TRIBUNNEWS.COM - Politisi PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko turut memberikan komentarnya terkait pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang mengatakan Jakarta seperti Kampung, kalah dengan Shanghai.
Pernyataan Tito Karnavian tersebut disampaikan dalam Kongres Asosiasi Pemerintah Provinsi (APPSI), Selasa (26/11/2019).
Tanggapan tersebut disampaikan oleh Budiman Sudjatmiko dalam acara Rosi yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube KompasTV, Kamis (28/11/2019).
Budiman Sudjatmiko menilai bahwa kata kampung yang disampaikan oleh Tito Karnavian berlebihan.
"Kata kampung itu mungkin terlalu berlebihan," ujar Budiman Sudjatmiko.
Namun demikian, Budiman Sudjatmiko setuju dengan pernyataan bahwa Jakarta sebagai ibu kota negara terlalu terlambat soal pembangunan.
"Tetapi Jakarta sebagai sebuah ibu kota negara yang merdekanya lebih lama daripada China, terlalu terlambat," ungkap Budiman Sudjatmiko.
Budiman Sudjatmiko kemudian membandingkan Jakarta dengan negara lain di Amerika Latin, yakni Brazil dan negara lain yang sedang berkembang.
"Saya bukan cuma membandingkan China, saya ke beberapa negara Amerika Latin, Brazil dan negara developing countries, banyak kota yang besar, bagus. Meskipun tentu saja ada kemiskinan," ungkap Budiman Sudjatmiko.
Meskipun banyak ukuran untuk menentukan sebuah ketertinggalan pembangunan kota, namun Budiman Sudjatmiko mengakui memang Jakarta terlambat berkembang.
"Tentu ukurannya banyak, tapi intinya memang terlambat," terang Budiman Sudjatmiko.
Menurut Budiman Sudjatmiko soal ketertinggalan pembangunan Jakarta ini merupakan tanggungjawab setiap orang yang menjadi Gubernur di DKI Jakarta.
Mendagri Tito Sebut Jakarta Seperti Kampung, Pakar Tata Kota: Ada Hambatan Pembangunan di Jakarta
Pakar Tata Kota Yayat Supriatna turut memberikan komentarnya soal pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang menyebut Jakarta seperti kampung, kalah dengan Shanghai China.
Tanggapan Yayat Supriatna disampaikan dalam acara Kabar Petang yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube tvOneNews, Rabu (27/11/2019).
Yayat Supriatna mengatakan hambatan pembangunan kota Jakarta terkait dengan persoalan tanah.
"Jadi hambatan pembangunan kota di Jakarta ini karena persoalan tanah," ujar Yayat.
Di China lebih mudah mengejar ketertinggalan pembangunan karena kepemilikan aset.
Di negara komunis tidak ada kepemilikan pribadi, semua aset dikuasi negara, termasuk tanah.
"Mengapa China lebih cepat mengejar ketertinggalan, karena satu kepemilikan aset," terang Yayat.
"Di negara komunis itu kan nggak ada kepemilikan pribadi. Semua aset dikuasai negara," tambahnya.
Karena tanah dikuasai oleh negara maka di negara komunis lebih cepat untuk melakukan pembangunan kota.
"Jadi negara-negara komunis itu, karena negara menguasai tanah maka cepat," kata Yayat.
Sedangkan di Jakarta persoalan mengenai tata ruang dan aset tanah merupakan hal yang berbeda.
Jakarta akan berhadapan dengan persoalan pembebasan tanah saat hendak melakukan proses pembangunan.
Karena hal itu banyak proses pembangunan infrastruktur di Jakarta yang kemudian terhambat.
Selain itu, harga tanah yang sangat mahal juga menjadi faktor, selain soal pembebasan tanah.
"Jadi di kita ini akan berhadapan dengan persoalan pembebasan tanah dan kita ketahui banyak proyek-proyek infrastruktur Jakarta terhambat karena pembebasan tanah, harga tanahnya juga luar biasa mahalnya," ungkap Yayat.
