TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Makam Muhammad Al Zahra alias Joya (30) di Kampung Haparan Baru, Perumahan Buni Asih RT 03/03, Cikarang Kota, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi akan dibongkar petugas, Rabu pagi ini untuk kepentingan autopsi.
Dalam proses autopsi itu, istri Joya bernama Siti Zubaedah (25) tidak ikut dan lebih memilih beristirahat di rumah.
"Bu Zubaedah istirahat di rumah karena secara psikologis sangat berat untuk melihat makam sang suami dibongkar. Dia juga masih syok," ujar Kuasa Hukum Keluarga Joya, Abdul Chalim Soebri pada Rabu (9/8/2017).
Chalim mengatakan, pihak keluarga yang mengikuti proses autopsi ini adalah ayah kandung korban, Asmawi (55), bapak mertua korban Pandi (53), dan kedua adik korban.
Baca: Hati Saya Pedih, Anak Meninggal Dunia karena Dibakar
Sebetulnya, kata dia, sang ayah Asmawi sangat berat hati untuk mendampingi proses autopsi itu.
Soalnya, Asmawi merasa terpukul dengan kehilangan anak sulung dari enam bersaudara ini.
"Kerabat korban sudah datang ke lokasi pemakaman sejak pukul 08.00, tapi sekarang kita istirahatkan dulu di salah satu rumah warga di sini," katanya.
Baca: Ternyata Pria Ini yang Menyiram Tubuh Muhammad Al Zahra dengan Bensin di Kasus Pencurian Amplifier
Menurut dia, Joya adalah panutan adik-adiknya dan dikenal sebagai anak yang soleh. "Meski hidup pas-pasan dengan istrinya, tapi dia mandiri dan mau bekerja sebagai tukang service amplifier," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (LBH ICMI) ini.
Chalim berharap, agar polisi segera menangkap lima pelaku lainnya yang masih buron. Karena tidak dibenarkan massa main hakim sendiri, apalagi keberadaan Joya dilindungi oleh Hak Asasi Manusia (HAM).
"Kalaupun almarhum bersalah karena telah mencuri, tapi tidak dibenarkan juga warga main hakim sendiri. Serahkan kasus ini ke polisi biar mereka yang menanganinya," jelas Chalim.
Baca: Polisi Masih Belum Bisa Pastikan Penyebab Kematian Korban Pembakaran Massa di Bekasi
Meski begitu, kata dia, pihak keluarga telah memaafkan kesalahan para pelaku pengeroyokan itu. Sebagai manusia, kata dia, pihak keluarga harus memaafkan kesalahan dan berharap agar polisi menindak para pelaku sebagaimana hukum yang berlaku.
"Sebagai manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Meski keluarga telah memaafkan, tapi hukum harus tetap berjalan," ungkapnya.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri