Sementara itu dengan dampak banjir di awal tahun 2020, Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) akan meminta kompensasi pembebasan pajak reklame di dalam tempat usahanya.
Dilansir Kompas.com, permintaan tersebut ditujukan kepada Gubernur Anies Baswedan.
Pasalnya, sejak banjir di awal tahun, hingga saat ini masih ada mal yang tutup.
"Kami minta diberi bantuan kompensasi untuk situasi pascabanjir. Misalnya perda soal reklame dalam ruangan, kami harapkan situasi begini jangan ada, ditagih pajak reklame di dalam toko," ujar Budi, Minggu (12/1/2020).
Menurut Budi, klasifikasi reklame di dalam tempat usaha yang dikenai pajak tidak jelas.
Bahkan Budi menyebut, masih dijumpainya petugas Pemprov DKI yang menagih pajak menu makanan dan promosi yang dipasang di dalam tempat usaha.
"Misal di dalam toko, di rak atau di kasir kami, naruh promosi beli satu dapat satu, ada logonya kami, di-charge. Jangan dipajakin yang begitu-begitu. Kalau di luar ruangan, enggak apa-apa (dikenai pajak)," kata dia.
Budi menyebut kompensasi tersebut memang tidak berkaitan langsung dengan dampak banjir yang dialami.
Akan tetapi, dampak banjir yang melanda menurut Budi berakibat pada ekonomi pelaku usaha penyewa tempat di mal memburuk dan merugi.
"Kan lagi susah, mohonlah perda-perda yang tidak produktif, yang tidak membuat situasi ekonomi membaik, itu dihapus atau dikurangi," ucap Budi.
Total kerugaian pelaku usaha di satu mal yang masih tutup menurut Budi bisa mencapai Rp 30 miliar.
"Omzet penjualan tenant pakai perhitungan sebulan Rp 1 juta sampai Rp 2 juta per meter persegi. Mal Taman Anggrek kira-kira 30 ribu meter persegi, kalau tutup dua minggu, bisa hilang omzet Rp 30 miliar kira-kira," tuturnya.
Pihaknya mengaku telah mengirimkan surat demi bertemu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk melaporkan kerugian dan meminta kompensasi itu.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P) (Kompas.com/Nursita Sari) (Tribunjakarta.com/Elga Hikari Putra)