TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (PP Muslimat NU) bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) melakukan penandatanganan MoU edukasi Masyarakat terkait penggunaan Susu Kental Manis (SKM).
Penandatanganan MoU ini untuk menindaklanjuti langkah tegas BPOM terkait Surat Edaran BPOM HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 Tentang Label dan Iklan Pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) dan sepakat menjalin kerjasama untuk mengedukasi masyarakat bagaimana cara yang tepat dalam mengkonsumsi susu kental manis.
Langkah ini tidak hanya sebagai upaya perlindungan konsumen (terutama anak-anak), namun juga untuk mengajak produsen dapat ikut serta mengedukasi masyarakat agar dimasa mendatang, tidak ada lagi salah penggunaan SKM.
Edukasi bijak menggunakan SKM nantinya akan langsung menyasar masyarakat di sejumlah kota di Indonesia. Dengan edukasi langsung terhadap masyarakat diharaplan secara perlahan persepsi masyarakat dapat berubah. masyaraka juga dapat lebih memahami fungsi produk susu kental manis sebagai bahan makanan dan tidak ada lagi yang memberikan untuk konsumsi atau minuman anak.
Perlu diketahui, sejak BPOM mengeluarkan HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 Tentang Label dan Iklan Pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3), susu kental manis menjadi topik yang diperbincangkan publik.
Dengan keluarnya SE tersebut sekaligus menegaskan bahwa SKM tidak untuk konsumsi anak-anak. Berbagai argumen datang dari berbagai kalangan, pakar kesehatan, DPR, pemerintah hingga kalangan masyarakat. Penyebabnya adalah, selama bertahun-tahun persepsi yang terbentuk di masyarakat bahwa SKM adalah susu.
“PP Muslimat NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia memiliki tanggung jawab terhadap apa yang dikonsumsi oleh masyarakat, oleh karena itu PP Muslimat bekerja sama dengan YAICI mengawal Surat Edaran BPOM terkait label dan iklan pada produk susu kental manis. Intinya kami ingin masyarakat teredukasi serta bijak dalam menggunakan Susu Kental Manis agar tidak diberikan kepada anak-anak usia 1-5 tahun, karena mereka adalah generasi penerus bangsa yang akan menjadi generasi emas di tahun 2045,” ungkap Nurhayati Said Aqil Siradj, PP Muslimat NU saat memberikan sambutan acara Talkshow “Bijak Menggunakan SKM”, Senin (30/7/2018).
Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat mengatakan YAICI memberi apresiasi terhadap BPOM yang telah tegas menindaklanjuti persoalan ini melalui dikeluarkannya SE. Namun demikkan, Arif meminta pemerintah dan seluruh elemen masyarakat dapat mengawal pelaksanaan aturan ini oleh produsen.“BPOM telah mengeluarkan surat edaran terkait tata cara promosi dan label SKM yang tidak boleh menampilkan anak-anak dibawah lima tahun, dan ini harus di dukung oleh semua pihak” jelas Arif.
Selanjutnya, YAICI dan PP muslimat NU juga berharap, para produsen mengubah kebijakan periklanan mereka dengan cara mengedukasi masyarakat akan kegunaan yang sebenarnya dari SKM tersebut.
“Bukan hanya iklan, produsen SKM juga bisa menggunakan dana CSR mereka untuk mengedukasi masyarakat secara langsung akan kegunaan SKM yang sebenarnya.” Jelas Arif Hidayat.
Eni Gustina, MPH. Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI, mengatakan, negara telah banyak mengeluarkan uang untuk pengobatan penyakit tidak menular (PTM).
Menurutnya, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya salah satunya adalah sosialisasi terkait konsumsi gula, garam dan lemak (GGL). Berkaitan dengan SKM, Eni mengatakan bahwa Susu Kental Manis bukan diperuntukan untuk bayi dan anak-anak karena kandungan gulanya yang tinggi.
“SKM ini adalah hampir 50 persen isinya gula sehingga tidak bisa disetarakan dengan susu berprotein tinggi,” kata Eni
Dr. Mauizzati Purba, Apt, M.Kes , Direktur Standarisasi Pangan Olahan BPOM mengatakan, SKM bukan diperuntukan untuk bayi tapi untuk topping atau makanan tambahan.
“Badan POM telah mengeluarkan Surat Edaran untuk menyampaikan informasi yang benar dan cara memanfaatkan suatu produk," jelas Mauzzati.