TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memvonis Ismayanti, terdakwa kasus penipuan investasi di Bali dengan hukuman penjara 2,5 tahun. Istri Gordon Gilbert Hild tersebut terbukti telah melakukan tindak pidana penipuan yang merugikan partner bisnisnya, Yenny Sunaryo senilai Rp 8,5 milyar.
“Terdakwa Ismayanti terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan secara bersama-sama sesuai Pasal 378 KUHP,” kata Ketua Majelis Hakim Made Sutrisna saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin malam (13/2/2017).
Made mengatakan, pertimbangan majelis hakim dalam menghukum terdakwa adalah bahwa perempuan asal Lampung ini telah menggunakan uang investasi dari sang korban, Yenny Sunaryo, untuk membeli properti di Selandia Baru. Terdakwa pun mengakui adanya pembelian tersebut dalam persidangan sebelumnya.
Menurut Made, penggunaan itu dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan yang dia buat bersama Yenny. Sebab, korbannya itu mengirim uang dengan total Rp 8,5 miliar sebagai modal untuk membangun Villa Kelapa Retreat II di Pekutatan, Negara, Bali.
“Terdakwa juga dalam kondisi sadar dalam menyalahgunaan dana investasi itu, sehingga bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ujar Made.
Hal lain yang menguatkan unsur menipu adalah operasional villa yang dibuka tanpa sepengetahuan Yenny sebagai rekan bisnis. Meski diklaim sebagai tahap ujicoba, nyatanya operasional villa tersebut sudah meraup untung hampir sejumlah Rp 1,3 milyar. Kondisi itu dianggap majelis hakim sebagai penipuan, karena tidak memberitahukan rekan bisnisnya seputar operasional usaha.
“Atas dasar fakta-fakta selama persidangan majelis berpendapat unsur menipu sudah terpenuhi,” kata Made.
Menurut pertimbangan majelis hakim, dalil kuasa hukum yang menganggap kasus ini adalah ranah perdata juga tidak tepat. Sebab, proposal yang ditawarkan Ismayanti dan Gordon kepada Yenny secara jelas menyebut kewajiban yang mesti dipenuhi kedua pihak. Surat perjanjian atau akta pendirian perusahaan yang jadi kewajiban terdakwa pun tidak pernah dipenuhi.
“Terdakwa justru kemudian memutus kontrak secara sepihak, sehingga majelis hakim menolak seluruh dalil yang terdapat dalam nota pembelaan kuasa hukum,” kata Made.
Saat membacakan amar putusan tersebut, Made menyebut hal yang memberatkan Ismayanti adalah aksinya itu telah menimbulkan kerugian bagi Yenny Sunaryo. Selain itu, Ismayanti juga dianggap tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan uang yang sudah diberikan oleh Yenny saat persoalan ini terjadi. Sedangkan hal yang meringankan adalah belum pernah dihukum sebelumnya dan memiliki anak balita.
Selama persidangan, Ismayanti yang hadir seorang diri tanpa didampingi suaminya yang juga berstatus terdakwa, hanya tertunduk lesu. Mengenakan setelan kemeja putih dipadu celana panjang berwarna hitam, sesekali dia menatap majelis yang membacakan vonisnya. Dia juga terlihat tenang saat hakim mengetok palu untuk mengesahkan hukuman tersebut.
Vonis itu sendiri sedianya juga akan dibacakan untuk Gordon. Namun karena alasan kesehatan, warga negara Jerman itu tidak menghadiri persidangan tersebut. Majelis hakim pun memutuskan pembacaan vonis untuk Gordon ditunda hingga pekan depan.
Menurut Jaksa Penuntut Umum Umriani, putusan majelis hakim sudah memenuhi rasa keadilan bagi korban. Sebab, hakim mampu melihat perkara ini sesuai fakta yang muncul di persidangan. Namun begitu dia masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas vonis tersebut. “Saat ini kami kaji dulu soal banding, karena ada waktu 7 hari setelah putusan untuk memutuskan banding atau tidak,” ujar Umriani.
Kuasa hukum Yenny, Tomy Alexander, mengapresiasi putusan yang dibacakan oleh majelis hakim. Meski tidak divonis sesuai tuntutan JPU, Tomy menganggap putusan itu sudah membuktikan bahwa kliennya telah dirugikan dalam kasus ini.
“Vonis itu sudah jelas menyatakan bahwa terdakwa terbukti sudah menipu dan merugikan klien saya, itu yang harus dipertegas,” ujar dia.
Terkait ketidakhadiran Gordon dalam sidang vonis, Tomy mengaku tidak merisaukan hal tersebut. Dia pun yakin vonis terhadap Ismayanti bisa menjadi gambaran untuk vonis yang akan dijatuhkan kepada Gordon. Sebab, vonis menyebutkan penipuan secara bersama-sama oleh pasangan tersebut. “Jadi sudah pasti bersalah juga, karena unsur pidana bersama-sama sudah terpenuhi,” ujar Tomy.
Kasus penipuan investasi itu berawal dari kerja sama yang ditawarkan pasangan suami istri Gordon dan Ismayanti kepada Yenny Sunaryo pada 2013 lalu. Mereka mengajak Yenny untuk membangun villa Kelapa Retreat II di Pekutatan, Negara, Bali Barat. Namun belakangan Yenny malah kehilangan haknya dalam investasi tersebut dan justru tidak dianggap memiliki bagian meski sudah menginvestasikan uang Rp 8,5 miliar sesuai kesepakatan.