News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penggusuran di Bekasi Sempat Ricuh, Enam Orang Diamankan

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Alat berat yang dikerahkan Pemkot Bekasi saat melakukan pembongkaran bangunan di lahan milik PUPR di Jalan Jalan Bougenville Raya RT 001, RW 011, Kelurahan Jakasampurna, Bekasi Barat, Kota Bekasi, Kamis (25/7/2019)

TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Sempat terjadi bentrokan antara warga dengan Satpol PP saat proses penertiban bangunan di Jalan Bougenville Raya RT 001, RW 011, Kelurahan Jakasampurna, Bekasi Barat, Kota Bekasi.

Sejumlah warga yang bermukim di kawasan tersebut menolak aparat yang hendak membongkar bangunan.

Penggusuran ini dilakukan untuk menyelamatkan aset negara dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun warga berdalih sebelum pembongkaran terjadi, sosiliasi minim dilakukan.

Ricky Pakpahan salah satu perwakilan warga mengatakan, selama ini warga telah mendiami lahan yang berada di bantaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Jatiluhur.

"Enggak ada sosialisasi sama sekali, surat pemberitahuan keluar cuma tiga minggu sebelum dibongkar," kata Ricky kepada wartawan, Kamis (25/7/2019).

Dengan dibantu mahasiswa sejumlah aliansi organiasi masyarakat, warga menolak proses penggusuran yang dilakukan Pemerintah Kota Bekasi. Ratusan petugas dari Pol PP, Polres Metro Bekasi serta Dishub Kota Bekasi diterjunkan untuk pengamanan proses penggusuran.

Ketegangan sempat terjadi, situasi memanas ketika petugas meminta warga segera membuka jalan untuk kendaraan alat berat yang hendak membongkar bangunan rumah.

Yakub Kasi Ketentranan Ketertiban Umum Masyarakat Pol PP Kota Bekasi mengatakan, kericuhan kecil sempat terjadi ketika sejumlah warga menolak.

Sebanyak enam orang dari pihak warga yang diamankan lantaran dianggap melawan petugas.

"Ada enam orang dari mahasiswa yang diamankan, langsung dibawa ke Polres Metro Bekasi Kota untuk dimintai keterangan," jelas dia.

Setelah kejadian itu, situasi mulai mencair, alat berat mukai masuk dan proses pembongkaran dilajukan.

Ashari Kepala Bidang Pengendalian Ruang Dinas Tata Ruang Kota Bekasi mengatakan, ada sebanyak 57 bangunan yang diamankan disepanjang DAS Jatiluhur di Jalam Bougenvil Jakasampurna Bekasi Barat.

"Jadi tujuan dari penertiban bangunan ini untuk pengamanan aset negara dan optimalisais DAS Jatiluhur, luas lahan 9700 meter persegi," jelas dia.

Warga Duga Ada Diskriminasi Pengusuran

Pemerintah Kota Bekasi melakukan penggusuran bangunan yang berdiri di lahan milik Kemeterian PUPR di Jalan Jalan Bougenville Raya RT 001, RW 011, Kelurahan JakasampurnaBekasi BaratKota Bekasi, Kamis (25/7/2019).

Penolakan sempat terjadi ketika petugas Satpol PP dan Polres Metro Bekasi Kota mulai mengarahkan alat berat ke pemukiman warga.

Mereka berdalih kurang mendapatkan sosialisasi serta diperlakukan diskriminasi oleh pemerintah.

Kuasa Hukum warga, RA Siregar mengatakan, selama ini pola sosialisasi dilakukan tanpa adanya akses yang jelas.

Sehingga tidak seluruh warga mengetahui apakah rumahnya terkena dampak penggurusan atau tidak.

"SP (Surat Peringatan)-nya tidak door-too-door, SP 1,2,3 ditumpuk disatu titik sehingga ada yang sampai (ke warga) ada yang tidak," kata RA Siregar, Kamis (25/7/2019) di lokasi penggusuran.

Selain itu, pemerintah juga dinilai diskrimnatif.

Opini ini muncul dibenak warga ketika melihat dilahan yang sejajar dengan pemukiman warga korban penggusuran berdiri sebuah perumahan Casa Alaia Residence.

"Tidak ada sosialisasi yang cukup, kami lihat ada diskriminasi, titik perumahan Casa Alaia yang harusnya dibongkar tidak dibongkar, tapi perumaham warga yang di sepadan (Bantaran Daerah Aliran Sungai Jatiluhur) yang sama dibongkar," ungkapnya.

Pihak warga juga mempertanyakan alasan pembongkaran bangunan untuk keperluan normalisasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Jatiluhur.

"Itu Casa Alaia ada jembatan masuk perumahan, terlepas dari itu, alasan yuridis pembongkaran versi camat adalah normalisasi kali. Pertanyaannya, normalisasi dua sisi dong, misal lebar dari bibir sungai 7,5 meter kiri dan kanan. Sementara yang kena bongkar 57 KK adalah sisi kanan sungai, ini yang kita kritik dari aspek keadilan," jelas dia.

Proses pembongkaran bangunan milik warga di Perum Bumi Rawa Tembaga Jalan Bougenville Raya RT 001, RW 011, Kelurahan Jakasampurna, Bekasi Barat, Kota Bekasi, pada Kamis (25/7/2019). (TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar)

Penjelasan Dinas Tata Ruang

Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi berdalih, telah melakukan sosialisasi selama kurang lebih 28 hari sebelum eksekusi pembongkaran bangunan di lahan milik Kemeterian PUPR di Jalan Bougenville Raya RT 001, RW 011, Kelurahan JakasampurnaBekasi BaratKota Bekasi.

