TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebutkan, akan segera mengumumkan dan menetapkan upah minimum provinsi dalam waktu dekat.
"Tanggal 1 november," ucap Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta Andri Yansah, Senin (28/10), seperti dilansir Tribun dari Kontan, dengan judul Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera menetapkan UMP 2020.
Andri mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan pembahasan internal Pemprov untuk segera dibuatkan Peraturan Gubernur.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bilang, penetapan UMP DKI Jakarta mengarah pada keputusan pemerintah yang menaikkan UMP 8,51% dari UMP 2019.
Ia bilang, kenaikan UMP ini akan dibarengi dengan pemberian kartu pekerja yang diperuntukkan bagi pekerja yang memiliki gaji maksimal 10 persen lebih besar dari UMP.
Hal itu agar pekerja dapat membeli harga pangan lebih murah, gratis menggunakan transjakarta, dan agar anak-anak pekerja dapat kartu jakarta pintar (KJP) plus.
Sebagai informasi, dewan pengupahan DKI Jakarta yang terdiri dari pekerja, pengusaha dan pemerintah telah melakukan pembahasan besaran jumlah UMP.
Unsur pengusaha dan pemerintah mengusulkan agar kenaikan UMP berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yakni naik 8,51 persen dari UMP 2019. Artinya, jika UMP DKI Jakarta saat ini Rp 3.940.973, mengusulkan menjadi Rp 4.276.349.
Sedangkan serikat pekerja mengusulkan kenaikan agar UMP 2020 menjadi Rp 4,6 juta yang mempertimbangkan pada kebutuhan hidup layak, pertumbuhan ekonomi dan kenaikan inflasi.
Tolak Kenaikan Upah
Sebelumnya, rencana formulasi kenaikan upah minimum buruh sebesar 8,51 persen pada tahun depan menuai pertentangan dikalangan serikat buruh.
Mereka mendesak kenaikan upah harus didasarkan dari survei kebutuhan hidup layak (KHL).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqal memastikan, serikat buruh akan menolak kenaikan upah minimum sebesar 8,51 persen sebagaimana yang disebutkan dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan.
Sebab, kata dia, kenaikan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015) yang selama ini ditolak oleh buruh Indonesia. Padahal, aturan PP 78/2015 selama ini didesak untuk adanya revisi.
Baca: Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jambi Dipanggil KPK Terkait Suap Ketuk Palu