TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suami istri MC (35) dan SR (33) ini awalnya terlihat baik dengan meminjamkan uang ke orang-orang kampung yang terlilit utang, tapi ada maunya di balik itu.
Mengaku sebagai pemilik Agatha Agency, MC dan SR kerap masuk keluar kampung di Jawa Barat untuk mencari orangtua yang terjerat utang.
Sekali mereka mendapatkan target, MC dan SR akan menawarkan pinjaman kepada para korbannya.
Sebagai jaminan atas utang tersebut, para korban harus menyerahkan anak gadisnya untuk MC dan SR pekerjakan di Jakarta.
"Orangtua wanita yang bekerja ini dijerat atau diiming-imingi utang," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto, Senin (10/2/2020).
Singkat cerita, mereka mendapatkan 13 perempuan dari kampung yang dibawa ke Jakarta, 9 di antaranya masih di bawah umur.
"Mereka langsung ketemu dengan para orangtua korban."
"Mereka kebetulan salah satu muncikari yang mencari mangsa di daerah," imbuh Budhi.
Ia memastikan, suami istri ini blusukan langsung ke kampung-kampung mencari mangsa, dengan modus meminjamkan uang.
MC dan SR memberikan janji manis kepada para orangtua korbannya, bahwa anak gadis mereka akan mendapat pekerjaan sebagai pemandu lagu.
Tiba di Jakarta tak sekadar sebagai pemandu lagu di tempat karaoke, pekerjaan inti mereka memuaskan nafsu pria hidung belang.
Mereka sudah diwanti-wanti dengan hasil pekerjaan mereka sebagai PSK, utang orangtua di kampung bisa lunas.
"Untuk pembayarannya akan dipotong melalui hasil keringat atau pekerjaan yang dilakukan anaknya," kata Budhi.
Ambil Untung dari Sistem Voucher
Diam-diam, kedua muncikari ini sudah bersiasat untuk mendapatkan untung besar.
Mereka benar-benar memeras para PSK yang diumpankan ke para pemburu syahwat.
Tiap-tiap PSK punya target, sebulan wajib menjual 50 voucher sebagai tanda transaksi dengan pelanggan pria hidung belang.
"Target yang diberikan muncikari terhadap para PSK ini adalah terjual dalam satu bulan itu 50 voucher," kata Budhi.
Satu lembar voucher dihargai Rp 380.000, namun kenyataannya setiap PSK hanya menerima Rp 105.000 setiap kali melayani tamu.
Rinciannya, Rp 200 ribu untuk pemilik tempat hiburan, Rp 75 ribu untuk mucikari dan jatah PSK Rp 105 ribu.
Nyatanya, para PSK tak utuh mendapatkan uang Rp 105 ribu.
MC dan SR memotong kembali uang hasil jerih payah para PSK untuk membayar cicilan utang orangtua mereka.
Apabila 50 voucher itu tidak bisa dihabiskan oleh anak-anak di bawah umur dalam sebulan, mereka akan diberi denda.
"Pekerja ini akan didenda Rp 1 juta," ujar Budhi.
"Oleh karena itu mereka akan berusaha memaksa dan menekan para wanita ini untuk memenuhi target penjualan " kata dia lagi.
Gunakan KTP Palsu
Agar kejahatannya tak terendus, suami istri ini memalsukan usia PSK yang masih gadis.
Caranya, MC dan SR meminta bantuan ke penyedia jasa KTP palsu.
Dengan KTP palsu, anak-anak di bawah umur ketika terjaring razia PSK tak disoal.
"Saat mereka selesai direkrut, yang di bawah umur akan dibuatkan identitas palsu," kata Budhi.
Padahal, kata Budhi, mereka masih berusia sekitar 16-17 tahun.
"Ini KTP Palsu, untuk mengelabui petugas seolah-olah umurnya sudah dewasa," jelas Budhi.
"Mereka bekerja di bawah naungan agency Agatha, ada juga yang 14 tahun," sambung dia.
Setelah punya KTP palsu, para PSK di bawah umur dipekerjakan sebagai pemandu karaoke di salah satu tempat hiburan malam.
Polisi masih mengejar penyedia KTP palsu yang dipesan MC dan SR.
"Ada pihak ketiga yang bertugas membuat KTP palsu ini," ungkap Budhi.
"Pengakuan mereka janjian di luar wilayah Jakarta Utara," terang Budhi.
Berdasarkan penyelidikan sementara, ada satu orang diduga berperan membuat KTP palsu.
Polisi masih mengejar orang tersebut.
"Pemalsu identitas untuk sementara diduga sebagai pemalsu data itu satu orang," katanya.
Budhi memastikan KTP yang dikuasai pasutri untuk identitas PSK di bawah umur jelas palsu.
Hal itu terlihat dari data identitas yang berbeda dari Kartu Keluarga yang dipegang para PSK yang masih di bawah umur.
Selain itu, bentuk fisik KTP tersebut juga dinyatakan palsu.
"Khususnya untuk data umur itu palsu, termasuk blanko juga ini kan bukan E-KTP, ini KTP lama," ucap Budhi.
Menurut Budhi, mereka masih berusia sekitar 16-17 tahun.
"Bahkan ada juga yang 14 tahun," imbuh dia.
Setelah dibekali KTP palsu, para PSK di bawah umur dipekerjakan sebagai pemandu karaoke di salah satu tempat hiburan malam.
Tertangkap di Apartemen
Selama di Jakarta, MC dan SR menampung para PSK ini di sebuah apartemen di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Kejahatan mereka terendus anggota Polsek Metro Kelapa Gading.
Polisi menangkap suami istri ini berikut 13 PSK, 9 di antaranya masih di bawah umur pada Kamis (6/2/2020) pekan lalu.
Turut ditangkap bersama mereka adalah tiga orang pria, yakni RT (30), SP (36), dan ND (21).
Ketiganya berperan sebagai bodyguar sekaligus pengawas tempat penampungan para PSK selama di apartemen.
"Mereka bertugas mengawal agar para wanita ini tidak kabur," kata Budhi.
Polisi menjerat kelima tersangka atas dugaan melanggar Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU RI nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
TONTON JUGA:
Sementara 13 PSK yang sempat diamankan dibawa ke Dinas Sosial untuk mendapatkan pembinaan lebih lanjut.
Pria Hidung Belang Bisa Dipidana
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait meminta polisi turut mengincar pria hidung belang.
Inilah salah satu cara untuk memutus mata rantai eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur.
Secara hukum, menurut Arist, para pelanggan PSK di bawah umur bisa dijerat pidana sesuai undang-undang yang berlaku.
"Untuk memutus mata rantai sexual bonded (perbudakan seks) ini adalah konsumen juga jangan lupa," kata Arist di Polres Metro Jakarta Utara, Senin (10/2/2020).
Khusus untuk pelanggan yang menyetubuhi PSK di bawah umur sama saja melakukan hubungan seksual dengan anak-anak.
"Bisa dijerat pidana, karena apa, sekali pun itu menurut si konsumen adalah PSK, yang mungkin dianggap boleh dilakukan kejahatan seksual, mereka tetap anak-anak," jelas Arist.
Perujuk peraturan yang ada, pria hidung belang yang memakai jasa PSK di bawah umur bisa dijerat hukuman minimal 5 tahun penjara. (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)