Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setidaknya sudah empat tahun alat peringatan dini banjir atau Disaster Warning System (DWS) di RW 07 Kelurahan Bidara Cina terpasang.
Namun tak sekalipun warga merasakan manfaat dari empat toa pemberian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI yang bertengger di Pos RW 07.
Ketua RW 07 Mamat Sahroni (58) mengatakan jangkauan bunyi DWS kalah bila dibanding alat serupa pemberian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Tahun 2008 Kementerian PUPR kasih speaker peringatan banjir ke saya," kata Mamat di Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (20/1/2020).
"Walaupun kecil bunyinya nyaring, beda jauh sama toa dari Pemprov DKI," ia menambahkan.
Bila jangkauan peringatan dari empat toa ukuran besar DWS hanya nyaring terdengar dalam radius 100 meter dari Pos RW 07.
Speaker berdiameter sekitar 25 sentimeter yang kini terpasang di rumah Mamat terdengar nyaring hingga lebih dari 200 meter.
"Bunyinya seperti sirine, radius suaranya terdengar di wilayah RT 05, RT 13, dan RT 14."
"Dari dulu sampai sekarang bunyinya masih kencang, enggak berkurang," ujarnya.
Cara kerja speaker peringatan dini banjir Kementerian PUPR pun lebih praktis ketimbang DWS pemberian Pemprov DKI.
• Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa, Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy Divonis 2 Tahun Penjara
• Besok, BKN Umumkan Jadwal dan Lokasi Ujian SKD CPNS 2020, Tengok Caranya
• Imlek 2020: Juara Dunia Barongsai Tampil di Ancol Saat Imlek 2020
Layaknya barang elektronik, Mamat hanya perlu menancapkan kabel speaker ke stop kontak dan seketika speaker menyalak.
"Sampai sekarang speaker ini enggak pernah rusak, padahal kalau banjir terendam."
"Kalau yang toa enggak terendam banjir tapi justru rusak," tuturnya.
Baru Diperbaiki
Memang, BPBD DKI Jakarta baru memperbaiki alat peringatan dini banjir Kelurahan Bidara Cina.
Namun perbaikan disaster warning sistyem (DWS) di Pos RW 07 yang dilakukan Senin (20/1/2020) pagi dirasa warga tak optimal.
Menurut Mamat, suara peringatan yang menyalak dari empat toa itu hanya sayup-sayup terdengar.
"Tadi pas saya cek sudah berfungsi. Tapi alarmnya cuman terdengar radius 100 meter dari Toa, itu pun pelan," kata Mamat.
Minimnya jangkauan peringatan dari empat toa ukuran besar itu membuat warga RW 07 pesimis DWS bakal bermanfaat.
Padahal dari total 18 RT di wilayah RW 07, sebanyak 14 RT terdampak banjir luapan Kali Ciliwung dengan ketinggian maksimal 7 meter.
"Kalau suaranya cuman radius 100 meter dan pelan buat apa? Bangunin warga tidur saja enggak bisa."
"Dibanding toa Musala saja kalah kencang," ujarnya.
Mamat menuturkan hasil perbaikan DWS yang dirasa lebih baik hanya operasional yang kini dapat dilakukan warga.
Yakni dengan memasukkan kode ke mesin DWS yang sejak delapan tahun lalu dipasang di RW 07 tak pernah menyalak saat banjir.
"Jadi tadi saya dikasih kode sama BPBD DKI biar Toanya nyala."
"Kalau sebelumnya kan yang mengatur bunyi dari BPBD, sekarang warga bisa sendiri," tuturnya.
Pembelian Speaker Tuap Polemik
Rencana Pemprov DKI membeli enam set perangkat pengeras suara atau speaker untuk memperkuat sistem peringatan dini bencana menuai protes dari anggota dewan Kebon Sirih.
Dana sebesar Rp 4 miliar telah disiapkan oleh BPBD DKI Jakarta yang akann diambil dari APBD 2020.
Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) BPBD DKI Jakarta, M. Ridwan, mengklaim pengeras suara itu memiliki harga selangit lantaran dilengkapi sejumlah fitur canggih.
Ada dua fitur unggulan yang terdapat di speaker tersebut, yaitu Automatic Weather Sensor (AWS) dan Automatic Water Level Recorder (AWLR).
DWS ini nantinya akan tergabung dalam sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) BPBD DKI.
"Alatnya memang pakai toa, tapi bukan menggunakan toa seperti yang ada di masjid," ucapnya, Rabu (15/1/2020).
Enam set speaker canggih ini akan ditempatkan di lokasi-lokasi rawan banjir yang belum memiliki alat peringatan dini.
"Nantinya akan dipasang di Tegal Alur, Rawajati, Makasar, Jati Padang, Kedoya Selatan, dan Cililitan," kata Ridwan.
