Laporan wartawan Tribunnews.com, Ruth Vania
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keluarga Asep Sunandar bin Sobri, korban salah tangkap petugas kepolisian 13 Agustus 2016 mendesak agar Bareskrim Polri menindaklanjut aksi penyiksaan polisi.
Dalam konferensi pers yang digelar oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, yang menjadi pihak pendamping hukum Asep Sunandar, dinyatakan sejumlah desakan terkait kasus penyiksaan yang dialami Asep.
Termasuk di antaranya desakan kepada Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti laporan tindak pidana yang disampaikan ibunda Asep Sunandar, Sonah, 16 Maret lalu.
Laporan tersebut ditujukan pada beberapa anggota kepolisian dari Polsek Taman Sari, Jakarta Barat.
"Satu di antaranya berdaswrkan keterangan Asep ialah Kasubdit IV Buser Reskrom Polsek Taman Sari Polres Metro Jakarta Barat AKP Bambang," demikian pernyataan dari LBH Jakarta, Sabtu (18/3/2017).
Desakan juga dilayangkan pada Propam Mabes Polri, untuk memproses dan memberikan hukuman bagi pelaku yang dinilai terbukti melakukan pelanggaran disiplin dan etik itu.
Pada 15 Maret, Sonah sebenarnya sudah sempat mengadu ke Kompolnas atas upaya pelaporannya yang ditolak oleh Polda Metro Jaya.
"Kompolnas menyatakan bahwa semestinya anggota polisi tidak boleh menolak laporan atau pengaduan masyarakat," sebut Bunga Siagian, kuasa hukum LBH Jakarta yang menangani kasus Asep.
Baik Bareskrim dan Propam telah menjanjikan akan menelusuri kasus Asep.
Sebelumnya, Bunga Siagian telah menilai ada pelanggaran prinsip keadilan terhadap Asep, yang mengaku mengalami kekerasan dari polisi untuk mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.
Menurutnya, Asep tidak diberikan surat perintah penangkapan dan penahanan, juga mengalami penyiksaan agar mengaku dialah pelaku pembegalan yang saat itu tengah diburu polisi.
Hal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) KUHAP yang mewajibkan petugas kepolisian untuk menghormati hak tersangka dengan memberikan surat perintah penangkapan dan penahanan.
Selain itu terkait penyiksaan yang dialami juga bertentangan dengan Pasal 15 UU No, 5 Tahun 1998 yang tidak memperbolehkan bentuk penyiksaan serta melarang pernyataan yang diperoleh dari hasil penyiksaan menjadi alat bukti.
Asep mendekam di rutan Salemba dengan tuduhan melanggar pasal 365 ayat 1 dan 2 yakni pencurian dengan kekerasan yang dilakukan dua orang atau lebih dengan ancaman kurungan penjara 12 tahun.