TRIBUNNEWS.COM - Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta berlaku mulai Jumat (10/4/2020) lalu.
Pemberlakuan PSBB di DKI Jakarta ini untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Meski sudah berjalan, masih ada aturan yang membuat bingung masyarakat, yakni boleh atau tidak ojek online mengangkut penumpang selama PSBB di Ibu Kota.
Polemik ini sudah muncul saat Pemprov DKI menyusun peraturan gubernur yang mengatur penerapan PSBB.
Baca: Polisi Akan Tindak Pengendara yang Langgar Aturan PSBB Mulai Hari Ini
Baca: Kemenhub Izinkan Ojol Angkut Penumpang, Padahal Anies Baswedan Sudah Ungkap Larangan Selama PSBB
Pergub langsung disusun setelah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyutujui usulan PSBB DKI Jakarta.
Saat penyusunan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ingin ojek online tetap bisa mengangkut penumpang selama masa PSBB.
Namun, keinginan Pemprov DKI ini tak sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Ketentuan pelaksanaan PSBB dalam Pasal 15 Permenkes tersebut menyatakan bahwa ojek online hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang.
"Layanan ekspedisi barang, termasuk sarana angkutan roda dua berbasis aplikasi dengan batasan hanya untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang," bunyi ketentuan pelaksanaan PSBB dalam Permenkes tersebut.
Baca: Mulai Hari Ini, Pelanggar PSBB di Jakarta Akan Disodori Blanko Teguran dan Buat Pernyataan
Baca: Ikut Keputusan Pemerintah, Polisi Izinkan Pengemudi Ojol Angkut Penumpang Selama PSBB
Pengesahan Pergub sempat tertunda. Pemprov DKI harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk membahas nasib ojek online selama masa PSBB.
Harapannya, ojek online bisa tetap diizinkan mengangkut penumpang.
Rupanya, isi permenkes tidak berubah. Pemprov DKI harus tetap mengacu pada Permenkes untuk menyusun Pergub PSBB.
Pergub DKI Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB akhirnya disahkan dengan aturan larangan ojol membawa penumpang.
Pasal 18 nomor 6 menyebutkan, "Angkutan roda dua berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang".
Baca: Kemenhub Izinkan Ojol Angkut Penumpang Saat PSBB di Jakarta, Apa Kata Polisi
Baca: Penjelasan Soal PSBB Bodebek, Kriteria Penerima Bantuan Sosial hingga Perbedaan dengan DKI Jakarta
Tidak ada pasal lain yang mengatur pengecualian pasal tersebut.
"Pergub harus sesuai dengan rujukan, maka kami mengatur ojek online sesuai pedoman pada Permenkes Nomor 9 Tahun 2020," kata Anies.
Setelah PSBB berlaku di Jakarta pada Jumat pekan lalu, Grab dan Gojek langsung merespons.
Kedua aplikator itu menghilangkan layanan ojek motor di aplikasi mereka, untuk wilayah DKI Jakarta. Sementara untuk layanan lain tetap tersedia.
Para sopir ojol langsung bereaksi negatif. Mereka semakin sulit mendapatkan penghasilan harian.
Dualisme Aturan
Masalah kemudian muncul saat Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut B Pandjaitan menerbitkan Peraturan Menhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang pengendalian transportasi dalam rangka pencegahan penyebaran virus corona (Covid-19).
Pada Pasal 11 huruf (c) aturan itu, awalnya menyebutkan bahwa sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.
Artinya, ojek online tidak dapat membawa penumpang.
Namun, pada huruf (d) dijelaskan bahwa sepeda motor berbasis aplikasi dengan tujuan tertentu tetap dapat mengangkut penumpang. Asalkan memenuhi sejumlah syarat.
Baca: Tak Hanya Pemerintah, Swasta Ikut Sosialisasikan PSBB Jakarta
Baca: 7 Bantuan yang Diberikan pada Warga 5 Kota dan Kabupaten di Jabar Imbas Pemberlakuan PSBB
Bunyi aturannya sebagai berikut, "Dalam hal tertentu, untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan".
Adapun syaratnya adalah, pertama, aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB.
Kedua, melakukan penyemprotan disinfektan pada kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan.
Ketiga, menggunakan masker dan sarung tangan. Keempat, pengendara tidak sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.
Kepolisian sebagai pihak yang menegakkan aturan pun bingung.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Sambodo Purnomo Yogo menilai, ada dualisme aturan dalam Permenhub tersebut.
Pasal 11 diatur ojek daring hanya diperkenankan mengangkut barang.
Namun, pada pasal yang sama juga diatur dapat membawa penumpang.
Baca: PSBB di Wilayah Kabupaten Bogor dan Bekasi akan Terbagi Jadi Zona Merah serta Non Zona Merah
Baca: PSBB di Bodebek, Ridwan Kamil Sebut Ada 7 Pintu Bantuan Bagi Warga Jawa Barat
"Baca Permenhub Pasal 11 di situ memang ada dualisme, di satu sisi di beberapa media juru bicara Kemenhub mengatakan bahwa ojol boleh mengangkut penumpang, tapi di satu sisi di dalam Peraturan Menhub ini di Pasal 11 silahkan dibaca itu juga jelas bahwa ojol hanya diperbolehkan hanya mengangkut barang," ujarnya.
Lantaran ada aturan yang saling bertentangan, Kepolisian akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan pihak lain agar ada kesesuaian penerapan di lapangan.
"Kita akan diskusikan ini dengan Dinas Pehubungan sehingga nanti ada kesesuaian langkah dengan instansi terkait khususnya untuk pemberlakuan di DKI Jakarta," tuturnya.
Saksi
Kejelasan aturan PSBB diperlukan bagi penegak hukum dan juga masyarakat.
Pasalnya, penerapan PSBB di DKI Jakarta juga diikuti dengan sanksi bagi pelanggar.
Sanksi tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang yang mengatur karantina kesehatan.
Baca: PSBB di Wilayah Kabupaten Bogor dan Bekasi akan Terbagi Jadi Zona Merah serta Non Zona Merah
Baca: PSBB di Bodebek, Ridwan Kamil Sebut Ada 7 Pintu Bantuan Bagi Warga Jawa Barat
Dalam Pasal 9 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dijelaskan:
Ayat (1) Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Ayat (2) Setiap orang berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Di dalam Pasal 93, masih dalam Undang-Undang yang sama dijelaskan sanksi sebagai berikut: Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalma Pasal 9 Ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraaan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pdana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Duduk Perkara, Boleh atau Tidak Ojol Bawa Penumpang Selama PSBB di Jakarta?