TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anaknya tidak naik kelas, seorang ibu melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kasus ini terjadi di SMA Kolese Gonzaga di Jalan Pejaten Barat Kelurahan Ragunan Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Seorang ibu bernama Yustina Supatmi melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena sang anak tidak naik ke kelas XII.
Dilansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (SIPP PN Jaksel), Yustina resmi mendaftarkan perkaranya tanggal 1 Oktober 2019.
Berdasarkan informasi perkara yang dipublikasi tersebut, perkara itu mengantongi nomor 833/Pdt.G/2019/PN JKT.SEL.
Yustina mengguat Kepala Sekolah SMA Kolese Gonzaga, Pater Paulus Andri Astanto.
Selain itu, ikt digugat pula Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Himawan Santanu Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Gerardus Hadian Panomokta dan guru Sosiologi Kelas XI, Agus Dewa Irianto.
Bahkan Kepala Dinas Pendidikan Menengah Dan Tinggi Provinsi DKI Jakarta juga menjadi pihak yang turut tergugat.
Setelah didaftarkan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, mengabulkan gugatan Yustina untuk disidangkan.
Dalam petitum atau pokok tuntutannya, Yustina dan kuasa hukumnya menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap penggugat.
Keputusan para tergugat bahwa anak penggugat yang tidak berhak melanjutkan proses belajar ke jenjang kelas 12 SMA Kolese Gonzaga adalah cacat hukum.
Selain itu, menyatakan anak penggugat memenuhi syarat dan berhak untuk melanjutkan proses belajar ke jenjang kelas 12 di SMA Kolese Gonzaga.
Tidak hanya itu saja, Yustina dalam tuntutannya juga menghukum para tergugat untuk membayar ganti rugi secara tanggung renteng kepadanya.
"Ganti rugi materiil sebesar Rp. 51.683.000,- (Lima puluh satu juta enam ratus delapan puluh tiga ribu rupiah)," ujar Yustina dalam gugatannya.
"Ganti rugi immateril sebesar Rp.500.000.000.-(Lima ratus juta rupiah)," sambungnya.
"Menyatakan sah dan berharga sita jaminan terhadap aset para tergugat berupa tanah dan bangunan Sekolah Kolese Gonzaga Jalan Pejaten Barat 10A, Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, dan atau harta kekayaan PARA TERGUGAT lainnya baik benda bergerak dan atau benda tidak bergerak lainnya yang akan disebutkan kemudian oleh PENGGUGAT," lanjutan.
"Menghukum TURUT TERGUGAT untuk tunduk dan patuh terhadap putusan perkara ini; Menghukum PARA TERGUGAT untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini," tandasnya.
Kasus ini juga telah menjalani sidang pertamanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari Senin (28/10/2019).
Tim TribunJakarta.com kini masih menelusuri penyebab anak Yustina Supatmi tidak naik kelas XII SMA Kolese Gonzaga.
• Viral Video Teknisi Tersetrum di Atap Bilik ATM, Korban Jatuh Terpental, Polisi Masih Selidiki
Susah Dibina, Puluhan Siswa Tak Naik Kelas
Di wilayah lainnya, kabar mengejutkan datang dari dunia pendidikan di Kabupaten Sarolangun.
Pasalnya, pada akhir tahun ajaran 2018/2019 ini puluhan siswa di sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) Kabupaten Sarolangun tinggal kelas.
Usai menjalani kegiatan belajar mengajar (KBM) serta ujian kenaikan kelas dan tiba saatnya penerimaan laporan hasil belajar (LHB).
Ada sebanyak 28 siswa SMAN 1 Sarolangun tidak naik kelas lantaran tidak memenuhi syarat.
Kepala SMAN 1 Sarolangun, Alhuri Ahmad mengungkapkan, siswa SMAN 1 Sarolangun yang dinyatakan tidak naik kelas kurang lebih dua puluhan orang.
Dimana siswa tersebut terdiri dari siswa kelas X dan kelas XI.
"Siswa tersebut tidak naik kelas karena dinilai tidak memenuhi kriteria kenaikan kelas dan itu memang hasil dari pembelajaran siswa tersebut," ujarnya.
Menurutnya banyak hal yang dinilai terkait kriteria agar siswa bisa naik kelas, juga ada item-item yang harus dipenuhi oleh siswa, diantaranya, pengetahuan, sikap dan kehadiran serta pengetahuan pun ada pula pedomannya.
Ditambahkan Alhuri Ahmad,jika pihaknya sudah berupaya melakukan pendekatan dan pembinaan kepada siswa tersebut akan tetapi itulah hasilnya.
Dan apa yang sudah dilakukan sekolah dengan segala upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, agar siswa yang tidak memenuhi kreteria bisa dinaikkan akan tetapi memang belum memenuhi standar.
