News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tangkap Kawanan Sindikat Pemalsu Meterai Rp 6.000

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polisi menangkap sembilan anggota sindikat pemalsu materai yang merugikan negara puluhan miliar rupiah

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sembilan anggota sindikat pemalsu meterai Rp 6.000 ditangkap jajaran Subdit 3 Subdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

Sindikat itu mendistribusikan atau menjual materei palsu hasil cetakan mereka melalui situs jual beli online dengan transaksi mencapai puluhan miliar rupiah.

Baca: Guru Honorer dan Pamong Desa di Pati Jadi Sindikat Uang Palsu, Digrebek Jogja Cetak Rp 4,6 Miliar

Kawanan ini sudah beroperasi cukup lama yakni diperkirakan sejak awal 2018.

Mereka telah berhasil menjual dan mendistribusikan puluhan ribu meterei palsu ke seluruh Indonesia hingga merugikan negara hingga Rp 30 miliar.

Kesembilan tersangka dibekuk dari kediaman dan tempat operasi mereka di Jakarta Timur, Bekasi dan Depok Februari lalu.

Mereka adalah ASR, DK, R dan ASS yang ditangkap di Kota Bekasi, SS diamankan dari Kota Depok; serta ZUL, RH, SF, dan DA diamankan dari Jakarta Timur;

Sementara satu orang anggota sindikat ini berhasil buron dan masih dalam pengejaran polisi.

Wakapolda Metro Jaya Brigjen Wahyu Hadiningrat menjelaskan pihaknya bekerjasama dengan Dirjen Pajak, Peruri dan PT Pos dalam mengungkap kasus ini.

Awalnya kata Wahyu pihaknya menerima laporan atau informasi dari Ditjen Pajak tentang adanya penjualan materai palsu di situs online pada Jum’at tanggal 25 Oktober 2018.

"Sejak itu kami melakukan penyelidikan dan berhasil mengungkap pelaku pemalsu materei ini. Ini berarti butuh waktu 4 bulan untuk kami mengungkap dan membekuk pelaku," kata Wahyu di Mapolda Metro Jaya, Rabu (20/3/2019).

Ia menjelaskan kesembilan tersangka memiliki peran masing-masing yang berbeda dalam mencetak bagian dan tahap tertentu setiap materei, hingga akhirnya tampak sangat mirip dengan aslinya.

"Mereka menjual materei mereka setiap satu buah hanya seharga Rp 2200. Sementara materei asli seharga Rp 6000. Harga yang murah ini membuat banyak pembeli tertarik membeli secara banyak lewat situs online ke mereka," kata Wahyu.

Ia menjelaskan dari tempat operasi mereka di Jakarta Timur, dan Bekasi materei palsi sudah didistrubusikan hampir ke seluruh Indonesia.

"Karenanya kerugian negara akibat penjualan materei palsu mereka mencapai Rp 30 miliar," kata Wahyu.

Selain itu, kata wahyu dari tangan mereka disita materai palsu setengah jadi, sudah jadi, dan baru akan dijadikan senilai sekitar Rp 10 miliar.

Ia menjelaskan modus operasi kawanan ini diawali saat tersanka ASR menerima pesanan materei dari situs online.

"Dari pesanan itu kemudian ASR membeli bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat materai palsu di Jalan Pramuka Jakarta Timur," katanya.

Di lapak di wilayah Jakarta Timur kata Wahyu, ASR dan beberapa tersangka melakukan pencetakan.

"Pencetakan ini ada beberapa tahap. Dicetak dulu di sana, lalu khusus ada tersangka yang mencetak hologram ada tersangka yang khusus melubangi ada yang khusus mencetak gambar pengaman, memotong dan lainnya" papar Wahyu.

Setelah rampung atau materai palsu yang mereka cetak dianggap jadi serta sangat mirip maka barang dikembalikan lagi ke ASR.

Baca: Terlibat Sindikat Penyelundupan 50 Kg Sabu, Empat Nelayan Aceh Timur Dijatuhi Hukuman Mati

"Kemudian ASR mendistribusikannya ke pemesan" kata Wahyu.

Karena perbuatannya tambah Wahyu para pelaku akan dijerat UU Nomor 3 tahun 1985 tentang bea materai dan pasal 253 KUHP dan atau pasal 257 KUHP tentang pemalsuan materei serta Pasal 3, pasal 4 dan pasal 5 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Ancaman hukumannya hingga 7 tahun penjara.

Penulis : Budi Sam Law Malau

Berita ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul : Polisi Bekuk 9 Anggota Sindikat Pemalsu Materai Rp 6.000

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini