TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Sempat tersiar kabar simpang-siur, MA (30) yang tewas dihakimi dan dibakar massa adalah korban salah sasaran lantaran amplifier yang dibawanya di Musala Al Hidayah, Babelan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (1/8/2017) lalu adalah hendak diperbaiki.
Bahkan, sempat beredar kabar jika amplifier tersebut adalah miliknya selaku tukang reparasi peralatan sound system.
Namun, Rojali selaku marbot Musala Al Hidayah meyakini amplifier yang dibawa dan ditemukannya dari tas MA setelah dilakukan pengejaran itu adalah inventaris atau milik musala yang dijaganya.
Dalam rilis pengungkapan kasus dan barang bukti di Mapolres Metro Bekasi, Rojali (40) membeberkan tiga petunjuk sehingga ia yakin amplifier tersebut milik musala yang dijaganya.
Pertama, bentuk potongan ujung kabel yang tersisa dan menempel di belakang amplifier tersebut adalah sama dengan potongan kabel yang tertinggal di musala tempat amplifier itu berada sebelumnya.
"Kabelnya ini dalam posisi terputus. Kalau orang mau servis biasanya dibuka bautnya pakai obeng. Jadi, kabel di ampli yang putus ini dengan kabel putusannya di musala sangat sama," ujar Rojali sembari mengangkat barang bukti amplifier dan potongan kabel yang menempel di belakangnya.
Kedua, selain kesamaan merek dan tipe, nomor seri identitas barang yang tertera di bagian belakang amplifier itu adalah cocok dengan nomor seri di kartu garansi. Sebab, ampillifier tersebut belum lama dibelinya. Lantas, Rojali memperlihatkan kertas garansi dengan kesamaan nomor seri yang tertera di amplifier itu.
Petunjuk ketiga adalah yang paling menguatkan dan meyakinkan Rojali jika amplifier yang dibawa MA berasal dari Musala Al Hidayah.
Yakni, terdapat bercak tahi atau kotoran burung yang mengering dan menempel di permukaan atas amplifier tersebut. Sebab, sebelumnya amplifier tersebut ditempatkan di ruangan kecil tanpa atap atau plafon di samping tempat imam.
"Ketika dikejar dan belok, dia jatuh dan langsung lari. Saya cek tas yang bawaannya tadi. Saya begitu karena saya takut ampli-nya udah dijual duluan. Setelah tasnya saya buka, ternyata betul ada ampli saya," ungkapnya.
Pantauan Tribun, terdapat beberapa bercak warna putih yang menempel di atas permukaan barang bukti amplifier.
"Kenapa saya bilang itu ampli saya? Karena di sini lah ada bukti (petunjuk) yang sangat kuat. Silakan dilihat ada tahi. Ini adalah tahi burung. Kenapa ada tahi atau kotoran burung? Karena posisi tempat ampli ada di pojok musala yang belum dipasang plafon sampai sekarang. Kalau malam atau siang hari sering burung masuk ke dalam dan buang kotoran. Di tikar-tikar di sekitarnya juga ada kotoran burung," bebernya.
Rojali mengaku sangat menghapal ciri khas amplifier tersebut karena ia menggunakannya setiap malam untuk acara pengajian dan tahlilan wafatnya neneknya sejak dua minggu lalu. Dan rencananya amplifier itu juga akan digunakan untuk acara haul wafatnya sang nenek pada malam hari kejadian itu.
Selain itu, kabelnya ini posisi terputus. Kalau orang servis biasanya pakai obeng. Jadi Kabel di ampli yang putus ini dengan putusannya di musala sangat sama.
"Kotoran burung ini belum hilang. Karena setiap malam burung buang kotoran," tandasnya seraya menunjukkan bercak kotoran yang menempel di permukaan atas amplifier.
Menurut Rojali, MA adalah satu-satunya orang yang memasuki area musala saat dirinya melaksanakan bersih-bersih musala setelah waktu Salat Ashar atau sekira pukul 15.30 WIB. Ia pun tidak mengenal MA sebelumnya.
Namun, ia menghapal raut wajah MA lantaran tidak ada tegur sapa, ucapkan salam maupun senyum baik saat berpapasan muka, baik pada saat masuk maupun keluar dari musala.
Ia menceritakan, pada hari kejadian, ia mengumandangkan adzan Ashar di Musala Al Hidayah sekira pukul 15.20 WIB, menggunakan pengeras suara dengan amplifier musala sebagai pengatur audionya.
Setelah melaksanakan Salat Ashar berjemaah dengan putranya, Fahmi, ia melakukan bersih-bersih musala untuk persiapan haul meninggalnya sang nenek pada malam harinya. Di antaranya menyiram tanah yang berdebu di halaman depan dan area tempar wudhu musala.
Sembari melaksanakan kegiatan bersih-bersih, Rojali sempat dua kali melayani pembeli pulsa di warungnya yang berada sekitar 10 meter di depan musala.
Baik saat menyiram halaman musala maupun melayani pembeli pulsa, Rojali tidak mengetahui aktivitas MA di dalam musala. Sebab, kaca jendela dan pintu bagian depan musala gelap, di mana hanya orang di dalam musala yang bisa melihat bagian luar musala.
Selain itu, MA tidak menutup dan mengaitkan pintu depan saat meninggalkan musala. Warga setempat biasanya menutup dan mengaitkan pintu depan musala saat meninggalkan musala karena kerap banyak binatang, seperti ayam, yang masuk ke dalam musala.
Petunjuk Rojali lainnya, ia mengingat betul jenis sepeda motor dan barang bawaan di jok belakang motor yang dikendarai oleh MA saat memarkirkannya di samping warung pulsa. Dan saat itu, Rojali tidak menurunkan barang bawaannya dari jok motor. Dia hanya menggunakan tas punggung saat memasuki dan meninggalkan musala.
"Selain bukti lengkap, wajahnya masih terngiang karena dia pergi belum satu jam dan ditambah motor Revo merah yang diparkir di samping warung pulsa. Waktu parkir, di motornya ada plastik hitam diikat pakai karet. Itu dia enggak diturunin. Dia hanya bawa tas ini aja," kata Rojali sembari menunjukkan tas punggung warna hitam milik MA.
Diberitakan, selain menyidik kasus dugaan pencurian amplifier dengan terduga MA, Polres Metro Bekasi juga melakukan penyidikan kasus pengeroyokan dan pembakaran yang membuat MA tewas. Sejauh ini, baru dua orang, SU dan NA, yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas kasus main hakim sendiri tersebut.