Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat politik Center for Strategic and International Studies (CSIS), J. Kristiadi mengimbau agar semua pihak bisa bersikap bijak menyikapi iklan kampanye Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, soal keberagaman yang menuai kontroversi.
Menurutnya masyarakat khususnya warga Jakarta yang terbiasa hidup dalam pluralisme, jangan membiarkan diri untuk hanyut dalam pertarungan-pertarungan elit politik yang sudah dipasok dengan gagasan kebencian dan rasa permusuhan.
"Kita harus bijak. Ada pesan yang ingin disampaikan tentu dengan konteks yang lebih luas. Kita sebagai masyarakat yang plural jangan sampai terbawa pertarungan elit," kata J. Kristiadi, saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Senin (10/4/2017).
Kristiadi menambahkan, masyarakat hendaknya tidak terjebak pada penilaian ‘stereotype’ karena rawan ditumpangi kepentingan-kepentingan politik yang sangat bengis. Pola pikir ‘stereotype’, kata Kristiadi, adalah ciri khas masyarakat yang primordial.
Dan ia meyakini suara-suara pihak yang bersuara sumbang mempersoalkan video tersebut menyerang agama tertentu, bukanlah pendapat asli masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi pluralisme.
"Orang kalau sudah mencap orang, apapun bisa bisa salah semua. Jadi kita tidak usah masuk dalam turbulensi ini karena gak aka nada selelsainya. Ini hanya akan menjadi permainan politik saja. Saya kira ini tidak otentik pendapat masyarakat yang sudah mengalami proses pluralism. Tidak ada masyarakat yang loyal hanya kepada 1 identitas primordial tertentu. Apalagi dalam 1 keluarga saja bisa bermacam-macam," katanya.
Dirinya hanya berharap, warga Jakarta belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya dan mudah tidak terbuai dengan janji-janji yang dibungkus kata-kata manis. Ia menilai warga Jakarta perlu memilih pelayan warga yang sudah terbukti prestasi dan rekam jejaknya untuk kepentingan rakyat banyak.
Sebaliknya, warga harus mewaspadai pihak-pihak yang hanya lihai menggunakan kata-kata sebagai strategi politik.
"Kita itu sudah kena tsunami atau kebanjiran janji-janji. Orang yang mau berkuasa itu janjinya bukan main. Janji-janji yang muluk-muluk itu semua hanya modal untuk dikatakan tapi amat sulit untuk diwujudkan. Jadi yang paling penting di dalam kompetisi yang penuh siasat pollitik itu sekarang, kita tidak bisa hanya mengandalkan apa yang hanya dikatakan, tapi kita lebih mengutamakan apa yang sudah dikerjakan," katanya.