Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pidato politik Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang mencantumkan kata-kata pribumi menuai kontroversi.
Pidato itu disampaikan di Balai Kota DKI Jakarta, pada Senin (16/10/2017).
Dia menjelaskan maksud penyebutan kata-kata pribumi.
Menurut dia, penulisan teks pidato itu berkaca pada situasi di DKI Jakarta pada zaman penjajahan Belanda.
"Itu pada konteks pada era penjajahan karena saya menulisnya juga pada zaman penjajahan dulu karena Jakarta itu kota yang paling merasakan," tutur Anies, kepada wartawan, Selasa (17/10/2017).
"Kota-kota lain itu kita lihat Belanda dekat yang lihat Belanda dekat siapa. Orang-orang Indonesia coba, kita lihat di pelosok-pelosok Indonesia tahu ada Belanda, tetapi lihat di depan mata? Tidak. Yang lihat depan mata itu kita Jakarta,".
Dia menegaskan pidato itu menggambarkan mengenai sejarah DKI Jakarta.
"Pokoknya itu digunakan untuk menjelaskan era kolonial Belanda, karena itu memang kalimatnya di situ kan pelintiran, satu-dua website," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, Anies Baswedan dalam pidato politik pertamanya sebagai Gubernur DKI Jakarta mengatakan bahwa Jakarta merupakan satu dari beberapa tempat yang merasakan hadirnya penjajahan.
Selama itu, menurutnya rakyat pribumi ditindas.
"Selama berabad-abad lamanya. Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan kolonialisme," kata Anies dalam pidatonya di Balaikota, Senin, (16/10/2017).
Menurut Anies sekarang ini Indonesia telah merdeka. Sehingga, saatnya Rakyat Pribumi menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Namun pidato tersebut memancing pro-kontra. Netizen menyebut ucapan Anies soal 'pribumi' bernada menyindir.
Dikutip dari sumber resmi dari kepustakaan Kepresidenan Republik Indonesia, ada Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tegas-tegas berjudul: “Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, Ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggara Pemerintah.