“Saya berpikir, anak saya bagaimana nasibnya, tapi saya dilarang untuk mendekat ke bedeng karena apinya sudah sangat besar. Saya bukan tidak mau menolong anak saya, tapi kalau saya masuk ke sana, sama saja saya bunuh diri,” jelas Umriyah kepada Warta Kota, beberapa jam usai kejadian.
Sebanyak enam armada pemadam kebakaran datang, setelah seorang warga melaporkan peristiwa kebakaran itu.
Kebetulan, tak jauh dari lokasi, terdapat sebuah pos pemadam kebakaran.
Petugas yang datang segera menyemprotkan air dari selang-selang besar, berharap api tidak menyebar ke lokasi yang lebih luas di komplek pengumpulan sampah itu.
Di tengah upaya pemadaman, Uum tampak kalang kabut.
Ia kerap berteriak histeris, meminta agar anaknya segera diselamatkan.
Sementara, sejumlah tetangga berusaha menenangkan Uum dan memintanya memberikan kesempatan kepada petugas untuk melakukan evakuasi.
Dalam waktu sekitar satu jam, petugas pemadam kebakaran mampu menjinakkan api.
Hati Uum makin hancur ketika warga dan petugas pemadam kebakaran melakukan upaya evakuasi terhadap Nabila.
Bocah malang itu pun sudah meninggal dunia dalam keadaan telungkup.
Tubuhnya gosong. Uum hampir tak tega melihat kondisi anaknya, ia menangis histeris.
Badannya langsung lemas.
Sementara itu, suami Uum, Umaidi (33) yang pada siang harinya tiba di lokasi, hampir tak percaya melihat kondisi anaknya.
“Saat kejadian saya bekerja. Ada kakak yang nyusul ke pabrik, ngasih tahu kalau bedeng kami terbakar. Saya pulang dan langsung lemas melihat keadaan anak saya,” kata Umaidi.