"Kita sudah adakan rapat bersama majelis guru, tapi itulah hasilnya," pungkasnya.
Hal yang sama juga ada belasan siswa SMA N 7 Sarolangun tinggal kelas.
Pihak sekolah SMA rujukan itu mengaku ada lebih dari sepuluh orang terdiri dari kelas X dan XI tidak naik kelas.
"Ada 16 orang," ujar kepala sekolah SMA N 7 Sarolangun Fatimah melalui Wakil Kepala sekolah Rahma, Minggu (30/6/2019).
Belasan siswa yang tak naik kelas yakni terdiri dari Kelas X sebanyak 10 siswa, kelas XI sebanyak 6 siswa.
Penyebab para murid ini tak naik kelas karena anak tersebut tidak bisa lagi dibina di sekolah tersebut.
Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan siswa tersebut tinggal kelas.
Seperti mata pelajaran yang tidak tuntas, sering Alfa dan terlambat.
Pihak sekolah sudah mengupayakan untuk melakukan pembinaan, dibimbing oleh guru, wali kelas, Bimbingan Konseling (BK), wakasis dan kepala sekolah, hanya saja para siswa tersebut tidak menunjukkan perubahan.
"Jadi mereka tidak memenuhi kriteria kenaikan kelas," katanya
Pihaknya menyebut jika mereka siswa yang tidak naik kelas tersebut bisa naik kelas dengan catatan harus pindah sekolah.
"Mereka bisa naik kelas, cuma harus pindah sekolah," ujarnya.
Karakter Siswa Bisa Sebabkan Tak Naik Kelas
Pelaksanaan ujian kenaikan kelas bagi siswa SD dan SMP di Kabupaten Batanghari tahun pelajaran 2018/2019 sudah dimulai sejak Senin (17/6/2019) lalu.
Ujian ini akan berlangsung seminggu ke depan dan di akhiri dengan penerimaan rapor kepada setiap siswa.
Untuk tingkat SD siswa harus mengikuti ujian dengan jumlah sembilan mata pelajaran, sedangkan pada tingkat SMP ada 10 mata pelajaran.
"Setelah ujian selesai siswa akan kembali diliburkan selama dua minggu," ujar Kabid Dikdas Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Batanghari Zulfadli, saat dikonfirmasi, Rabu (18/6) via ponselnya.
Dipaparkan Zulfadli, ujian kenaikan kelas semestinya siswa tidak ada yang tinggal kelas dengan mengesampingkan nilai siswa (ilmu pengetahuan) dengan nilai rendah diperbaiki. Tapi tidak untuk nilai pendidikan karakternya.
"Jika karakter siswanya buruk siswa tersebut bisa saja tidak naik kelas, dengan alasan, seperti tidak disiplin, membangkang (melawan guru) dan sikap lainnya,” jelasnya.
• Kisah Misriyani Ilyas yang Menangis Dipecat Gerindra Sehari Sebelum Pelantikan Anggota DPRD
Jumlah siswa tidak naik kelas di tingkat SD dan SMP di Kabupaten Batanghari sebenarnya pada tahun lalu memang minim. Diperkirakan hanya ada 0,1 persen siswa yang tidak naik kelas dari 33 ribu siswa.
Hal itu dikarenakan, siswa ada yang tidak ikut ujian atau hanya namanya saja yang ada namun siswanya tidak ada tanpa keterangan, dan termasuk sikap buruk yang membuat tidak naik kelas.
Disdikbud juga menyarankan dan menghimbau kepada orang tua agar dapat menerima hal itu. Tidak hanya itu siswa juga akan diberikan pembinaan lebih lanjut, untuk merubah karakter siswa tersebut lebih baik lagi.
"Kita minta kepada sekolah dapat berkonsultasi ke orang tua murid untuk diberi pemahaman jika terdapat penilaian anak terhadap pendidikan sikap yang tidak baik ini," jelasnya.
Dia juga mengarahkan dalam penilaian, guru dapat memperhatikan nilai akhlak, sikap dan pengetahuan. Sesuai dengan permendikbud penilaian siswa.
"Kriteria penilaian pada pendidikan karakter ini," cetusnya.
Terpisah Kepala Disdikbud Batanghari Dra Jamilah sebelumnya memaparkan, aspek dinyatakan naik dan tidak naik kelasnya siswa ada dua penilaian, pertama penilaian pengetahuan, kedua penilaian karakter.
"Pintar tapi sikapnya buruk, siswa tersebut tidak dinaikan kelas," cetus Jamilah.
Sesuai dengan Permendikbud 17 tahun 2017, penilaian kenaikan kelas untuk Ilmu pengetahuan dikesampingkan untuk syarat kenaikan kelas namun yang diutamakan pendidikan karakternya baik. (*)
Penulis: Suharno