dikatakan Ahok sudah melakukan fitnah ditengah persidangan.
Apalagi ungkapan tersebut disampaikan dipersidangan dengan berulang-ulang dan dalam gaya bahasa yang terkesan menekan.
Hal ini harus di tindak lanjuti oleh aparat penegak hukum sebelum berbuntuk lebih panjang. Karena dalam pengetahuan masyarakat hanya aparatlah yang memiliki alat sadap.
"Jangan sampai ada kesan di masyarakat sedang terjadi abuse of power dengan melakukan penyadapan kepada Kiai Maruf. Akhirnya bola panas ini bisa beralih kepada aparat yang diduga memiliki alat sadap," tegas Habib Aboebakar.
"Oleh karenanya, sebaiknya ini direspons secara cepat dan baik," tambahnya.
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) langsung meminta maaf kepada Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin, terkait pernyataannya dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama, kemarin.
"Saya meminta maaf kepada KH Maruf Amin apabila terkesan memojokkan beliau, meskipun beliau dihadirkan kemarin oleh jaksa sebagai Ketua Umum MUI. Saya mengakui beliau juga sesepuh NU," kata Ahok dalam keterangan pers,.
"Dan saya menghormati beliau sebagai sesepuh NU, seperti halnya tokoh-tokoh lain di NU, Gus Dur, Gus Mus, tokoh-tokoh yang saya hormati dan panuti," sambungnya.
Calon petahana gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, apa yang terjadi kemarin merupakan proses persidangan. Oleh karenanya sebagai terdakwa, kata Ahok, ia mencari kebenaran untuk kasusnya.
Ayah tiga anak ini memastikan bahwa ia maupun pihaknya tidak akan melaporkan Ma'ruf Amin ke polisi.
"Kalau pun ada saksi yang dilaporkan, mereka adalah saksi pelapor, sedangkan Kiai Ma'ruf bukan saksi pelapor. Beliau seperti saksi dari KPUD yang tidak mungkin dilaporkan," imbuhnya.
Terkait informasi soal adanya telepon dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Ma'ruf pada 7 Oktober 2016, menurut Ahok itu adalah urusan penasihat hukumnya.
"Saya hanya disodorkan berita liputan6.com tanggal 7 Oktober, bahwa ada informasi telepon SBY ke Kiai Ma'ruf. Selanjutnya terkait soal ini, saya serahkan kepada penasehat hukum saya," paparnya.