TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo memberikan tanggapannya terkait situasi di DKI Jakarta.
Diketahui, tepat diawal tahun baru 2020, Jakarta dikepung banjir.
Banjir terjadi akibat curah hujan yang tinggi mengguyur dari Selasa (31/12/2019) hingga esok harinya.
Terkait kondisi itu, Agus Pambagyo menyebutnya sebagai bukti perubahan iklim.
Ia menerangkan, sudah ada peringatan terkait perubahan iklim.
Indonesia sendiri, berdasar penuturannya, turut andil dalam Penandatanganan Perjanjian Paris tentang Iklim.
"Itu sudah peringatan tapi orang menjadi tidak peduli. Karena itu perubahan iklim, contohnya hutan terbakar dan banjir," kata Agus Pambagyo yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (2/1/2020).
"Banjir tidak hanya di Jakarta. Tidak bisa dihilangkan. Dikurangi bisanya," tambahnya.
Terkait situasi banjir di Jakarta ini, Agus memberikan empat tanggapan.
Berikut ini poin-poin yang disampaikan oleh Agus yang Tribunnews rangkum:
Pompa Air
Agus menerangkan, meski belum melakukan pengecekan, yang paling penting dalam kondisi banjir di Jakarta adalah pompa air.
Ia menerangkan, pompa air ada di ujung hilir aliran air.
"Yang paling penting adalah pompa, karena dulu di ujung, di Pluit, di Pesanggrahan itu ada pompa," terangnya.
Agus menjelaskan, dengan adanya pompa itu, air yang tidak bisa mengalir ke laut dipompa ke atas agar berhasil sampai di laut.
Mengingat kondisi Jakarta yang cukup parah, ia yakin pompa itu pasti tidak bekerja.
Ia menduga ada beberapa penyebab.
Di antaranya tidak ada solar, dan listrik padam.
Agus juga menambahkan kemungkinan lain, tidak ada yang menjaga pompa air itu dan kemungkinan pompa air rusak.
Menurutnya, untuk memastikan hal tersebut perlu dilakukan investigasi.
Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) menurut Agus bukanlah tanggung jawab Pemerintah Provinsi (Pemprov) atau Pemerintah Daerah (Pemda).
Ia menegaskan, soal DAS di DKI Jakarta merupakan tanggung jawab dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Hal tersebut lantaran, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ada diproyek tersebut.
"Bagaimana mereka menata DAS itu? Karena kan DAS itu harus bebas kiri-kanannya?," katanya.
"Makanya zaman gubernur yang lama itu dipindahkan. Karena daerah aliran sungai tidak boleh dihuni manusia," tegasnya.
"Itu juga harus diatur agar tidak menyebabkan banjir," tuturnya.
Tata Ruang
"Kita ini sangat tidak taat terhadap tata ruang. Daerah-daerah hijau, daerah resapan jadi pemukiman," terangnya.
Ia menerangkan, tak dapat dipungkiri hal tersebut terjadi karena adanya ledakan penduduk.
"Tapi kan tidak bisa daerah-daerah yang sudah ditetapkan jadi daerah penahan air, penyerapan air, itu
sudah jadi daerah komersial," tambahnya.
Buang Sampah Sembarangan
Poin yang Agus sampaikan terakhir adalah tentang pola hidup masyarakat.
"Yang terakhir kita jorok. Buang sampah sembarang," katanya.
Ia lantas mengingatkan, pernah menegur Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM).
"Kalau anda jual mobil, jangan kasih hadiah kaca film, kasihlah hadiah tong sampah untuk di dalam mobil," tambahnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)