TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Bahasa dan Sastra Sabah, Malaysia memberikan penghargaan Denny JA berupa hadiah “Sastra Kemanusian dan Diplomasi ASEAN”.
Penghargaan itu diberitahukan Presiden Badan Bahasa dan Sastra Sabah, Datuk Jasni Matlani, melalui surat resmi yang ditujukan ke Denny JA pada Febuari lalu.
Menanggapi penghargaan sastra tingkat ASEAN itu, Denny JA berharap, hal ini menjadi penanda bahwa tak hanya di dunia politik, bisnis dan jurnalisme, di dunia sastra pun selalu terjadi inovasi.
Dia menjelaskan, puisi esai menjadi cara baru bertutur untuk meriwayatkan kisah.
Puisi esai, kata Denny, mampu membuat terobosan, melahirkan dan memopulerkan puisi esai hingga ke tingkat negara ASEAN.
Melalui inovasi itu, puisi melampaui fungsi tradisionalnya. Bahkan kisah hubungan dua negara di ASEAN atau dinamika batin masyarakat di negara ASEAN bisa dikisahkan melalui puisi esai.
Dia menuturkan, saat ini sudah terbit beberapa buku dalam bentuk puisi esai yang ditulis oleh penyair Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura dan Thailand.
"Membaca puisi esai yang mereka tulis, kita membaca batin dan kultur hubungan manusia di antara negara ASEAN," kata Denny JA dalam keterangan yang diterima, Sabtu (14/3/2020).
"Telah terbit pula di tahun 2019 buku hasil lomba puisi esai tingkat ASEAN, berjudul “Yang Sunyi dan Terasing.” Di tahun 2019, penulisan puisi esai bahkan sudah dilombakan di negara ASEAN," katanya.
Denny JA merasa senang puisi esai yang dibidaninya bisa ikut menjembatani kerjasama budaya antar penulis negara ASEAN.
"Ke depan, saya akan kumpulan 10 penyair Palestina dan Israel. Mereka diharapkan mengekspresikan kisah dan mimpi hubungan dua negara itu melalui puisi esai," ujar Denny.
Kini Denny sedang menuntaskan 34 skenario film dari 34 provinsi tentang drama manusia dalm kearifan lokal masing masing provinsi.
"Ini mungkin yang pertama kali terjadi, serial skenario film ini semua berdasarkan puisi. Yaitu puisi esai," ujar Denny.