Yayat Supriatna menuturkan sistem politik dan sistem kepemilikan sangat berpengaruh terhadap proses pembangunan kota.
Di Jakarta masterplan kota sudah ada, rencana pembangunan kota sudah ada, tapi saat eksekusi prosesnya sangat lama karena kendala kepemilikan aset.
"Nah kalau di Jakarta ini, masterplan kota sudah ada, rencana pembangunan kota sudah ada, tapi begitu dieksekusi lamanya luar biasa karena hambatan itu ada pada persoalan aset dari tanah itu sendiri," jelas Yayat.
Sebut Jakarta Tak Sebanding dengan Shanghai, Sutiyoso: Tapi Tidak Jelek-Jelek Amatlah
Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso turut berkomentar terkait pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang menyebut Jakarta seperti kampung, kalah dengan Shanghai.
Tanggapan Sutiyoso tersebut disampaikan dalam acara Kabar Petang yang kemudian diunggah oleh kanal YouTube tvOneNews, Rabu (27/11/2019).
Sutiyoso menuturkan jika membandingkan kota satu dengan kota yang lain pasti ada perbedaannya.
Namun menurutnya, Jakarta tidak terlalu jelek.
"Jadi membandingkan kota satu dengan yang lain pasti ada perbedaannya, tetapi kita sebagai rakyat Jakarta ini nggak usah khawatirlah, kita nggak jelek-jelek amatlah," ujar Sutiyoso.
Sutiyoso meuturkan bahwa dari gubernur ke gubernur terus melanjutkan pembangunan dan membenahi kota.
"Apalagi dari gubernur ke gubernur terus dilanjutkan pembangunan dan saya lihat Gubernur Anies terus membenahi kota ini," terangnya.
Sutiyoso kemudian membandingkan Jakarta dengan Ibu Kota Asia Tenggara yang lain, seperti Manila Filiphina.
Jika dibanding dengan Manila, menurut Sutiyoso Jakarta lebih baik.
Lalu jika dibandingkan dengan Bangkok Thailand masih seimbang.
"Tetapi kalau sesama Ibu Kota Asia Tenggara, kalau dibandingkan dengan Manila ya kita lebih baik, kalau dibandingkan dengan Bangkok masih seimbang," jelas Sutiyoso.
Lebih lanjut, Sutiyoso menjelaskan bahwa Jakarta kalah dengan Ibu Kota Malaysia yang sekarang telah dipindah dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya yang tambah rapi dan bagus.
"Ya kita kalahnya dengan Malaysia apalagi setelah ibu kotanya dipindah ke Putra Jaya, memang tambah rapi, tambah bagus mereka," terang Sutiyoso.
Sutiyoso menuturkan memang Jakarta tidak sebanding dengan Shanghai, namun kebijakan pemindahan ibu kota yang akan dilakukan dapat mengurangi beban Jakarta.
"Kita memang tidak sebanding dengan mereka, tetapi apabila nanti juga ibu kota negara ini jadi di pindahkan oleh Pak Jokowi itu juga akan mengurangi beban kita dan saya rasa itu adalah kebijakan yang dari dulu kita tunggu-tunggu," jelas Sutiyoso.
Lebih lanjut, Sutiyoso menjelaskan fungsi Jakarta sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, kebudayaan serta pendidikan menjadi faktor lain yang menimbulkan masalah-masalah sosial yang tak ringan.
Jika dibandingkan dengan Shanghai yang hanya sebagai kota wisata dan pusat perdagangan.
"Nah Shanghai ini kan hanya kota wisata dan pusat perdagangan ekonomi gitu kan berbeda dengan kita fungsinya banyak sekali," ujar Sutiyoso.
"Pusat pemerintahan, pusat ekonomi, pusat kebudayaan, pusat pendidikan, banyak sekali yang kita beban itu juga menimbulkan masalah-masalah sosial yang tidak ringan," jelasnya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)