TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik anggaran sejumlah pengadaan yang bernilai fantastis di dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) masih terus bergulir.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Sri Mahendra Satria Wirawan mengundurkan diri dari jabatannya.
Pengunduran diri Kepala Bappeda ini disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam konferensi pers di Balairung, komplek Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat.
• Sebut Sistem e-budgeting Berjalan Baik Saat Jadi Gubernur, Ahok: Pak Anies Terlalu Over Smart
"Ini adalah sebuah sikap yang perlu dihormati dan dihargai, ketika memberi kesempatan kepada yang lain ketika mementingkan organisasi diatas dirinya," ucapnya, Jumat (1/11/2019).
Sementara itu, dengan suara berat, Mahendra menyebut, dirinya mengundurkan diri agar kinerja Bappeda bisa ditingkatkan.
"Seperti kita ketahui situasi dan kondisi saat ini yang membutuhkan kinerja Bappeda lebih baik lagi. Saya mengajukan permohonan untuk mengundurkan diri dengan harapan agar akselerasi Bappeda dapat ditingkatkan," ujarnya di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat.
Seperti diketahui, sejumlah anggaran yang diajukan Pemprov DKI sempat mendapat sorotan tajam dari Fraksi PSI DPRD DKI.
Salah satunya soal anggaran pengadaan lem aibon sebesar Rp 83,8 triliun yang diajukan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Hal ini pertama kali diungkapkan oleh anggota DPRD DKI Fraksi PSI William Aditya Sarana yang diunggah di beberapa media sosial pribadi miliknya.
Dalam postingannya di akun facebook miliknya, William sangat heran lantaran Disdik DKI membeli lem aibon untuk 37.500 murid di Jakarta.
Ia pun menyebut Pemprov DKI akan memberikan dua kaleng lem aibon ke pelajar SD setiap bulannya.
"Kami menemukan anggaran yang cukup aneh lagi yaitu pembelian lem aibon sebesar 82 milliar lebih oleh Dinas Pendidikan. Lem aibon itu dibeli untuk 37500 murid di DKI Jakarta," tulis William.
"Artinya Dinas Pendidikan mensuplai 2 kaleng lem Aibon per murid setiap bulanya. Buat apa murid-murid kita disuplai 2 kaleng lem aibon tiap bulannya?," tambahnya.
Tak sampai di situ, ia pun turut menyoroti anggaran pengadaan bolpoin oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang mencapai Rp 123,8 miliar.
"Ini yang juga ramai, pengadaan bolpoin di SDN Jakarta Timur harganya Rp 123,8 miliar," ucap anggota DPRD DKI Fraksi PSI William Aditya Sarana, Rabu (30/10/2019).
Dijelaskan William, berdasarkan data dari website milik Pemprov DKI, harga satuan bolpoin tersebut mencapai Rp 105 ribu.
"Jadi kalau dilihat, harga satuannya Rp 105 ribu di website APBD. Ini saya tidak mengada-ada ya," ujarnya di ruang Fraksi PSI DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Pengertian E-budgeting
Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Provinsi DKI Jakarta kini sedang menjadi sorotoan publik.
Hal ini karena penyusunan KUA-PPAS melalui sitem e-budgeting memunculkan anggaran belanja yang tidak masuk akal seperti lem aibon Rp 82,8 miliar hingga pulpen Rp 124 miliar.
Anggaran tidak wajar yang muncul dari KUA-PPAS tersebut pertama kali diviralkan oleh anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (F-PSI), William Aditya Sarana melalui media sosialnya.
Setelah viral, kemudian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan munculnya angka tersebut karena kesalahan sistem e-budgeting warisan gubernur sebelumnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Anies menyatakan e-budgeting yang diperkenalkan Joko Widodo ini sudah kuno dan tidak smart karena tidak bisa menyaring anggaran yang aneh.
“Tidak (tidak hanya tahun ini salah sistem). Berati mengandalkan manusia selama ini bukan? Selama bertahun-tahun mengandalkan manusia,” ucap Anies di Balai Kota, Rabu (30/10/2019).
Lalu apa yang dimaksud dengan e-budgeting?
Dilansir dari Kompas.com, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan sistem e-budgeting dalam menyusun rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2020.
Sistem e-budgeting mulai diperkenalkan di Jakarta ketika Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur.
Sistem tersebut akhirnya digunakan di Jakarta saat Basuki atau Ahok menjadi gubernur.
Dengan e-budgeting, semua perencanaan anggaran diinput secara digital ke dalam sistem.
Sejak e-budgeting diterapkan, publik bisa menyoroti penyusunan anggaran yang dilakukan jajaran Pemprov DKI.
Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) diketahui tidak serius menyusun anggaran, termasuk penyusunan anggaran tahun 2020 Pemprov DKI.
