TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tokoh agama dan ulama seperti Rais Aam PBNU, KH Ma'ruf Amin diklaim akan ikut memimpin aksi 212, Selasa (21/2) besok.
Aksi menuntut agar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di nonaktifkan dari jabatannya.
"Saya berulangkali menyampaikan hal ini, bahwa saya tidak pernah dilibatkan dan melibatkan diri ikut demo 212. Karena demo itu sangat politis," ujar Kiai Ma'ruf dalam pertemuan tokoh NU se-Madura, di Sampang, Madura, Jawa Timur belum lama ini.
Bahkan cicit ulama besar Syeikh Nawawi Al-Bantani itu mengaku telah menginstruksikan kepada umat Islam khususnya warga Nahdliyin agar tidak ikut turun dalam aksi yang rencananya di pusatkan ke Gedung DPR RI itu.
"Itu juga sudah saya sampaikan kepada Kapolri (Jenderal Tito Karnavian) dalam pertemuan di Pondok Pesantren Tanara (Banten) beberapa waktu lalu. Saya akan melarang, umat Islam ikut demo yang bernuansa politik," jelasnya.
Pertemuan dengan ulama NU se-Madura itu dihadiri oleh tokoh-tokoh NU dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep). Para tokoh warga Nahdliyin mempertanyakan banyak hal, di antaranya terkait masalah Ahok.
Menurut Kiai Ma'ruf terkait persoalan Ahok memang tidak bisa dipungkiri, fatwa MUI punya peran cukup dominan.
Namun hal itu, aku kiai Ma'ruf sudah dijelaskan dalam diskusi di Mabes Polri.
"Dalam diskusi itu, saya hadir sebagai Ketua MUI. Saya jelaskan di situ tentang peran atau fatwa Majelis Ulama, apakah fatwa itu berhukum positif atau bukan. Ini menjadi diskusi yang hangat. Kalau dilihat dari segi syar’i, fatwa itu ilzam. Secara Syariah mengikat umat Islam," tandasnya.
Kiai Ma'ruf menambahkan, "Apalagi dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki otoritas kekuasaan yang memang dipercaya. Majelis Ulama selalu diminta oleh pemerintah untuk memberikan fatwanya dalam banyak hal. Oleh karena itu saya katakan bahwa fatwa Majelis Ulama Indonesia itu ada yang dikeluarkan atas perintah undang-undang," tuturnya.
Akan tetapi Kiai Ma'ruf kembali menegaskan, keluarnya fatwa MUI terkait kasus Ahok tidak ada hubungannya dengan Pilgub DKI Jakarta.
Diakuinya, siapapun yang memenangkan perebutan kursi Gubernur DKI nanti harus didukung oleh segenap bangsa terutama warga DKI Jakarta.
"Ahok menang atau kalah saya tidak tahu. Itu masih di Lauhul Mahfudz. Kalau kalah ya nggak ada masalah, andaikata dia menang ya nggak ada masalah juga. Kita ini warga negara yang baik. Artinya kita siap menang dan juga siap kalah. Menang kita terima, kalah kita terima," tandasnya.
Kiai Ma'ruf juga meminta semua umat Islam bisa menerima apapun hasil dari Pilgub DKI nanti.
"Jadi kalau pun nanti Ahok menang dan kita tidak menemukan adanya kecurangan, ya kita terima dengan kesedihan. Kita terpaksa harus menerima itu. Sebab bicara konstitusi memang begitu. Di negara demokrasi itu memang begitu," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU, Hery Haryanto Azumi mengaku kagum dengan kebijaksanaan Kiai Ma'ruf.
Menurut Hery, memang yang dilakukan Kiai Ma'ruf selama ini semata-mata mengembalikan semangat kebersamaan bangsa dan bernegara.
"Beberapa kali saya menyimak apa yang disampaikan beliau (KH Ma'ruf Amin), bahwa beliau ini mulai cemas dengan semangat masyarakat dalam berbangsa dan bernegara yang semakin luntur," kata Hery.
Kiai Ma'ruf dikatakan Hery berusaha mengembalikan semangat kebangsaan dan bernegara tersebut. Misalnya, kata mantan Ketua Umum PB PMII ini, Kiai Ma'ruf berharap para tokoh lintas agama, etnis, dan segenap bangsa Indonesia melakukan rembug nasional.
"Rembug nasional itu diharapkan bisa menjadi alat untuk kembali menemukan orientasi kebangsaan kita," ujarnya.
"Rembug Nasional tersebut perlu dilakukan untuk menyelesaikan segenap permasalahan yang ada hari ini, juga untuk mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi dan sebagai medium rekonsiliasi besar nasional," papar Hery.