TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menganggap tertahannya pengajuan anggaran Penyertaan Modal Daerah (PMD) sebesar Rp 2,3 triliun dari PT Jakarta Propertindo (JakPro) adalah hal yang lumrah.
Belum setujunya para peserta rapat Badan Anggaran (Banggar) disebabkan terbentur dengan Peraturan Daerah yang pernah dicanangkan Jokowi saat menjabat posisi DKI 1.
"Menurut saya ini proses normal," kata Anies di Gedung Dinas Teknis, Jakarta Pusat, Rabu (19/9/2018).
Pasalnya, didalam Perda Nomor 13 Tahun 2014, jumlah PMD bagi JakPro terbatas hanya Rp 10 triliun. Sementara nilai PMD yang telah disalurkan ke JakPro selama ini telah menyentuh angka Rp 9,4 triliun.
Baca: Anies: Tidak Masalah Anggaran Sertifikasi Pendamping Program OK OCE Dicoret DPRD
Dengan kata lain, menurut peraturan tersebut, sisa PMD yang dapat diberikan Pemprov DKI kepada JakPro dalam APBD-P 2018 tak lebih dari Rp 591 miliar.
Rencananya, pengajuan nilai Rp 2,3 triliun di APBD-P 2018 akan dipakai untuk meneruskan proyek konstruksi LRT Jakarta tahap II sebesar Rp 1,84 triliun dan sisanya dialokasikan untuk membangun rumah DP 0 Rupiah senilai Rp 531,5 miliar.
Anies mengungkap, kebutuhan dasar yang dia anggap mendesak ialah pada pembangunan LRT dan Rumah DP 0 Rupiah.
Dia juga menuturkan hambatan yang terjadi terkait pembatasan PMD dalam Perda Tahun 2014 itu dapat diselesaikan.
Sebab, yang memutuskan Perda tersebut nantinya bakal dikembalikan ke Pemprov DKI Jakarta.
"Yang memutuskan Perda itu juga nanti Pemprov DKI, itu kesepakatan antar kita juga. Ketika ada situasi seperti ini yang membutuhkan sumber daya ekstra, maka kita buat penyesuaian-penyesuaian," terang Anies.
Selain soal Perda, Wakil Ketua DPRD DKI Muhammad Taufik menilai alokasi anggaran untuk Jakpro terlampau besar.
Apalagi, Jakpro belum menyelesaikan infrastruktur krusial yakni pembangunan Fase I LRT Velodrome-Depo Pegangsaan.
"Bukan apa-apa, tapi saya pikir fase I ini wanprestasi. Janjinya Asian Games (selesai), sekarang mana?" tutur Taufik.