TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Henny Silalahi dan sang suami, orangtua bayi Tiara Debora (4 bulan) yang diduga meninggal karena tidak kunjung mendapat perawatan dari RS Mitra Keluarga Kalideres, menyatakan tidak akan mengajukan gugatan hukum ke RS tersebut terkait meninggalnya bayi mereka di rumah sakit tersebut.
"Kalau nuntut saya rasa enggak, cuma berharap kejadian seperti ini enggak terulang sama anak-anak lain," kata Henny.
Henny berharap, para orangtua bisa belajar dari peristiwa ini. Terkait Rumah Sakit Mitra Keluarga, Henny ingin agar Pemprov DKI Jakarta bisa memberikan efek jera sehingga rumah sakit itu memperbaiki prosedurnya.
Pada Jumat (8/9/2017), setelah cerita bayi Debora viral di media sosial, pihak manajemen rumah sakit datang ke rumah Henny dan Rudianto.
"Mereka hanya diam, enggak menjelaskan kenapa anak saya meninggal. Hanya turut bela sungkawa atas nama dokter yang merawat, dan bilang ini teguran buat mereka," ujar Henny.
Baca: Orangtua Bayi Debora Mengaku Mendapat Perlakuan Tak Menyenangkan dari Suster Rumah Sakit
Ia menyatakan tak akan menuntut kompensasi atau apa pun dari RS Mitra Keluarga Kalideres.
Beda informasi
Sementara itu Dinas Kesehatan DKI Jakarta akan memanggil manajemen Rumah Sakit Mitra Keluarga Senin (11/9) ini untuk mengonfirmasi kejadian yang sebenarnya menimpa bayi Tiara Debora.
Baca: KPAI: Kasus Bayi Debora Terjadi Karena Adanya Diskriminasi di Rumah Sakit
Bayi berusia empat bulan itu meninggal dunia di RS Mitra Keluarga setelah sebelumnya disebut tidak menerima penanganan medis karena uang muka perawatan dari orangtua yang tidak mencukupi.
"Jawaban dari manajemen (RS) berbeda dengan (cerita) yang beredar di media. Hari Senin kami panggil bersama BPRS (Badan Pengawas Rumah Sakit), Kemenkes, dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) untuk mencari kejadian yang sebenarnya," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto, Minggu (10/9/2017).
Baca: Agar Kematian Bayi Debora Tak Terulang, RS Swasta di Jakarta Wajib Ikut BPJS
Debora sempat dirawat di RS Mitra Keluarga pada hari Minggu (3/9/2017) pekan lalu. Buah hati dari pasangan Rudianto Simanjorang dan Henny Silalahi itu dibawa ke RS karena sudah sepekan terkena flu disertai batuk.
Setibanya di RS pada Minggu dini hari, sekitar pukul 03.40 WIB, bayi Debora langsung diberi penanganan pertama oleh petugas jaga. Namun, kondisinya belum pulih dan RS menyarankan agar Debora ditangani di Intensive Care Unit (ICU).
Keterangan yang berbeda adalah ketika bayi Tiara Debora hendak dirawat di ICU.
Menurut Rudi dan Henny, mereka ingin anaknya segera dirawat, tetapi pihak RS tidak bisa menerima Debora karena uang muka perawatan sekitar belasan juta belum bisa diberikan mereka saat itu.
Sementara, pihak RS mengaku justru Rudi dan Henny yang menolak anaknya dirawat di ICU dan meminta mereka mencari RS lain yang menerima pasien BPJS Kesehatan sehingga memakan waktu lama.
Selama mencari RS yang menerima BPJS tersebut, kondisi bayi Debora semakin parah dan kemudian meninggal dunia.
Dorong ikut BPJS
Koesmedi juga berjanji pihaknya akan ikut mendorong seluruh rumah sakit swasta di Jakarta bergabung dengan BPJS.
Baca: Terjebak Reruntuhan Gudang yang Terbakar, Petugas Damkar Meninggal Saat Operasi Pemadaman
Cara itu, katanya, merupakan solusi utama agar peristiwa yang dialami bayi Debora tak terulang lagi.
"Tapi BPJS juga yang mesti mendorong lebih kuat," kata Kusmedi kepada Wartakotalive.com, Minggu.
Kusmedi menjelaskan, memang ada aturan bahwa pasien gawat darurat mesti segera ditangani tanpa memikirkan pembayaran.
Namun ada masalah juga rumah sakit swasta yang tak tergabung dengan BPJS akan kesulitan mendapatkan pembayaran apabila ternyata pasien gawat darurat yang ditangani tak memiliki dana cukup.
Makanya Kusmedi berharap agar rumah sakit swasta bergabung dengan BPJS, sehingga tak ada lagi kebimbangan petugas menangani pasien gawat darurat yang tak mampu membayar sebelum penanganan. (ote/ajg/Kompas.com)