Kepala bidang pengendalian ruang Distaru Kota Bekasi, Ashari mengatakan, pihaknya sebelum eksekusi yang dilakukan hari ini, Kamis (25/7/2019), sebanyak tiga kali surat peringatan dilayangkan kepada warga disampaikan melalui kelurahan dan kecamatan.

"SP (surat peringatan) tiga kali, SP pertama 12 Juni 2019, SP kedua 2 juli 2019 dan SP ketiga 9 Juli 2019, lalu surat perintah bongkar kita beritahukan 16 Juli 2019 hari ini eksekusi," kata Asahari, Kamis (25/7/2019).

Pemkot Bekasi selama ini sudah optimal melakukan sosialisasi, bahkan jika dibanding dengan undang-undang yang ada, jangka waktu yang diberikan warga justru lebih panjang.

"SP1,2,3 sesuai perda nomor 4 tahun 2017 untuk tanah negara dipastikan boleh dilakukan satu kali peringatan dan dilakukan eksekusi dalam 7 hari," ungkapnya.

Namun jika menurujuk pada peraturan itu, Pemkot Bekasi tetap ingin memikirkan aspek kemanuasiaan warga yang mendiami lahan.

"kita sudah evaluasi denagn sudat pandang unsur kemanusiaan dalam 3 kali SP dan kemudian ada 1 kali peringatan untuk membongkar sendiri, artinya 28 hari dibandingkan 7 hari (Perda) ini Pemkot Bekasi sudah optimal untuk memberikan kebijakan," jelas dia.

Ashari menyebutkan, ada sebanyak 57 bangunan yang digusur di lahan seluas 9700 meter. Bangunan ini terdiri dari bangunan semi permanen dan permanen.

Tujuan penggusuran ini adalah untuk pengamanan aset milik Kemeterian PUPR serta untuk optimalisasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Jatiluhur.

"Keberatan warga itu bagian dr catatan kami. Kami silahkan menempuh jalur yang di anggap sesuai dengan apa yang menjadi regulasi," tandasnya.

Nenek Atih Kebingungan

Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi melakukan penertiban bangunan yang berdiri di lahan milik Kementerian PUPR di Jalan Bougenville Raya RT 001, RW 011, Kelurahan JakasampurnaBekasi BaratKota Bekasi.

Penggusuran ini sempat ditolak warga lantaran Pemkot dinilai minim sosialisasi, sejumlah warga kebingungan ketika rumah mereka terpaksa harus dikosongkan serta diratakan dengan tanah.

Atih (71) salah satunya, nenek yang sudah tinggal 32 tahun di lahan milik Kemeterian PUPR ini kebingungan ketika petugas dari Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi memerintahkan dia agar segera mengosongkan rumahnya.

Sambil menentang tas, Nenek Atih didampingi cucuknya memeriksa kembali barang-barang di dalam rumah telah diangkut keluar.

Sebab, suara gaduh alat berat yang tengah membongkar bangunan kian dekat dengan rumah tinggal.

"Belum tahu katanya mau dipindah ke Rusun (Rumah Susun), tapi nenek bingung dimana itu enggak tahu," kata Atih kepada TribunJakarta.com, Kamis (25/7/2019).

Nenek Atih korban penggusuran lahan milik PUPR di Jalan Bougenville Raya RT 001, RW 011, Kelurahan Jakasampurna, Bekasi Barat, Kota Bekasi. (TribunJakarta/Yusuf Bachtiar)

• VIDEO Pemilik SUV Lexus Tak Terima Mobilnya Diderek karena Parkir Sembarangan di Pasar Pagi Tambora

• Musim Kamarau, Warga Tangerang Gali 100 Meter Tetap Tidak Keluar Air

• Hari Terakhir, Jumlah Peserta Kunjung Museum dan Destinasi Wisata di Jakarta Timur Meningkat

• BNN Sita Rp 60 Miliar Aset Bandar Narkoba, Mayoritas dari Jaringan Lapas Tanjung Gusta

Atih saat dijumpai mengaku tidak pernah tahu menahu rumah yang sudah didiaminya selama puluhan tahun akan terkena gusur.

Sebab, dia merupakan warga pertama yang mendiami lahan samping Daerah Aliran Surangai (DAS) Jatiluhur tersebut.

"Saya dulu cuma sendiri disini belum ada orang, temanya sama hantu, binatang-binatang, karena dulu ini rawa," ungkap dia.

Awal mula dia menempati lahan itu ketika alhamrhum suaminya yang bekerja di Kemeterian PUPR sebagai supir diberikan wewenang mendiami lahan.

"Disuruh jaga lahan disini, makanya dulu cuma sendirian, tapi lama kelamaan kita enggak tahu orang dari mana pada dateng kesini ikut bangun rumah," jelas dia.

Atih tinggal di rumah semi pemanen, posisi sagat dekat dengan DAS Jatiluhur.

Setiap hari dia bekerja berjualan jamu, selama tinggal di rumah itu, dia mengaku tidak pernah memegang sertifikat atas penggunaan lahan atau semacamnya.

"Tinggal disini aja, karena suami dulukan emang dibolehin, enggak pernag bayar pajak, bangun sendiri dulu rumahnya," jelas dia.

Wanita tua ini berharap pemerintah daerah dapat memberikan tempat tinggal pengganti yang layak untuknya.

Adapun infomasi akan direlokasi ke rumah susun masih simpang siur lantaran dia takut jika harus dibebani biaya sewa.

"Saya udah tua, jualan jamu juga udah jarang, anak juga pada pengangguran, dua lagi sakit enggak bisa ngapa-ngapain," jelas dia.

 Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul : Penertiban Bangunan di Bekasi Ricuh, 6 Orang Diamankan Hingga Nenek Atih yang Kebingungan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini