Laporan Wartawan Magang Muhammad Alberian Reformansyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ada yang unik jika Anda sedang melewati jalan Jati Baru, Jakarta Pusat. Banyak ban kendaraan bermotor dijajakan oleh pedagang di trotoar jalan tersebut.
Baca: Ban Motor Muncul Benjolan? Ternyata Kebiasaan Sepele Ini Penyebabnya
Ternyata, usia "Pasar Ban" tersebut sudah ada dalam tempo yang sangat lama.
"Memang dari Jatibaru sampe Abdul Muis tukang ban semua ini. Saya belum dagang disini udah ada orang jualan ban," kata salah satu pedagang ban, Ari saat ditemui Selasa (19/11/2019).
Ari (60) merupakan pedagang ban yang paling tua di pasar tersebut. Ia mulai menggeluti perdagangan ban sejak umurnya masih sangat muda.
"Saya dagang ban dari tahun '70-an lah, sekitar tahun '72 ujarnya. Mulai dagang umur 10 tahun," ujarnya.
Baca: Catat, Ini Tekanan Angin Ideal untuk Ban Mobil
Awalnya, Ari sempat mencoba mengikuti jejak orangtuanya sebagai pegawai negeri sipil waktu itu. Namun, akibat KIR-nya tidak kunjung jadi, ia gagal mendapatkan pekerjaan tersebut.
"Saya mau kerja (tetapi) gagal, karena waktu itu nunggu KIR terlalu lama. Saya nunggu lama belum keluar juga, jadinya saya ikut temen dagang ban," jelasnya.
Sejak saat itu, Ari berkenalan dengan pedagang setempat untuk mengajarinya berdagang. Lama-kelamaan, ia bisa mengelola lapaknya sendiri dari hasil belajarnya itu.
"Dulu di depan situ kebanyakan orang dari Tapanuli sama Padang. Nah itu saya ikut salah satu (pedagang) yang saya anggap orangtua angkat saya yang orang Batak," ujar Ari.
Baca: Cara Mobil Kasih Tahu agar Sokbreker Segera Diganti
Ari diurus oleh orangtua angkatnya sejak umur 10 tahun. Dari situ pula keahlian berdagangnya mulai muncul.
"Saya sama dia waktu masih kecil, umur 10 tahun sampai besar. Terus aja (saya) bergelut di perdagangan (ban) ini.
Orangtua asli Ari pun sempat tidak setuju Ari berdagang ban. Namun pada akhirnya mereka tetap mendukung pilihan anaknya yang ingin berdagang ban.
"Dulu orangtua saja kerja di Departemen Perdagangan. Mereka tau saya jual ban, dibilang dibolehin ya memang dibolehin. Tapi kalau gak dibolehin saya udah terlanjur ikut usaha seperti itu, mereka tetep dukung," kata Ari.
Menurut Ari, hal itu dikarenakan ia tetap menempuh pendidikannya sambil berdagang. Ia sudah bisa membagi waktu kapan sekolah dan kapan berdagang.
Baca: Pencuri Velg dan Mobil di Aceh Ditangkap di Peureulak Barat
Menurut Ari, bisnis dagang bannya itu sedang buruk. Karena sulit menerka keuntungan sebagai pedagang ban, ia juga menjual jasa ojek sebagai sampingannya.
"Wah sepi, parah. Baru dapet pemasukan dua minggu sekali, itu pun paling satu atau dua ban aja. Makanya saya siang ini dagang, malamnya jadi ojek pangkalan," jelasnya.
Namun ia tetap mempertahankan usahanya itu karena kebebasan dalam mencari pendapatan.
"Kalau kita kerja sama orang kan harus patuh sama bos. Kalo dagang begini kan terserah kita mau buka jam berapa aja, gak ada yang marahin," kata Ari.
Hasil jerih payah berdagang ban ini mampu menyekolahkan 7 anak Ari yang sekarang sudah bekerja.
Namun, Ari meminta anak-anaknya tidak meneruskan pekerjaannya sebagai pedagang ban. Ari mengaku, ia tidak tega anak-anaknya seperti dia.
Baca: Kelewat Kreatif! Ban Motor Honda Supra Ini Bukan Gunakan Bahan Karet Tapi Ini
"Gak boleh anak saya (meneruskan usaha). Alhamdulillah udah pada kerja juga. Mereka tidak boleh mengikuti jejak saya," ujarnya.
"Melihat suasana begini, panas-panasan, hujan-hujanan. Ditambah lagi sekarang usaha begini gak mapan, sulit ditebak (keuntungannya). Anak jangan seperti orangtuanya, harus lebih baik dari orangtuanya," lanjut Ari.
Ari pun terus menjaga lapak dagangan bannya itu, sambil melihat ramainya lalu-lintas yang dipenuhi kendaraan.
Ia mengaku tidak pernah menyesal mengambil pilihannya, dan terus melanjutkan hidup.