Rencana pembelian enam set perangkat suara ini untuk melengkapi alat serupa yang sebelumnya telah dipasang di 14 titik berbeda selama tahun 2019 lalu.
Berikut 14 titik pemasangan DWS pada tahun 2019 lalu :
1. Ulujami, Jakarta Selatan
2. Petogogan, Jakarta Selatan
3. Cipulir, Jakarta Selatan
4. Pengadegan, Jakarta Selatan
5. Cilandak Timur, Jakarta Selatan
6. Pejaten Timur, Jakarta Selatan
7. Rawa Buaya, Jakarta Barat
8. Kapuk, Jakarta Barat
9. Kembangan Utara, Jakarta Barat
10. Kampung Melayu, Jakarta Timur
11. Bidara Cina, Jakarta Timur
12. Cawang, Jakarta Timur
13. Cipinang Melayu, Jakarta Timur
14. Kebon Pala, Jakarta Timur
Disebut Cara Kuno
Anggota DPRD DKI Fraksi PSI William Aditya Saran mengkritik rencana pembelian enam set pengeras suara canggih tersebut.
Politikus muda ini menyebut sistem peringatan dini dengan menggunakan pengeras suara merupakan cara kuno.
"Saya melihat sistem ini mirip seperti yang digunakan pada era Perang Dunia II ya."
"Seharusnya Jakarta bisa memiliki sistem peringatan yang lebih modern," ucap William, Kamis (16/1/2020).
Hal senada turut disampaikan Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono.
Ia menilai seharusnya dengan anggaran APBD 2020 mencapai Rp 87 triliun lebih, Pemprov DKI bisa kembangkan sistem peringatan dini jauh lebih canggih dengan memanfaatkan teknologi.
"Paling efektif itu memanfaatkan teknologi. Memaksimalkan teknologi yang ada."
"Bukan mengembalikan ke zaman batu," kata Gembong saat dikonfirmasi, Kamis (16/1/2020).
Politikus PDIP ini berkelar sebaiknya Pemprov DKI membeli kentungan dibandingkan menggelontorkan dana miliar rupiah untuk membeli speaker.
"Kalau saya sih malah justru jangan pakai toa, tapi pakai kentungan saja sekalian," ujarnya berkelakar.
"Kalau toa Rp 4 miliar, kalau kentungan kan cuma Rp 100 ribu," tambahnya menjelaskan.
William menambahkan, sebenarnya Pemprov DKI telah meluncurkan sistem peringatan dini bencana berbasis aplikasi.
"Pada 20 Februari 2017, Pemprov DKI meluncurkan aplikasi Pantau Banjir yang di dalamnya terdapat fitur Siaga Banjir," ujar William.
Melalui fitur tersebut, masyarakat dapat segera mendapat pemberitahuan bila tinggi muka air di pintu air sudah dalam posisi bahaya.
"Fitur itu memberikan notifikasi ketika pintu air sudah dalam kondisi berbahaya, serta berpotensi mengakibatkan banjir pada suatu wilayah," kata William.
Tak hanya itu, melalui aplikasi itu, masyarakat juga bisa melihat kondisi pintu air, kondisi pompa air, dan ketinggian air di setiap RW jika banjir.
Sangat disayangkan, fitur Siaga Banjir pada aplikasi Pantau Banjir telah dihilangkan pada versi 3.2.8 hasil update 13 Januari 2020.
"Saya tidak tahu pasti kapan fitur ini dihilangkan, yang jelas pada versi terbari saat ini sudah tidak ada lagi," ujarnya.
Daripada membeli beberapa berangkat speaker untuk peringatan dini bencana, William menyarankan Pemprov DKI untuk kembali mengembangan aplikasi warisan Ahok tersebut.
"Aplikasi berbasis internet gawai seharusnya lebih efektif dan lebih murah," ucap dia, Kamis (16/1/2020).
"Ketimbang memasang pengeras suara yang hanya dapat menjangkau radius 500 meter di sekitarnya," sambung dia.
• Warga Matraman Temukan Tumpukan Bangkai Ayam dalam Mobil Boks, Sopir Kabur
• Tak Kunjung Muncul di Latihan Persija Jakarta, Kemana Evan Dimas?
• Bursa Transfer Persija Jakarta - Rumor Kembalinya Renan Silva ke Skuat Macan Kemayoran
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah menyebut, pihaknya tak bisa mengintervensi pembelian pengeras suara atau speaker senilai Rp 4 miliar ini.
Pasalnya, pengadaan pengeras suara tersebut merupakan tanggung jawab dari SKPD terkait atau dalam hal ini BPBD DKI Jakarta.
"Isi kegiatan itu menjadi wewenang dan tanggung jawab SKPD. Kamu perlu apa, ada apa, mereka yang tanggung jawab," ucap Saefulloh, Kamis (16/1/2020).
"Kita tidak pernah intervensi, kalau saya intervensi salah," tambahnya menjelaskan.