Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terletak di jalan dengan nama yang sama seperti nama salah satu masjid tersohor di Ibu Kota, Masjid Lautze. Masjid yang tampak mencolok dibanding bangunan-bangunan lain disekelilingnya. Kombinasi cat merah, kuning dan hijau menghiasi bagian muka masjid.
Terletak di Jalan Lautze No.87-89, RT.10/RW.3, Karang Anyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat, bangunan bergaya Tionghoa ini mungkin akan dikira masyarakat awam sebagai sebuah klenteng tempat peribadatan Konghucu. Bagaimana tidak, muka bangunan dua tingkat itu memperlihatkan ornamen-ornamen yang jauh dari gambaran masjid pada umumnya.
Tidak ada kubah, simbol bulan dan bintang diatas, serta dihimpit oleh ruko-ruko disebelahnya dengan hiasan lampion kecil berwarna merah menggantung. Namun terdapat plat bertuliskan Masjid Lautze, yang diresmikan oleh Presiden RI ke-3 BJ Habibie.
Didirikian tahun 1991, semula masjid ini merupakan bangunan yang dikontrak hanya sebelah, kemudian dibeli oleh Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) oleh BJ Habibie, dan dua tahun berselang dibangun masjid sebelahnya sehingga menjadi dua bangunan yang menyatu seperti sekarang.
"Awalnya ngontrak cuma sebelah doang, sewa, akhirnya dibeli ICMI oleh Pak Habibie, 2 tahun berikutnya baru dibangun mesjid yang sebelah lagi," kata salah satu jamaat, muslim keturunan, Rully Johan, di depan Masjid Lautze, Jakarta, Senin (21/5/2018).
Masjid ini rupanya tidak seperti Masjid pada umumnya yang buka 24 jam penuh. Waktu bukanya masih mengikuti jam kantor karena keterbatasan sumber daya manusia dan dana.
Masjid ini merupakan bangunan yang menyatu dengan kantor, yakni Yayasan Haji Karim OEI. Haji Karim OEI, tutur Rully, merupakan tokoh three in one, pengusaha sukses, muslim yang taat, dan nasionalis sejati.
Sepak terjangnya menunjukan bahwa dia adalah seseorang yang cinta tanah air, dan salah satu teman dekat dari Presiden RI pertama Soekarno, dan tokoh ulama besar Buya Hamka.
Pendirian Masjid ini diharapkan agar orang-orang keturunan memeluk agama Islam."Beliau sudah menunjukan bahwa dia adalah orang yang cinta dengan tanah air, dia temen dekat dari Soekarno dan Buya Hamka," ungkap Rully.
Keberadaan tempat bersejarah Masjid Lautze menunjukkan bahwa agama tidak memandang ras, ataupun asal usul seseorang.
Setiap manusia memiliki hak untuk menentukan keyakinannya dimanapun dirinya berpijak. Menelisik ke dalam Masjid, lampion besar yang menggantung dilangit-langit, aksara dan lukisan kaligrafi bernuansa Tionghoa, turut menambah kekentalan nuansa negara tirai bambu. Arti dari potongan-potongan ayat yang menghiasi dinding juga menggunakan bahasa Mandarin.
Sungguh sesuatu yang sangat unik dan berbeda dari Masjid di Indonesia pada umumnya. Salah satu warisan bersejarah yang terletak di pusat kota Jakarta yang hampir luput dari pengelihatan kita.
Dan saat Ramadan tiba, sistem salat di Masjid ini memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Salat tarawih dipimpin oleh para mualaf yang belajar Islam disana, dengan jumlah 11 rakaat, setiap dua rakaat sekali dilakukan pergantian imam.
Tujuannya, untuk pembelajaran mereka menjadi pemimpin untuk kehidupannya sendiri, dari yang paling dasar, untuk dirinya dan keluarganya. "Sebisa mereka, apakah hafalnya An-naas, Al-Kafirun, hasil dari mereka belajar disini. Tujuannya untuk pembelajaran agar mereka menjadi pemimpin, minimal untuk diri sendiri dan keluarganya," kata Rully.