• Ini Sejumlah Anggaran KUA PPAS DKI Jakarta Dianggap Tak Wajar, Buzzer Rp 5 M & Antivirus Rp 12 M
Contohnya, anggaran influencer Rp 5 miliar, pembangunan jalur sepeda Rp 73,7 miliar, pembelian lem Aibon Rp 82,8 miliar, pembelian pulpen Rp 124 miliar, dan pembelian komputer Rp 121 miliar.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menemukan sejumlah anggaran yang janggal, mulai dari pulpen Rp 635 miliar, tinta printer Rp 407,1 miliar, hingga anggaran pengadaan kertas Rp 213,3 miliar.
Menyusun Anggaran Sesuai Perkiraan
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Sri Mahendra mengakui, SKPD asal memasukkan detail komponen anggaran.
Detail komponen anggaran yang dimasukkan ke sistem e-budgeting bukan anggaran yang sebenarnya.
• Diajak Berantem di Dalam Oleh Politisi Gerindra Terkait Anggaran Lem Aibon, Ini Tanggapan William
Mahendra menyatakan, menurut aturan, detail komponen anggaran baru disusun setelah dokumen kebijakan umum anggaran-prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS) ditandatangani, yakni saat menyusun rencana kerja dan anggaran (RKA).
Sementara dalam sistem e-budgeting, detail komponen anggaran harus dimasukkan ke sistem sejak awal atau sebelum menyusun KUA-PPAS.
Karena itu, setiap SKPD menyusun detail komponen anggaran berdasarkan harga perkiraan sementara (HPS) kegiatan serupa tahun-tahun sebelumnya, bukan komponen anggaran sebenarnya yang dibutuhkan untuk 2020.
"Bukan (anggaran sesungguhnya), akan diperbaiki," tutur Mahendra, Rabu (30/10/2019).
Namun untuk membahas anggaran pada fase ini, eksekutif dan legislatif lebih dulu membahas dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) yang kini tengah dibahas.
Adapun dokumen KUA-PPAS disusun setelah eksekutif membuat Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) di setiap SKPD.
“Proses saat ini belum sampai pada komponen secara ketentuan, karena komponen itu baru diisi ketika penyusunan RKA setelah KUA-PPAS disepakati,” kata Mahendra pada Kamis (31/10/2019).
Menurut dia, pengisian komponen riil yang dilakukan pemerintah di dokumen RKPD untuk menyesuaikan sistem e-budgeting atau penganggaran elektronik.
Sebelum penyusunan KUA-PPAS, sistem e-budgeting mewajibkan adanya detail anggaran komponen sejak awal agar komponen itu bisa dianggarkan dalam APBD yang disahkan.
“Jadi sifatnya komponen rill itu (di KUA-PPAS) yah dalam tanda kutip sebetulnya curi-curi start supaya nanti ketika pembahasan antara KUA-PPAS, dan terjadi mepet waktu itu (bahan) sudah bisa disiapkan. Tapi sebetulnya kami belum menyiapkan sampai ke sana,” ujar Mahendra.
Karena itu, kata dia, detail anggaran komponen yang dimasukan ke dalam sistem e-budgeting bukan anggaran yang sebenarnya.
“Jadi bukan anggaran sesungguhnya dan sifatnya sementara, nanti akan diperbaiki,” ujarnya.
“Kami akui ada hal-hal yang teman-teman SKPD mengisinya dimasukan dulu karena komponen sendiri belum ada,” katanya.
Selain karena aturan yang tidak mewajibkan detail anggaran komponen dalam KUA-PPAS, ujar dia, SKPD juga tidak memiliki waktu yang cukup dalam menyusun detail anggaran komponen sejak awal.
Sebab, dokumen rancangan KUA-PPAS sendiri harus diserahkan ke DPRD DKI paling lambat pekan kedua Juli 2019.
Oleh karena itu, komponen yang dimasukan ke dalam sistem e-budgeting merupakan komponen dummy atau model di tahun-tahun sebelumnya.
“Barangkali keterbatasan waktu dan juga memang belum sampai waktunya (untuk mengisi anggaran komponen),” katanya.
• Hari Ini, 34 Provinsi Umumkan UMP 2020, Tertinggi DKI Jakarta, 5 Daerah UMP-nya di Bawah Rp 2 Juta
Sudarman Asal Masukan Anggaran Lem Aibon
Dilansir dari Warta Kota, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dari Suku Dinas Wilayah 1 Jakarta Barat, Sudarman mengatakan asal memasukan anggaran lem aibon.
Dia mengaku, asal pilih saat memasukan anggaran komponen lem aibon ke dalam rancangan RKPD untuk dokumen KUA-PPAS 2020.
Saat menginput data tersebut, Sudarman harus mengisi data anggaran setelah menerima pagu anggaran dari musyawarah rencana pembangunan (musrenbang).
Namun, saat itu sekolah-sekolah di Jakarta Barat belum mengunggah rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS).
Sementara data itu harus diunggah dalam sistem e-budgeting sebelum akhir Juli 2019.
“Jadi yah asal pilih saja pas kebeneran posisinya namanya ada di atas,” kata Sudarman.
Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Susie Nurhati mengatakan, pos anggaran senilai Rp 82,8 miliar tetap ada, namun bukan untuk pengadaan lem aibon tapi dialihkan sebagai bantuan operasional pendidikan (BOP).
