Oleh karena itu, ia menyayangkan jika Pergub yang diterbitkan ini hanya mengakomodir kepentingan tertentu dan menghilangkan hak pemilik rusun.
Apalagi, Pergub tersebut juga diterbitkan tanpa adanya Peraturan Pemerintah (PP), seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun, bahwa PP diterbitkan terlebih dahulu sebelum peraturan di bawahnya seperti Peraturan Menteri dan Peraturan Gubernur.
“Jadi menurut saya percuma gubernur membuat tim percepatan pembangunan, tapi malah membuat suatu produk hukum yang bertentangan dengan nilai kepatutan dan keadilan di masyarakat. Belum apa-apa sudah membuat gejolak, artinya kebijakan yang dikeluarkan tidak tepat,” katanya.
Untuk itu Farhat meminta Gubernur DKI Jakarta menunda implementasi Pergub 132 karena masih ada kekurangan disana-sini sehingga harus diperbaiki dan meminta masukan stakeholder terkait.
Apalagi kebijakan ini melibatkan jutaan penghuni rusun dan apartemen yang ada di DKI Jakarta.
Dan jika tetap dipaksakan penerapannya, ia khawatir akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang hanya ingin mengambil keuntungan sesaat.
“Intinya penghuni itu inginnya nyaman, bukan soal IPL mahal dan lainnya. Karena pengenaan IPL itu pasti sudah ada hitungannya,” katanya.
Sebelumnya, Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta juga meminta agar Gubernur Anies Baswedan segera menunda implementasi Pergub 132 untuk meredam konflik berkelanjutan.
Apalagi Pergub tersebut terbit tanpa ada PP sehingga bisa menjadi preseden buruk bagi sistem perundangan di Indonesia.
“Lebih baik ditunda dulu, secara hukum lemah, belum lagi implementasinya dilapangan malah bikin gaduh,” kata Ellyzabeth CH Mailoa, Anggota Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta yang membidangi pemerintahan, ketentraman dan ketertiban, hukum/perundang-undangan, perlindungan masyarakat, kesatuan bangsa dan politik itu.