News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Demo Tolak RUU KUHP dan KPK

Kronologi Meninggalnya Demonstran di Kawasan Slipi, Sang Ibu Curiga Banyak Memar di Tubuh Anaknya

Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Miftah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Maspupah saat ditemui di rumahnya, Kamis (3/10/2019).

Berikut kronologi meninggalnya demonstran di kawasan Slipi pada Rabu (25/9/2019). Sang ibu sempat curiga karena banyak memar di tubuh anaknya.

TRIBUNNEWS.COM - Seorang demonstran bernama Maulana Suryadi (24) meninggal.

Ia meninggal saat terlibat dalam aksi demo di kawasan Slipi, Rabu (25/9/2019) malam.

Dilansir Kompas.com, ibu Maulana, Maspupah (50) menceritakan kronologi pada malam anaknya berangkat ke lokasi.

Menurut Maspupah, pria yang biasa dipanggil Yadi itu tak seperti biasanya.

Baca: Demonstran Blokade Jalan di Kawasan Semanggi, Bakar Barrier Oranye dan Lempari Mobil Barracuda

Baca: Mahasiswa UHO Tewas Saat Demo, Video Tangis Pilu Ayah Randy yang Teriak: Kalian Apakan Anakku?

Dengan sedikit manja, Yadi memijit-mijit punggung ibunya yang sedang rebahan di depan televisi.

Sembari memijit, pria 24 tahun tersebut memohon-memohon kepada sang ibu untuk mengizinkan menonton demonstrasi di sekitar gedung DPR, Jakarta, malam itu.

"Iya minta izin katanya mau demo. 'Ngapain demo, nggak ada kerjaan demo-demo,' kata saya," ujar Maspupah saat ditemui di rumahnya di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (3/10/2019).

Namun, himbauan sang ibu tidak dipedulikannya.

Yadi tetap ingin ikut demonstrasi yang malam itu tengah dalam kondisi rusuh.

Dengan izin yang setengah direstui ibu, dia berangkat.

Sebelum berangkat, Yadi mencium tangan ibunya dua kali.

Maspupah mengaku, perilaku anak pertamanya itu tampak aneh.

Yadi kemudian menuju jembatan Slipi, Jakarta Barat.

Tidak ada firasat aneh yang dirasa Maspupah kala itu.

Namun, siapa sangka, tangannya tidak akan dicium sang anak lagi.

Begitu pula dengan pijatan di punggung.

Keesokan harinya, rumah Maspupah didatangi delapan polisi.

Mereka membawa kabar duka tersebut.

Tangis Maspupah pecah di kontrakan tempat mereka tinggal.

Badannya lemas hingga akhirnya pingsan.

Para polisi itu kemudian mengajak Maspupah melihat jenazah Yadi di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

Dalam perjalanan, Maspupah heran ketika polisi malah mampir ke rumah makan untuk mengisi perut.

Dia tidak habis pikir, pada saat seperti itu, polisi masih memikirkan urusan perut.

"Polisi ngajak makan dulu. Saya sempat ditawari makan. Nggak ah makasih sudah kenyang," ucap Maspupah.

Ketika sampai ke rumah sakit, tangis Maspupah makin pecah kala melihat wajah anaknya.

Maspupah saat ditemui di rumahnya, Kamis (3/10/2019). (Kompas.com/Walda Marison)

Tubuh Yadi kaku dan membiru.

Saat itu, Maspupah diminta menandatangani surat oleh polisi.

Dia tidak ingat jelas isi suratnya.

Namun, yang dia ingat surat itu berisi keterangan bahwa Yadi meninggal karena asma.

"Isi suratnya bilang kalau Maulana Suryadi kena gas air mata dan asma," kata dia.

Maspupah mengaku, Yadi memang punya latar belakang asma.

Dia kemudian meminta anak perempuanya yang mengurus surat tersebut lantaran kondisinya masih dalam keadaan tidak stabil.

Tidak hanya itu, Maspupah juga dipanggil kedalam kamar oleh seorang polisi.

Polisi tersebut memberikan amplop dengan uang sebesar Rp 10 juta kepada Maspupah.

Maspupah berkesimpulan, itu merupakan uang duka.

Mengingat penghasilannya sebagai juru parkir di Tanah Abang tidak cukup untuk membiayai proses pemakaman, maka uang itu diambil Maspupah.

Jenazah kemudian dipulangkan ke rumah untuk dimandikan dan disalatkan.

Ada Memar-memar di Tubuh Yadi

Kecurigaan mulai muncul ketika Maspupah mengamati betul-betul tubuh Yadi.

Banyak luka pukul di bagian belakang tubuh Yadi.

Darah kerap keluar dari kuping dan hidung.

Memar-memar di tubuh Yadi menimbulkan kecurigaan.

Ia menduga Yadi bukan meninggal karena asma, tetapi karena dipukuli.

Dia pun geram, kesal dan sedih karena melihat keadaan tersebut.

Ingin mencari keadilan, tetapi sadar dia bukan siapa-siapa dan tidak tahu harus menuntut kemana.

"Saya nggak terima kalau anak saya dipukulin sampai meninggal. Dunia akhirat saya nggak terima. Tapi kalau anak saya meninggal karena penyakit dan kehendak Allah, saya ikhlas," kata dia sambil menunjuk-nunjuk langit dengan nada sedikit keras.

Darah terus saja mengucur.

Hingga dimakamkan pun, darah masih memenuhi kain kafan di bagian kepala Jenazah.

Tidak ada seorang polisi pun yang datang ke pemakaman Yadi, bahkan hingga saat ini.

Seakan tidak ada yang mau menjelaskan ke Maspupah tentang keadaan yang sebenarnya.

Maspupah dibiarkan kehilangan sang putra dengan ribuan tanda tanya.

Bukan hanya tanda tanya besar, beban Maspupah semakin berat.

Janda beranak empat ini harus jadi tulang punggung keluarga pascakepergian Yadi.

Dia juga harus mengurusi keluarga Yadi.

Pasalnya, Yadi sudah memiliki dua anak berusia empat dan dua tahun.

"Kalau maling, copet, nggak apa-apa dipukulin. Anak saya kan nonton demo, bukan maling," ujar Maspupah.

Bantahan Polisi

Tim Forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati sebelumnya memastikan tak ada tanda kekerasan pada jasad Yadi.

"Tidak ada faktor kekerasan pada jasad korban saat kami terima di kamar mayat," kata Kepala Instalasi Forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Kombes Pol Edi Purnomo di Jakarta, Kamis (3/10/2019) sore.

Satu-satunya petunjuk saat proses otopsi di tubuh korban berada pada pembengkakan pembuluh darah di bagian leher.

"Tapi memang ada pembesaran pembuluh darah di leher. Itu biasanya terjadi pada orang yang mengalami sesak nafas," katanya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan seorang pedemo tewas saat demonstrasi yang berujung kerusuhan di sekitar Gedung DPR pada pada Rabu (25/9).

Tito menegaskan, pedemo yang tewas itu bukan dari kalangan pelajar dan mahasiswa, tetapi kelompok perusuh.

Kapolri juga menambahkan, penyebab kematian korban bukan karena tindakan represif dari aparat yang menangani aksi massa rusuh.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Malam Terakhir Maulana Suryadi hingga Tewas di Tengah Kerusuhan di Sekitar DPR"

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini