TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Djunaidi H Thalib, calon legislatif (caleg) DPRD Bangka Belitung Dapil Babel I Kota Pangkal Pinang dari Partai Golkar ditemukan tewas di kamar Hotel New Idola, Matraman, Jakarta Timur, Selasa (9/4/2019) siang.
Kapolsek Matraman, Kompol Warsito menceritakan, Djunaidi meninggal karena diduga mengalami serangan jantung.
Hal itu diperkuat dari keterangan anak korban saat diinterogasi.
"Meninggalnya diduga karena penyakit jantung, jadi dari keluarganya menyampaikan bahwa bapaknya mempunyai riwayat penyakit jantung," kata Warsito di lokasi, Selasa (9/4/2019).
Baca: ICW Minta Masyarakat Perhatikan Rekam Jejak Caleg
Warsito menjelaskan, setiap Djunaidi menghadiri acara di Jakarta, ia kerap menginap di hotel tersebut.
Meski begitu, ia belum tahu pasti tujuan kedatangan Djunaidi ke Jakarta.
"Kalau keterangan dari resepsionis memang korban sudah langganan di sini. Tujuannya ke sini masih pendalaman," ucapnya.
Pihak resepsionis terakhir kali melihat Djunaidi pada Senin (8/4/2019) sekitar pukul 18.30 WIB.
Saat itu Djunaidi baru saja memesan kamar nomor 503 di hotel itu.
"Sebelumnya masih sehat, dia mengingatkan sendiri. Terakhir dilihat pukul 18.30 WIB saat check in. Di kamar korban sendiri," ungkap Warsito.
Jenazah Djunaidi saat ini dibawa ke RSCM untuk kepentingan penyidikan.
Beberapa kerabat dan pihak keluarga terlihat di tempat kejadian perkara (TKP)
Selamat dari pesawat jatuh
Sebagai anggota DPRD Bangka Belitung, Djunaidi memang diketahui sering mengunjungi Jakarta.
Bahkan ia sempat memesan pesawat Lion Air nomor penerbangan JT 610 yang terjatuh di Perairan Kerawang dan menewaskan sebanyak 189 orang.
Baca: Caleg Terpilih Tak Dilantik jika Tak Setor LHKPN ke KPK dalam Waktu 7 Hari
Ia awalnya akan menaiki pesawat Lion JT 610, namun perbedaan harga tiket menyebabkan dirinya mengganti maskapai dari Lion Air ke Sriwijaya Air.
Hal tersebut diakuinya saat berbincang dengan beberapa media massa setelah peristiwa naas itu terjadi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pesawat Lion Air JT 610 tercatat membawa beberapa anggota DPRD Bangka Belitung saat jatuh di perairan Kerawang, Jawa Barat.
Beberapa nama anggota dewan yang masuk dalam pesawat tersebut adalah H Eling (PPP), Dolar (PKB), HK Djunaidi (Partai Demokrat), Mugni (Partai Golkar), Murdiman (PKS) dan Muktar Rasyid (PAN).
Keluarga Korban Lion Air Gugat Boeing di Amerika
Keluarga Korban Kecelakaan Lion Air JT 610 tetap melanjutkan gugatan di AS, meski Chief Executive Officer (CEO) Boeing, Dennis Muilenburg menyatakan permohonan maaf.
Permintaan maaf Boeing disampaikan atas tewasnya 346 korban kecelakaan Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air di Indonesia dan Ethiopian Airlines di Ethiopia.
Seperti diketahui, melalui pernyataan tertulis pada Kamis (4/4/2019), untuk pertama kalinya Boeing mengakui adanya dugaan kesalahan pada sistem anti-stau pada Boeing 737 MAX 8.
Boeing minta maaf kepada keluarga korban kecelakaan pesawat produksi perusahaan tersebut.
Menanggapi hal tersebut, beberapa keluarga korban Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 tetap melanjutkan gugatan ganti rugi kepada produsen pesawat asal Amerika Serikat itu.
