Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polres Kota Bandara Soekarno-Hatta mencokok Nur Fadlianto (32) pembuat dan penjual dokumen palsu seperti SIM, KTP, dan SKCK.
Selain mencokok penjual, polisi juga mencokok lima pelanggan dokumen palsu tersebut.
Mereka di antaranya Ali Al Arif (29), Andris Saputra (36), Ismail Rosyatnur (33), Mochamad Haerudin (29), dan Sutrisna alias Utis (32).
"Mereka menggunakan dokumen palsu untuk mendaftar dan membuat akun layanan antar online GoCar," ujar Kapolres Kota Bandara Soearno-Hatta AKBP Arie Ardian dalam keterangan tertulis, Rabu (9/10/2019).
Nur memasarkan dokumen palsu tersebut melalui media sosial dengan harga Rp 800 ribu.
Baca: KPK: Sumber Gratifikasi Pejabat Pemkab Subang di Antaranya Berasal dari Pungutan CPNS
Pelaku sudah membuka jasa pemalsuan tersebut sejak Maret 2019.
Nur Fadlianto ditangkap polisi pada September 2019.
Arie menyebut Nur belajar membuat dokumen palsu secara mandiri.
Sekali dapat pesanan dirinya mendapat keuntungan sebesar Rp 500 ribu.
Nur membuat KTP dan SIM palsu dari data KTP dan SIM asli yang didapat dari tersangka K yang merupakan copet.
Baca: Duel Persib vs Persebaya Potensial Ditunda, Ini Kata Umuh Muchtar
Saat ini K masih buron.
Polisi juga menangkap Hendra Alkhabiiru yang menjadi perantara penjualan barang ilegal tersebut.
"SIM dan KTP berubah data menjadi data yang diinginkan para tersangka dengan cara menggosok sampai halus salah satu sisi (menggunakan amplas) dari SIM atau KTP yang diperoleh tersangka 1 (Nur) dari DPO atas nama K untuk kemudian dicetak ulang," tutur Arie.
Polisi mengamankan Nur dan enam pelanggannya dengan barang bukti berupa puluhan KTP dan SIM diduga palsu, dan belasan SKCK diduga palsu.
Baca: Terpilih Secara Aklamasi, Raja Sapta Oktohari Siap Emban Tugas Sebagai Ketua Umum KOI
Aparat juga diamankan alat-alat untuk memalsukan seperti printer, bahan baku kertas dokumen, dan cairan pembersih baju.
Atas perbuatannya itu Nur dan para pelanggannya dijerat dengan pasal 263 dan atau pasal 264 KUHP. Mereka terancam hukuman delapan tahun penjara.