Dia membenarkan, bahwa petugas Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat salah mengklik dalam pengadaan anggaran di sistem e-budgeting.
“Jadi kami mengamankan pagu anggaran dulu secara sementara dengan mengklik dulu dan kebetulan itu lem aibon. Tapi nanti di-breakdown (bongkar) lagi” jelasnya.
Proses Penyusunan APBD DKI Jakarta
1. Rembuk RW
2. Input Rencana Kerja Daerah
3. Musrenbang
4. Konsultasi Publik
5. Penajaman Forum
6. Pergub RKPD
7. Penyampaian Rancangan KUA-PPAS lanjut pembahasan
8. Surat Edaran Gubernur tentang Pedoman Rencana Kerja Anggaran (RKA) yang ditindak lanjuti dengan input RKA oleh SKPD/UKPD
9. Penyampaian Raperda ke DPRD DKI lalu dilanjutkan dikirim ke Kemendagri untuk dievaluasi
10. Diperbaiki setelah dievaluasi lalu dilanjutkan dengan penetapan APBD
• Hari Ini, 34 Provinsi Umumkan UMP 2020, Tertinggi DKI Jakarta, 5 Daerah UMP-nya di Bawah Rp 2 Juta
Anies Anggap E-budgeting Terlalu Detail
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menganggap sistem anggaran digital atau e-budgeting terlalu detail karena sampai satuan ketiga.
Dia memberi contoh program pentas musik dengan nilai anggaran Rp 100 juta.
Dalam sistem e-budgeting, anggaran tersebut harus diturunkan dalam bentuk komponen.
Menurut dia, rancangan anggarannya tidak perlu detail sampai pada satuan ketiga terlebih dahulu karena itu yang akan dibahas bersama DPRD DKI.
"Sehingga setiap tahun staf itu banyak yang memasukkan yang penting masuk angka Rp 100 juta dulu. Toh nanti yang penting dibahas," ujar Anies Baswedan dikutip TribunJakarta.com dari Kompas.com, pada Jumat (1/11/2019).
Dengan kata lain, KUA-PPAS diserahkan ke DPRD DKI secara gelondongan.
"Itu dokumen ada harus dicek manual, apakah panggung, mic, terlalu detail di level itu, ada beberapa yang mengerjakan dengan teledor (karena) toh diverifikasi dan dibahas," ujar Anies.
"Cara-cara seperti ini berlangsung setiap tahun. Setiap tahun muncul angka aneh-aneh," kata dia.
Ahok Buka Suara
Ahok buka suara Menanggapi pernyataan Anies, Ahok buka suara. Ahok menyatakan Anies terlalu pintar.
"Aku sudah lupa definisi smart seperti apa karena Pak Anies terlalu oversmart," ujar Ahok saat dihubungi Kompas.com, Kamis kemarin.
Ahok menjelaskan, sistem e-budgeting yang digunakan saat dia menjabat sebagai gubernur bisa mengetahui detail anggaran apa pun, seperti lem Aibon dan pulpen.
Sistem itu bisa mengetahui identitas orang yang mengubah atau memasukkan anggaran apa pun.
Siapa saja yang melakukan mark up anggaran pasti bisa diketahui.
"Bisa tahu beli apa saja dari perencanaan awal sudah masuk dan sistem semua, tidak bisa asal masukkan," kata dia.
Ahok menuturkan, sistem e-budgeting di Jakarta juga membuat detail perencanaan anggaran dimasukkan sejak awal.
Dengan demikian, anggaran seluruh komponen itu mudah dikontrol.
"Harus (dimasukkan) semasa dari awal dan jadi mudah kontrolnya," tutur Ahok.
Beda transparansi anggaran Ahok dan Anies
Ahok berujar, saat ia menjabat sebagai gubernur, rancangan anggaran sudah diunggah ke situs apbd.jakarta.go.id.
Tujuannya agar publik bisa mengoreksi anggaran yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta berdasarkan hasil musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).
"(Dokumen anggaran diunggah) dari rancangan seingat aku. (Tujuannya agar) sekalian publik bisa koreksi dari data musrenbang tingkat kecamatan," ucap Ahok.
Dulu Kebijakan yang diterapkan Ahok dulu berbeda dari kebijakan Anies saat ini.
Anies memilih tidak mengunggah rancangan KUA-PPAS 2020 ke situs apbd.jakarta.go.id.
Anies khawatir rancangan itu menimbulkan keramaian jika diunggah dan dilihat publik.
"Justru karena ada masalah-masalah seperti ini yang menimbulkan keramaian, padahal tidak akan dieksekusi," ujar Anies.
Anies memilih mengunggah dokumen anggaran setelah dokumen itu dibahas bersama dengan DPRD DKI Jakarta.
Dia menyatakan akan lebih fokus untuk menyisir dan mengoreksi anggaran itu secara internal sehingga data itu tak akan dibuka ke publik saat ini. (TribunJakarta.com/Warta Kota/Kompas.com)
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul: Sederet Temuan Anggaran Pengadaan Pemprov DKI Janggal, Kepala Bappeda Mengundurkan Diri