TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Khatib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jakarta, KH. Taufiq Damas, mengatakan, isu SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) hanya dijadikan sebagai alat kampanye.
“Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu adalah contoh penggunaan isu SARA dalam pilkada yang paling buruk dan paling brutal selama proses demokrasi ini paska reformasi,” ujarnya saat menghadiri diskusi bertema "100 Hari Anies Sandi, Benarkah Ada Jakarta Bersyariah, Bagaimana Realisasinya?" di kawasan Menteng Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2018).
Alumnus Al Azhar Kairo ini menjelaskan, isu SARA merupakan alat mobilisasi politik paling efektif, masjid dan musala di Jakarta digunakan sebagai mimbar politik untuk menyebarkan isu SARA.
"Ini tak boleh di biarkan terus menerus terjadi dalam sebuah momen domokrasi seperti Pilkada. Agama dijadikan alat politik untuk mendelegitimasi lawan, ini berbahaya bagi kehidupan berbangsa kita," tegas Taufiq.
Baca: Main Isu SARA, Parpol Bisa Ditinggalkan Rakyat
Dia menegaskan bahwa dalam perjalanan kepemimpinan Anies-Sandi ini, isu Jakarta Bersyariah memang ada dalam konteks penerapan dalam konteks subtansi.
Seperti contoh penutupan Hotel Alexis.
"Warga Jakarta harus belajar dari Pilkada Lalu, agar semakin dewasa dalam berpolitik. Saya tidak pernah marah ketika dicaci maki, dihujat saat mendukung Ahok karena saya tahu bahwa warga telah dimanfaatkan oleh segelintir elite politik yang menggunakan isu SARA sebagai alat," tukas aktifis RelaNU ini.
Sementara di kesempatan yang sama, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia (PP GPII) Masri Ikoni mengatakan penerapan syariah itu memang ada dalam penerapan hukum positif Indonesia, katakanlah pengadilan agama.
Dalam konteks negara kota yang di contohkan Nabi Muhammad dalam piagam Madinah bahwa kebhinekaan, kemajemukan, hak yang sama antara semua komunitas.
"Saya pastikan saya tidak akan pernah setuju penggunaan isu SARA ini dengan membawa bawa agama ke ranah politik. Namun jika syariah itu masuk pada personifikasi personal saya setuju tapi tidak untuk wilayah politik,"tegas Masri.