TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat merasa difitnah dengan beredarnya surat edaran berkaitan dengan peresmian Masjid Raya Jakarta, KH Hasyim Asy'ari, kemarin.
Beredar surat edaran di sosial media, serta aplikasi komunikasi yang berisikan imbauan bagi warga yang datang ke peresmian Masjid Raya Jakarta akan menerima imbalan.
Setiap orang yang hadir mendapatkan imbalan Rp 250 ribu.
Pada surat itu, tercantum nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berikut tanda tangannya.
Belum diketahui mengenai benar atau tidaknya surat tersebut.
Tapi, Djarot membantahnya.
Kata dia, ada pihak yang hendak memfitnah Ahok dalam Pilkada DKI tersebut.
"Kan' kemarin sudah diresmiin, jadi itu fitnah. Itu fitnah itu black campaign (kampanye hitam). Tadi saya dapat kiriman seperti itu, itu fitnah black campaign yang luar biasa," ujar Djarot di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (16/4/2017).
Djarot memiliki logika tersendiri.
Terutama mengenai tanggal pada surat, yakni 15 April 2017.
Djarot menjelaskan, bahwa pada 15 April Ahok belum aktif kembali. Apalagi, peresmian dilangsungkan pada Sabtu (15/4/2017) siang.
Sementara serah terima jabatan Ahok aktif kembali, baru berlangsung Sabtu sore.
Dan baru benar-benar menjabat sebagai gubernur pada Minggu (16/4/2017).
Djarot mengaku tercengang saat pertama kali melihat isi surat.
"Bagaimana gubernur tanda tangan tanggal 15, aktifnya tanggal 16 itu satu. Kemudian dalam surat itu tertulis diresmikan pada tanggal 16, hari ini , kemarin sudah diresmiin itu gimana sih? logikannya gimana," ujar Djarot.
Djarot meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum untuk menelusuri oknum yang menyebarluaskan surat tersebut.
Dia menganggap, surat itu untuk menggerus suaranya pada Pilkada.
"Itulah bentuk black campaign yang harusnya Bawaslu juga harus mendeteksi siapa yang menyebarkan, kan' bisa diketahui, supaya kita bisa menjaga situasi yang kondusif sekarang ini," ujar Djarot.
Tak hanya Bawaslu, ucap Djarot, pihak kepolisian juga diminta untuk menelusuri penyebar surat.
"Terus kemudian aparat kepolisian, tim cyber itu, bisa melacak siapa yang membikin itu, dan siapa yang menyebarkan terlebih dahulu," tegas Djarot.