TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta segera merevisi dan menyusun regulasi untuk mendukung implementasi program perlindungan dan jaminan sosial ketenagakerjaan melalui BPJS Ketenagakerjaan.
Demikian kesimpulan Rapat Koordinasi Stakeholder bertema Urgensi Regulasi Daerah Dalam Rangka Mendukung Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan di Propinsi DKI Jakarta, Kamis (3/5/2018).
Rapat koordinasi yang berlangsung di Gedung DPRD Propinsi DKI Jakarta ini digelar oleh Koordinator Wilayah Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Korwil MP BPJS) DKI Jakarta.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber yakni Hery Susanto (Koordinator Nasional MP BPJS), Syarif (Koordinator Wilayah MP BPJS DKI Jakarta), Chrisnawati (Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja Dinas Ketenagakerjaan Pemprop DKI Jakarta), Ahmad Hafiz (Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta), dan Chazali H Situmorang (Pakar Jaminan Sosial/mantan Ketua DJSN RI). Hadir pula dalam acara ini antara lain perwakilan pengusaha, serikat pekerja, SKPD Pemprov DKI Jakarta, ormas MP BPJS se-Wilayah DKI Jakarta.
Kornas MP BPJS, Hery Susanto mengatakan regulasi perlindungan dan jaminan sosial pekerja telah diamanatkan negara. Saat ini regulasi daerah tentang perlindungan dan jaminan sosial ketenagakerjaan belum sinergis dengan amanat UU SJSN dan UU BPJS.
“Kesuksesan implementasi jaminan sosial tergantung pada transformasi dari pemerintah dari pusat hingga daerah serta badan penyelenggaranya sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU BPJS," kata Hery Susanto.
Karena itu, Hery mengharapkan Pemprov DKI Jakarta untuk segera membuat regulasi daerah berupa perda, pergub maupun peraturan SKPD sesuai amanah UU SJSN dan UU BPJS.
Pakar Jaminan Sosial, Chazali Situmorang menerangkan meskipun di tataran nasional sudah diatur dalam UU, PP, peraturan menteri hingga aturan turunannya, namun pelaksana teknis di banyak daerah lebih leluasa melaksanakan tugas teknis jika ada regulasi teknis di daerahnya berupa perda.
“Regulasi daerah berupa perda penting, sebab adanya perda itu jauh lebih kuat karena sangat strategis untuk implementasi di daerah," kata Chazali Situmorang.
Hingga saat ini, menurut Chazali, dirinya memantau di Pemprop DKI Jakarta untuk implementasi program perlindungan dan jaminan sosial ketenagakerjaan masih berupa Pergub.
“Ya ada Perda Ketenagakerjaan yang disusun tahun 2004 namun harus direvisi sesuai peraturan perundang-undangan kekinian," ujar Chazali Situmorang.
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja Dinas Ketenagakerjaan Pemprop DKI Jakarta, Chrisnawati mengatakan dengan adanya Perda Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Ketenagakerjaan dan 3 Pergub terkait jaminan sosial di DKI Jakarta hingga tahun 2017 sudah terekrut sejumlah 12.931 perusahaan dengan 700 ribuan pekerja.
“Pemprop DKI Jakarta telah melindungi pekerja kontrak melalui APBD bahkan melalui kebijakan wali kota saat ini telah melindungi Pengurus RT RW menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, tentu dengan adanya Perda akan lebih luas lagi capaiannya,” kata Chrisnawati.
Chrisnawati mengakui dengan regulasi daerah berupa perda akan lebih kuat dibanding pergub, sebab dalam perda tertuang adanya sanksi pidana, sedangkan dalam pergub hanya berupa sanksi administratif saja.
Ahmad Hafiz selaku Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Wilayah DKI Jakarta mengatakan potensi peserta BPJS ketenagakerjaan di wilayah DKI Jakarta tahun 2018 ini mempunyai target 2 juta orang. Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di DKI Jakarta menyerap hampir 40% kepesertaan BPJS TK nasional.
"BPJS ketenagakerjaan sangat berharap dukungan kebijakan Pemprop DKI Jakarta apalagi jika wacana berupa Perda Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Wilayah Propinsi DKI Jakarta bisa direalisasikan, sebab masih ada 5.9 juta lebih potensi pekerja yang belum menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan di Propinsi DKI Jakarta," kata Ahmad Hafiz.
Syarif Korwil MP BPJS DKI Jakarta sekaligus Anggota DPRD Propinsi DKI Jakarta mengatakan bahwa Perda terkait Ketenagakerjaan tahun 2004, ini sudah harus direvisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan mutakhir di bidang jaminan sosial ketenagakerjaan, utamanya UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.
Jika ada revisi perda tersebut bahkan dinilai perlu menyusun perda khusus Tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan maka akan mampu mendorong peningkatan kepesertaan dan pelayanan terhadap perlindungan dan jaminan sosial ketenagakerjaan di propinsi DKI Jakarta.
"Ini akan kami usulkan untuk diagendakan dalam Prolegda di DPRD DKI Jakarta," kata Syarif.
Syarif menambahkan bahwa pihaknya mengusulkan ke Gubernur DKI Jakarta guna membuat satgas teknis untuk membantu program BPJS Ketenagakerjaan. 3 Pergub terkait jaminan sosial ketenagakerjaan yang ada pun perlu direvisi.
"Disnaker dan Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, serta DPRD melalui Komisi terkait perlu membahas satgas teknis dimaksud guna percepatan rekrutmen kepesertaan BPJS ketenagakerjaan di Propinsi DKI Jakarta. Harus disinergikan antar-instansi Pemprov DKI Jakarta untuk hal tersebut," pungkas Syarif.