TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivitas peleburan aki bekas yang dilakukan secara liar oleh masyarakat sebetulnya bukan cerita baru.
Beberapa tempat yang masyarakatnya kedapatan melakukan peleburan aki bekas antara lain di Desa Jagabaya, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat serta di Desa Kadu, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang.
Dua daerah ini yang belakangan menyita perhatian. Kendati sesungguhnya di beberapa daerah lain seperti Tegal, Lamongan, serta Surabaya juga ada aktivitas liar tersebut.
Ketua Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang juga merupakan anggota Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, Prof Drh Wiku Adisasmito Msc.PhD, sangat menyayangkan lambatnya tindakan yang dilakukan oleh aparat berwenang terhadap aktivitas liar peleburan aki bekas.
"Padahal dampak yang diakibatkan dari peleburan aki bekas itu jelas-jelas sangat merugikan kesehatan masyarakat di sekitarnya. Ironisnya aktivitas itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Dengan fenomena tersebut, pemerintah harusnya konsisten menindak dan mencegah pencemaran lingkungan ini, terlepas ada atau tidaknya pemberitaan di media," ungkap Wiku Adisasmito.
Pencegahan pencemaran lingkungan ini dapat dimulai dari tindak tegas aparat terhadap pelebur aki bekas ilegal. Selama pelebur ilegal masih ada, pengepul akan memasok kesana dan membuat pelebur aki bekas legal kesulitan akan pasokan aki bekas.
Seperti yang diberitakan, bahwa jumlah pelebur aki bekas ilegal di Jabodetabek berkisar 30 industri, sedangkan pelebur aki bekas legal berjumlah 5 industri.
Aktivitas peleburan aki bekas secara ilegal di daerah Parung Panjang sejatinya telah berlangsung sejak tahun 1978 silam. Memang efek yang ditimbulkan akibat menghirup timbel hasil pembakaran aki bekas tersebut tidak langsung dirasakan saat itu juga.
Namun, para pekerja yang terlibat dari aktivitas peleburan aki bekas tersebut umumnya meninggal di usia yang relatif muda yakni berkisar 35-40 tahun.
Efek lain yang terlihat adalah pertumbuhan anak-anak yang lahir dari orang tua yang telah terpapar timbel tersebut cenderung tidak normal.
Tidak heran cukup banyak anak di daerah pembakaran aki bekas tersebut yang terlahir mengalami keterbelakangan mental.
Timbal atau Timbel adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Pb dan nomor atom 82. Timbel merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi.
Keberadaan timbel bisa juga berasal dari hasil aktivitas manusia, yang mana jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami yang terdapat pada kerak bumi.
Timbel mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang toksik (beracun) terhadap manusia yang bisa masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb.
Batas toleransi timbel di dalam darah manusia tidak boleh lebih dari 5 mikrogram/desiliter. Namun, hasil penelitian terhadap masyarakat yang bermukim di sekitar area peleburan aki bekas di daerah Parung Panjang bisa mencapai 23 mikrogram/desiliter atau lebih dari empat kali lipat dari ambang batas. Sementara di daerah Curug malah lebih parah lagi.
Penelitian terhadap anak-anak usia sekolah yang bermukim di area peleburan aki bekas mencapai 30 mikrogram/desiliter. Efek jangka panjang yang ditimbulkan akibat udara yang telah tercemar timbel di antaranya gangguan pada paru-paru, sistem syaraf, otak, serta menyebabkan kanker.
Meski terkesan agak terlambat, namun Wiku tetap mengapresiasi upaya yang dilakukan. Ia pun mengaku telah diundang rapat oleh Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) yang berencana membentuk tim pembenahan pencemaran timbel. Tim ini dibentuk merespons merebaknya pencemaran timbel di udara.
Selain Wiku Adisasmito yang mewakili FKM Universitas Indonesia, Sekretaris Jenderal Watannas Letnan Jenderal Doni Monardo juga mengundang Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kemerintah Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dasrul Chaniago, Komandan Komando Resor Militer (Danrem) 061/Wijaya Krama Kolonel (Kav) Agustinus Purboyo, serta Komandan Distrik Militer (Dandim) 0621/Kabupaten Bogor Letnan Kolonel (Inf) Harry Eko Sutrisno.
”Pencemaran yang ditimbulkan akibat peleburan aki bekas ini adalah masalah serius sehingga butuh langkah serius juga dari pemerintah. Tidak hanya menindak pelaku peleburan aki bekas, namun juga mengatur industri yang menjadi produsen aki agar bertanggungjawab terhadap produk yang dihasilkan.” tutur Wiku.
Pengaturan tanggungjawab industri produsen aki ini dapat dilakukan oleh Kementerian Perindustrian, terlebih jika mengingat hingga 2016 populasi kendaraan bermotor di dalam negeri sudah mencapai 120 juta unit dengan usia aki berkisar 3-5 tahun.
Lanjut Wiku, selama bertahun-tahun penanganan masalah pencemaran timbel ini memang seperti jalan di tempat. Meskipun dari kalangan akademisi sudah susah payah melakukan penelitian-penelitian sebagai bahan rujukan untuk dilakukan tindakan oleh aparat yang berwenang, tapi hal tersebut hanya diletakkan di atas meja. Para pengambil kebijakan cenderung bergerak lambat dan kurang peduli.
“Indikator fisik lingkungan dari udara, air, tanah saja kita sudah tahu lama tentang pencemaran ini. Jadi, sangat salah kalau pemerintah tergerak menegakkan hukum lingkungan dengan tegas setelah menunggu indikator polutan pada manusia. Mari kita lihat langkah konkret pemerintah, karena hal ini jika dibiarkan dapat berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat, seperti penyakit ginjal dan stunting. Terutama demi melindungi anak-anak muda tunas bangsa!” kata Wiku yang juga merupakan koordinator INDOHUN (Indonesia One Health University Network).
Masalah pencemaran lingkungan oleh limbah B3 sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Limbah B3, Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Limbah B3, serta Peraturan Menteri LHK Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Pemanfaatan Limbah B3.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, pelaku peleburan aki bekas seharusnya dijerat sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan, pembekuan izin lingkungan, dan pencabutan izin lingkungan.
Selain itu, seharusnya ada tanggungjawab dari pelaku pencemaran untuk perbaikan lingkungan terutama yang berdampak bagi kesehatan masyarakat.