Denny Kailimang pendiri Kantor Advokat Kailimang & Ponto yang menjadi kuasa hukum sejumlah keluarga korban Lion Air JT 610.
Denny Kailimang mengatakan, permintaan maaf dan pernyataan pertanggungjawaban Boeing dapat menjadi langkah lanjutan untuk membuka lebih jelas latar belakang terjadinya kecelakaan dan mencegah kejadian serupa terjadi di masa yang akan datang.
"Pernyataan CEO Boeing juga memperkuat hak-hak keluarga korban untuk memperoleh ganti kerugian yang pantas dari produsen pesawat," kata Denny saat menggelar jumpa pers di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (8/4/2019).
Untuk memperjuangkan hak-hak keluarga korban Lion Air JT 610, Kantor Advokat Kailimang & Ponto bergabung bersama kelompok Advokat di Amerika Serikat untuk menggugat Boeing Company.
Kelompok kuasa hukum para penggugat terdiri dari Brian S. Kabateck dari Kabateck LLP, Los Angeles, Steven Hart dari firma asal Chicago, Hart McLaughlin & Eldridge, serta Sanjiv Singh dari kantor hukum Sanjiv N. Singh dan Michael lndrajana dari kantor hukum lndrajana Law Group, keduanya dari San Mateo, California.
Hingga saat ini, terdapat 60 ahli waris korban Lion Air JT 610 yang mengajukan gugatan kepada Boeing.
"Boeing perlu segera menyelesaikan klaim dari keluarga. Keluarga yang terluka karena kehilangan orang-orang terkasih, kehilangan ibu, ayah, dan anak mereka dengan cara yang paling mengerikan.
Boeing seharusnya bekerjasama dengan semua yang terlibat untuk menyelesaikan masalah ini sekarang,” kata Brian Kabateck.
Menurut Sanjiv Singh, kuasa hukum lainnya, mengatakan permintaan maaf CEO Boeing belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang sejarah litigasi bencana penerbangan. Ia pun meminta Boeing memberikan kompensasi kepada keluarga korban.
Sanjiv Singh juga menyatakan "Kerugian dari kematian orang Indonesia harus ditakar secara sama dengan kerugian dari kematian orang Amerika yang meninggal di Ethiopia Airlines."
Ini bisa terjadi kalau keluarga korban dari Indonesia ikut bergabung menuntut Boeing di Amerika Serikat.
Jumlah ganti ruginya akan jauh lebih tinggi dari yang diatur dalam perundang-undangan Indonesia.
"Keluarga layak menerima ganti rugi dari maskapai dan produsen sekaligus tanpa harus memilih salah satunya," kata Sanjiv Singh.
Para advokat yang mewakili para keluarga korban tragedi Lion Air menggugat Boeing atas kelalaian yang mengakibatkan kematian (wrongful death).
Gugatan ini diajukan di Cook County, negara bagian Illinois, Amerika Serikat lokasi kantor pusat produsen pesawat terbang tersebut.
Gugatan diajukan setelah 189 orang meninggal dalam kecelakaan yang membuat pesawat terjun bebas akibat kesalahan sistem anti-stall dan maneuvering characteristics augmentation system (MCAS), serta kelemahan petunjuk penerbangan dan prosedur operasional Boeing.
"Gugatan sudah masuk sejak November 2018 lalu. saat ini ada sekitar 60 keluarga JT 610 masukan gugatan ke AS. Kemarin ethiopian 1, 2 orang ada lah korbannya kenal lawyer terkenal di sana," kata Harry Ponto, kuasa hukum lainnya.
"Bagi keluarga ragu-ragu, bimbang kami harapkan mereka bisa ambil keputusan dan ikut bergabung dengan kami semua yang sudah ajukan ke AS. Kalaupun Boeing maupun out of the court settlement (penyelesaian tanpa jalur hukum) kita lihat saja, mudah-mudahan bisa sesuai, kalau tidak lanjut ke pengadilan," ujarnya. (abs)
Penulis: Rangga Baskoro