TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Brigadir RT telah menjalani pemeriksaan kejiwaan atau psikologis pasca penembakan terhadap Bripka RE di Polsek Cimanggis. Namun kepolisian masih menunggu hasilnya dua pekan ke depan.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan hasil kejiwaan seseorang disebut dapat dipertanggungjawabkan dan dinilai komprehensif apabila keluar setelah 14 hari.
"Hasil psikologis seseorang butuh waktu 14 hari observasinya. Seperti tersangka yang kecelakaan Cipali, kemudian tersangka perempuan bawa anjing itu 14 hari observasinya. Biar hasilnya komprehensif dan bisa dipertanggungjawabkan," ujar Dedi, DI Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (29/7/2019).
Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu menyebut ada tahapan dalam memeriksa kejiwaan seseorang. Hasil pemeriksaan kejiwaan pun bisa saja dilakukan secara cepat, akan tetapi hasilnya tentu juga tidak akan komprehensif.
Baca: Anggota KPPS Jadi Saksi PBB, Hakim MK: Anda Sama Saja Kritik Pekerjaan Sendiri
Ia juga mengatakan kepolisian telah dilakukan pemeriksaan urin kepada Brigardir RT. Namun hasil pemeriksaan urin tersebut belum diketahui oleh jenderal bintang satu tersebut.
"(Ya, tes urin) Semuanya dilakukan kesehatan fisik dan psikologis dilakukan. (Hasil urin) Belum dapat saya, nanti saya tanyakan," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Brigardir RT telah ditahan oleh kepolisian di Polda Metro Jaya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang menewaskan Bripka RE.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan yang bersangkutan dikenakan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Brigardir RT pun terancam hukuman bui selama 15 tahun.
Baca: Demi 5 Anaknya, Mantan Istri Opick Kini Jual Baju Online untuk Menyambung Hidup
"Brigadir RT sudah ditetapkan menjadi tersangka dan sudah ditahan di Polda Metro Jaya atas dasar kasus pembunuhan sebagaimana Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara," ujar Asep, ketika dikonfirmasi, Sabtu (27/7/2019).
Sebelumnya diberitakan, Mabes Polri menyampaikan bahwa kasus penembakan oleh Brigardir RT yang menewaskan Bripka RE di Polsek Cimanggis terjadi karena adanya salah paham. Selain itu, memanasnya situasi menjadi faktor lain.
"Di kasus ini terjadi karena ada sebuah komunikasi yang berujung kepada salah paham dan memanas situasinya," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (26/7/2019).
Ia menjelaskan awal mulanya Bripka RE mengamankan satu orang pelaku tawuran yang membawa celurit bernama Fahrul. Kemudian sesuai prosedur, Bripka RE menyerahkan pelaku ke polsek setempat, dalam hal ini Polsek Cimanggis.
Ketika sedang melakukan upaya memproses dengan laporan polisi, datanglah orangtua korban bernama Zulkarnaen yang didampingi anggota Polri Brigadir RT.
"Ada permintaan dari Brigadir RT ini kepada Bripka RE supaya urusan Fahrul ini diserahkan kepada keluarganya untuk dibina. Tetapi Bripka RE ini sebagai pelapor mengatakan karena ini ada barbuk celurit. Obrolan itu menjadi obrolan yang memanas, karena Bripka RE inginnya (masalah ini) diproses," kata dia.
Asep mengatakan Brigardir RT kemudian keluar dari ruangan SPKT, yang ternyata mempersiapkan senjata untuk menembak Bripka RE.
"Dari sembilan (peluru) yang ada di magasin, tujuh peluru ditembakkan kepada tubuh Bripka RE ini. Kemudian hasil pendalaman kita terhadap korban, dinyatakan meninggal pada saat itu juga," tukasnya.