TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perubahan zaman melalui arus deras teknologi dan informasi telah menggoncang tata nilai dan moral generasi muda (milenial).
Ironisnya, kemajuan teknologi dan informasi tidak hanya berdampak positif, tetapi memiliki dampak negatif yang luar biasa, terutama menyangkut sikap intoleransi dan radikalisme yang dapat mengarah pada terorisme.
Karena itu, generasi milenial harus terus diberikan pendidikan karakter untuk membentengi diri dari serangan hal-hal negatif di atas.
“Masa depan Indonesia berada di pangkuan generasi milenial. Dalam mencapai negara sejahtera, damai, adil, dan makmur sebagaimana diamanatkan konstitusi maka generasi milenial harus terus diberikan pengajaran tentang pendidikan karakter, baik wawasan kebangsaan maupun ideologi Pancasila,” ungkap pakar hukum Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH, MH, Selasa (30/4/2019).
Menurutnya, saat ini generasi muda senang melihat perubahan. Karena itu, perubahan yang cenderung negatif harus dieliminir, sementara perubahan yang positif harus digalakkan.
Dengan penguatan karakter, otomatis proses eliminasi pengaruh negatif ini akan berjalan baik sehingga generasi milenial bisa menilai mana yang harus diikuti dan mana yang harus dihindari.
Ia sepakat Hari Pendidikan Nasional (Hardikans), 2 Mei 2019, harus dijadikan momentum untuk menggelorakan penguatan karakter bangsa melalui pendidikan formal maupun non formal. Apalagi saat ini, bangsa Indonesia tengah menghadapi ancaman intoleransi, radikalisme,dan terorisme.
Karena itu, Syaiful menilai harus terus dilakukan inovasi dalam membangun generasi muda agar menjadi garda terdepan dalam membangun dan melindungi NKRI.
Ia mengapresiasi dengan langkah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan program duta damai dunia maya. Menurutnya, program itu sangat tepat untuk mencetak generasi muda sebagai duta perdamaian untuk melawan propaganda radikalisme dan terorisme di dunia maya.
“Duta damai dunia maya menjawab sebuah tantangan terkait radikalisasi di dunia maya. Utamanya inovasi dan kreatifitas melalui media siber sekaligus tonggak dalam perubahan menuju peradaban industri maupun pendidikan. Dengan inovasi dan kreativitasnya, generasi milenial bisa diandalkan untuk menghasilkan konten dan narasi damai,” paparnya.
Bahkan tidak hanya di Indonesia, lanjut Syaiful, BNPT telah melebarkan inovasinya dengan membentuk duta damai dunia maya Asia Tenggara.
Menurutnya, model duta damai dunia maya ini sangat tepat karena anak muda memiliki kreativitas untuk membantu program-program pencegahan dengan bisa langsung merespon apa yang terjadi di masyarakat dunia.
“Ini sangat efektif, apalagi dilakukan anak-anak muda atau generasi milenial maka kemudian embrio atau basic terorisme bisa keluar dari akarnya, lalu membangun bersama-sama beradaban yang lebih damai,” ungkap Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.
Syaiful menilai, salah satu efek negatif dari media sosial adalah masifnya kelompok radikal memanfaatkan untuk melakukan propanganda. Dan itu target penyebaran paham dan rekrutmen itu adalah generasi milenial.
Dengan demikian, penguatan karakter milenial harus terus dilakukan di berbagai lini, mulai dari keluarga, lingkungan, sekolah, maupun tempat umum.
“Seperti duta damai dunia maya, mereka ditanamkan wawasan kebangsaan, penguatan ideologi, dilatih membuat dan menyebarkan konten damai. Intinya kalau pikiran dan jiwa anak muda dikuasai hawa damai, hawa NKRI, maka aspek negatif berupa intoleransi, radikalisme, dan terorisme, akan hilang,” jelasnya.