Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Hercules Rosario Marshal membantah melakukan tindak pidana menguasai lahan dan mengintimidasi karyawan PT Nila Alam.
Melalui penasihat hukum, Nuno Magno, Hercules menegaskan tuduhan yang diarahkan kepadanya salah alamat.
Nuno menjelaskan, upaya Hercules mendatangi dan memasang plang berlandaskan hukum.
"Hercules cs memasang plang di atas lahan tersebut berdasarkan putusan PK yang sudah berkekuatan hukum tetap," kata Nuno, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (23/1/2019).
Baca: Mertua Kalap Kremasi Menantu Hidup-hidup Gegara Tak Kunjung Hamil
Adapun, putusan Peninjauan Kembali (PK) itu Nomor: 90 PK/Pdt/2003 tertanggal 26 Oktober 2004.
Putusan PK itu menjadi dasar Hercules untuk mengambilalih tanah atas perintah Handy Musawan.
"Sedangkan ketiga saksi menggunakan PK tahun 1990. Berbeda dengan beliau (Hercules,-red) tahun 2004. PK digunakan saksi tahun 1990 itu adalah gugatan antara mereka dengan mereka. Bukan antara mereka dengan Handy. Jadi berbeda, tetapi tak boleh kami buka semua, karena ini masih proses," kata dia.
Sedangkan, untuk intimidasi dari pihak Hercules kepada karyawan PT Nila Alam, dia memandang sebagai hal biasa.
"Namanya orang apabila melihat orang banyak pasti memang takut, jadi bahasanya memang bisa banyak. Setiap orang memiliki ketakutan masing-masing," katanya.
Baca: Bila Terpilih, Prabowo-Sandi Akan Genjot Penerimaan Pajak
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menggelar sidang kasus pengrusakan dan pengusaan lahan PT Nila Alam yang menjerat terdakwa Hercules Rosario Marshal.
Pada Rabu (23/1/2019) ini, sidang beragenda pemeriksaan saksi.
Kasie Intel Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Edy Subhan, mengatakan pihaknya akan menghadirkan sebanyak sembilan saksi ke persidangan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Hercules Rozario Marshal melakukan upaya menguasai lahan milik PT NIla Alam.
Upaya penguasaan lahan itu disinyalir dilakukan di di Jalan Daan Mogot KM 18, RT/RW 018/11, Kalideres, Jakarta Barat, pada Rabu (8/8/2018) sekitar pukul 10.00 WIB.
Sidang beragenda pembacaan surat dakwaan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, pada Rabu (16/1/2019).
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang yang diduga dilakukan oleh terdakwa," kata JPU Anggia Yusran pada saat membacakan surat dakwaan.
Baca: Remaja Ini Dipaksa Bersetubuh dengan Ayah Kandung Sambil Direkam, Disuruh Suaminya yang Dipenjara
Upaya pengusaan lahan itu disinyalir dilakukan bersama-sama dengan, saksi Handy Musawan, saksi Sopian Sitepu, saksi Fransisco Soares Rekardo, saksi Raymundus Kabosu, dan saksi Maman Khermawan.
Penguasaan lahan itu bermula setelah Hercules menerima putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor: 90 PK/Pdt/2003 tertanggal 26 Oktober 2004. Putusan PK itu menjadi dasar untuk mengambilalih tanah.
Namun, saksi Handy Musawan tidak menjelaskan bahwa terhadap tanah tersebut terdapat putusan yang berkekuatan hukum tetap, yaitu Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor: 078/Pdt/2008/PN.Jkt/Bar tanggal 19 Oktober 2005 dan Putusan Kasasi Nomor 1679k/Pdt/2008 tanggal 27 Februari 2009, atas dasar putusan tersebut saksi Indra Tjahja Zainal mendapatkan sertifikat HGB No.3982/Kalideres dan Sertifikat HGB No.8456/Kalideres yang semuanya atas nama PT. Nila Alam.
Akhirnya, pada 8 Agustus 2018, Hercules bersama dengan Hendy Musawan, Sopian Sitepu, Fransisco Soares Rekardo, bersama dengan masa kurang lebih 60 orang membawa parang, golok, linggis, cangkul, serta beberapa plang mendatangi tanah.
"Di atas tanah tersebut berdiri delapan ruko, tiga bangunan gudang, satu kantor pemasaran yang berdasarkan sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 3982/Kalideres dan nomor 8456/Kalideres terdaftar atas nama PT Nila Alam," kata JPU.
Setelah itu, mereka masuk beramai-ramai ke area pekarangan tanah dengan cara membuka paksa pintu kantor pemasaran PT Nila Alam dengan cara mendorong paksa pintu tersebut sehingga engsel pintu terlepas dan pintu kantor pemasaran menjadi rusak mengakibatkan tidak dapat berfungsi.
"Yang membuat saksi Suwito, saksi Idha Anjar Ratnawati, saksi Dari Puspito Sari, saksi Sukono dan saksi Ipe Sukarmin yang merupkana karyawan PT Nila Alam yang sedang bekerja merasa takut dan terancam melihat terdakwa dan para anak buahnya yang berjumlah sangat banyak," ungkap JPU di persidangan.