TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim menolak Andi Analta Amier, kakak angkat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menjadi saksi di persidangan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Ahok. Alasannya, Andi pernah hadir dalam persidangan beragendakan pemeriksaan saksi.
Awalnya jaksa, Ali Mukartono, meminta majelis hakim menolak Andi menjadi saksi dalam persidangan yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (7/3).
Ali berargumen, Andi pernah hadir dalam pemeriksaan saksi di persidangan Ahok.
Saat mendengar permintaan itu, penasihat hukum Ahok, mengatakan bahwa Andi tak berbicara dengan saksi lain dalam persidangan. Penasihat hukum juga mengatakan, pada saat itu, jaksa seharusnya meminta Andi keluar bila mengetahui dia ada di ruang persidangan.
Ali menjawab, dirinya tak tahu saksi Andi.
"Kami tak tahu beliau bernama Analta Amier. Baru tahu sekarang," kata Ali di persidangan, Selasa siang.
Ketua majelis hakim, Dwiarso Budi Santiarto mengatakan, seharusnya penasihat hukum maupun jaksa menaati aturan dan meminta saksi mereka keluar bila ada di dalam ruang persidangan. Sebab, jaksa dan penasihat hukum merupakan pihak yang paling mengetahui saksi masing-masing.
Budi lalu bertanya ke Andi Analta soal kedatangan dia dalam persidangan. Andi mengakui bahwa dia sempat datang ke persidangan saat agenda pemeriksaan saksi.
Dengan mempertimbangkan jawaban Andi Analta, Budi memutuskan untuk menolak kesaksian Andi. "Jadi menurut majelis karena sudah dengarkan saksi lain, saksi ini tidak bisa diperiksa," kata Budi.
Ia meminta penasihat hukum untuk mengajukan saksi lain.
Analta Amier tidak kecewa soal penolakan dirinya sebagai saksi oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menyidangkan kasus dugaan penistaan agama yang terdakwanya adalah Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Enggak (masalah), karena selalu ada hikmahnya. Hikmah yang saya petik berarti saya punya BAP (berita acara pemeriksaan) itu akan dibawakan oleh orang lain," kata Amier.
Pada persidangan-persidangan sebelum, Amier sering hadir di ruang sidang untuk menyemangati Ahok. Namun, saat itu belum ada informasi Amier akan menjadi salah satu saksi pada persidangan.
Majelis hakim beberapa kali juga telah mengingatkan, agar saksi tidak berada di ruang sidang saat saksi lain sedang memberi keterangan. Hal itu dilakukan agar tidak ada keterangan yang bias ketika mereka bersaksi satu per satu.
Terkait dengan hal itu, menurut Amier, dirinya tidak diingatkan oleh tim kuasa hukum Ahok. Mereka menganggap dia dapat dipercaya, sehingga tidak masalah jika sering hadir dalam persidangan.
"Dalam posisi pengacara itu percaya bahwa saya bisa ambil sikap yang tepat. Jadi saya sesuai dengan KUHAP yang dilarang itu berbicara, bukan (hadir) di dalam sidang. Cuma kebijakan mungkin mengacu dari kebiasaan, kayak adat istiadat," tutur Amier.
Ahok didakwa telah melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. JPU mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.
Pada Selasa siang, sidang kasus penodaan agama kembali digelar di Aula Kementerian Pertanian di Ragunan. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan saksi meringankan atau saksi yang diajukan penasihat hukum terdakwa.
Jaksa Ali Mukartono menilai, saksi yang dihadirkan oleh tim pengacara Ahok justru menguntungkan penuntut umum.
Ali lalu mencontohkan keterangan saksi Eko Cahyono yang menyebut salah satu kegagalan Ahok pada Pilkada Provinsi Bangka Belitung adalah karena isu SARA.
"Untungnya dalam arti begini, kenapa sih Al-Maidah diucapkan, spontan apa tidak, makanya saya tanya pada saksi pertama hasil evaluasi kegagalan di Babel apa. Dia jawab ada dua, pertama soal penggelembungan suara, kedua ada selebaran Al-Maidah," ujar Ali seusai sidang.
"Nah berarti Al-Maidah sudah diposisikan sebagai penghambat," ujar Ali.
Selain keterangan dari Eko, Ali menambahkan, keterangan dari saksi Bambang Waluyo Wahab juga menguntungkan.
Dari kesaksian Bambang, menurut Ali, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada sebuah rangkaian yang saling berhubungan ketika kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 lalu.
"Dia katakan berasal partai pengusung (Golkar), apakah kegagalan di Babel juga dibahas, dijawab iya. Artinya dibahas Al-Maidah, dibahas sebelum ke Pulau Seribu. Ini rangkaian seperti ini tidak bisa berdiri sendiri saling berkaitan. Jadi tidak tiba-tiba, kira-kira gitu kesimpulannya," kata Ali. (tribunnews/wahyu aji/eri k sinaga/fitri wulandari)