TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Paranormal Ki Gendeng Pamungkas menyebarkan ujaran kebencian terhadap etnis tertentu melalui sosial media, YouTube. Alasannya, karena ramalan Jayabaya versi Sabda Palon.
Ki Gendeng ditangkap polisi di rumahnya, Jalan Tanah Merdeka, Perumahan Bogor Baru, Tegal Lega, Bogor, Jawa Barat.
Meski ditangkap, Ki Gendeng tak menyesal telah membuat video, kemudian menyebarkannya ke sosial media.
Ia mengaku memiliki alasan tersendiri kenapa menyebarkan kebencian terhadap etnis tertentu.
Paranormal itu mengampanyekan anti etnis Tionghoa karena terinsipirasi dari seorang tokoh legendaris bernama Sabdo Palon yang menjadi penasihat Prabu Brawijaya V.
"Ingin kembali ke Undang-undang Dasar 1945 yang asli. Saya ini mempercayai Sabda Palon, nagih janji Serat Jayabaya," kata Ki Gendeng di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Rabu (10/5/2017).
Atas alasan itu, Ki Gandeng tidak menginginkan penggulingan Prabu Brawijaya V itu terjadi di Indonesia, yang menurutnya akan dilakukan oleh China. Dalam ramalan Jayabaya dijelaskan konflik antara Prabu Brawijaya V dengan Raden Patah sudah diramal akan terulang 500 tahun setelahnya.
Ki Gendeng mengaku tak terpengaruh dengan Pemilihan Kepala Daerah Jakarta 2017 yang sarat akan ujaran kebencian.
Ki Gendeng mengaku sudah lama mempercayai akan adanya kehancuran agama tertentu di tanah Jawa, kemudian digantikan oleh ajaran agama lainnya.
"Ya, lu lihat sendiri lah situasinya kayak gini sekarang," ucap Ki Gendeng.
Ki Gendeng yang merupakan pendiri Front Pribumi menyampaikan pesan kepada para anggotanya, "Tetap semangat, tetap berjuang!" seru Ki Gendeng.
Aparat Kepolisian Daerah Metro Jaya menciduk Ki Gendeng pada Selasa (9/5/2017) malam di rumahnya.
Ki Gendeng dijerat pasal 4 huruf b jo pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau Pasal 156 KUHP tentang Perbuatan Menunjukkan Kebencian karena Perbedaan Ras dan Etnis.
"Ya benar, ditangkap semalam sekitar pukul 23.00 WIB karena diduga melakukan diskriminasi terhadap ras dan etnis tertentu atau rasis," tutur Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono. (Dennis Destryawan)