Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI William Aditya Sarana menyarankan Gubernur Anies Baswedan untuk menggunakan aplikasi 'Pantau Banjir' warisan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok untuk peringatan bencana.
Usulan ini ia sampaikannya menanggapi rencana Pemprov DKI melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang akan menggelontorkan anggaran Rp 4 miliar untuk membeli enam set pengeras suara untuk memperkuat sistem peringatan dini.
Anggaran pembelian speaker disebut William tidak efektif lantaran pengeras suara hanya bisa menjangkau masyarakat dalam radius 500 meter.
Terlebih saat ini, hampir seluruh warga Jakarta memiliki telepon seluler dan kebanyakan di antaranya adalah ponsel pintar.
Baca: Anggarkan Rp 4 Miliar Untuk Beli 6 Speaker, Pemprov DKI Dikritik, PSI:Mirim Era Perang Dunia II
Baca: Kritik Ucapan Fahira Soal Demo Banjir Jakarta Dipolitisasi, Pengamat: yang Tak Dipolitik Hanya Salat
Baca: Demo Minta Anies Mundur Disebut Norak, Eko Kuntadhi: Banjir Minta Gubernur Jadi Presiden,Nggak Wajar
"Aplikasi berbasis internet gawai seharusnya lebih efektif dan lebih murah ketimbang memasang pengeras duara yang hanya dapat menjangkau radius 500 meter di sekitarnya," ucapnya, Kamis (16/1/2020).
Melalui aplikasi tersebut, politisi muda menyebut, masyarakat bisa melihat kondisi pintu air, kondisi pompa air, ketingyuan air di setiap RW jika banjir, dan otomatif bisa mendapat pemberitahuan jika ada potensi banjir di suatu wilayah.
Namun sangat disayangkan, fitur Siaga Banjir pada aplikasi Pantau Banjir telah dihilangkan pada versi 3.2.8 hasil update 13 Januari 2020.
"Saya tidak tahu pasti kapan fitur ini dihilangkan, yang jelas pada versi terbari saat ini sudah tidak ada lagi," ujarnya.
Seperti diketahui, BPBD berencana membeli enam set perangkat pengeras suara canggih untuk memperkuat sistem peringatan dini.
Dari Rp 4 miliar yang berasal dari APBD 2020 pun telah disiapkan untuk membeli perangkat tersebut.
Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapudatin) BPBD M. Ridwan mengatakan, pengeras suara yang dinamakan Disaster Warning System (DWS) ini tergabung dalam sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) BPBD DKI.
"Alatnya memang pakai toa, tapi bukan menggunakan toa seperti yang ada di masjid," ucapnya, Rabu (15/1/2020).
Alat ini akan digunkan oleh BPBD untuk memperingati warga yang berada di bantaran sungai saat tinggi muka air di pintu air mencapai siaga tiga atau masuk kategori waspada.
"Kalau tambah pakai toa kan akan menjadi lebih bagus untuk melengkapi informasi ke warga," ujarnya saat dikonfirmasi.
Nantinya, enam set pengeras suara canggih ini akan ditempatkan di lokasi-lokasi rawan banjir yang belum memiliki alat peringatan dini.
"Nantinya akan dipasang di Tegal Alur, Rawajati, Makasar, Jati Padang, Kedoya Selatan, dan Cililitan," kata Ridwan.
Pemprov DKI Berencana Beli Speaker Rp 4 Miliar, William PSI: Cara Kuno Mirip Era Perang Dunia II
Anggota DPRD DKI dari Fraksi PSI William Aditya Sarana mengkritik Pemprov DKI yang menggelontorkan dana sebesar Rp 4 miliar untuk membeli enam set pengeras suara atau speaker.
Adapun pengeras suara itu dibeli oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk memperkuat sistem peringatan bencana yang sebelumnya telah dipasang di 14 titik rawan banjir.
Menurutnya, sistem peringatan dini dengan menggunakan pengeras suara merupakan cara kuno.
"Saya melihat sistem ini mirip seperti yang digunakan pada era Perang Dunia II ya. Seharusnya Jakarta bisa memiliki sistem peringatan yang lebih modern," ucapnya, Kamis (16/1/2020).
Tak hanya itu, William juga menyebut, hal ini merupakan kemunduran bagi Pemprov DKI yang sebenarnya telah memiliki sistem peringatan dini yang lebih canggih sebelumnya.
"Pada 20 Februari 2017, Pemprov DKI meluncurkan aplikasi Pantau Banjir yang di dalamnya terdapat fitur Siaga Banjir," ujarnya.
Melalui fitur tersebut, politisi muda itu menyebut, masyarakat dapat segera mendapat pemberitahuan bila tinggi muka air di pintu air sudah dalam posisi bahaya.
Cara seperti ini dinilai William lebih efektif dibandingkan menggunakan pengeras suara.
"Fitur itu memberikan notifikasi ketika pintu air sudah dalam kondisi berbahaya, serta berpotensi mengakibatkan banjir pada suatu wilayah," kata William.
Seperti diketahui, BPBD berencana membeli enam set perangkat pengeras suara canggih untuk memperkuat sistem peringatan dini.
Dari Rp 4 miliar yang berasal dari APBD 2020 pun telah disiapkan untuk membeli perangkat tersebut.
Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapudatin) BPBD M. Ridwan mengatakan, pengeras suara yang dinamakan Disaster Warning System (DWS) ini tergabung dalam sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) BPBD DKI.
"Alatnya memang pakai toa, tapi bukan menggunakan toa seperti yang ada di masjid," ucapnya, Rabu (15/1/2020).
Alat ini akan digunkan oleh BPBD untuk memperingati warga yang berada di bantaran sungai saat tinggi muka air di pintu air mencapai siaga tiga atau masuk kategori waspada.
"Kalau tambah pakai toa kan akan menjadi lebih bagus untuk melengkapi informasi ke warga," ujarnya saat dikonfirmasi.
Nantinya, enam set pengeras suara canggih ini akan ditempatkan di lokasi-lokasi rawan banjir yang belum memiliki alat peringatan dini.
"Nantinya akan dipasang di Tegal Alur, Rawajati, Makasar, Jati Padang, Kedoya Selatan, dan Cililitan," kata Ridwan. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul William PSI Sarankan Anies Gunakan Aplikasi Warisan Ahok untuk Peringatan Bencana