News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Selain Anggota DPRD, Warga Jakarta yang Sudah Meninggal Masih Terdaftar Penerima Bansos

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua RT 6 Pademangan Barat, Sukirno (kiri) memberikan langsung paket bantuan sosial (bansos) kepada warga Pademangan Barat, Jakarta Utara, Rabu (15/4/2020). Bantuan sosial yang berisi sembako dan sejumlah kebutuhan lainnya diterima warga miskin yang terdampak wabah virus corona (Covid-19). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak Kamis (9/4/2020) mulai menyalurkan bantuan sosial kepada 1,2 juta warga yang tercatat sebagai keluarga miskin dan rentan miskin yang bermukim di Jakarta. Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengakui masalah akurasi data penerima bantuan sosial di wilayahnya.

Bahkan, ada PNS dan golongan elite yang masuk daftar penerima bansos selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tengah pandemi Covid-19.

Kekurangan pada data pun dikeluhkan warga. Ketua RT di sebuah daerah di Jakarta Timur, Abdul Rohim, mengatakan pihaknya menerima data dari Dinas Sosial Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang tidak sesuai dengan kondisi riil.

Paket bantuan pertama baru saja diterima pada Senin lalu (20/04) sebanyak 61 paket. Namun, penerima bantuan, kata Abdul, kurang sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya.

Ia menyebut ada sebanyak 85 kepala keluarga di RT yang ia ketuai.

"Memang sempat jadi masalah karena dari jumlah yang ada itu nggak ter-cover semua. Ada warga yang tidak berdomisili di lokasi sesuai KTP dan ada yang secara ekonomi orang mampu dapat [bantuan], sementara yang memang membutuhkan nggak [mendapat bantuan]," kata Abdul kepada BBC News Indonesia melalui sambungan telepon pada Kamis (23/04/2020).

Bahkan, ada pula nama orang yang sudah meninggal masih terdaftar sebagai penerima bantuan.

"Ada yang udah meninggal pun masih dapat [bantuan], kalau begitu si ahli warisnya yang boleh mengambil," tambahnya.

Catatan Tribunnews.com, ada juga anggota DPRD DKI yang masuk daftar penerima bansos.

Kondisi demikian sempat menimbulkan konflik di antara warga.

Abdul pun mengatakan ia telah mengusulkan agar semua warga yang terdampak dan ingin mendapatkan bantuan masuk dalam daftar.

"Karena kebanyakan itu terdampak, maka saya usulkan. Kemarin tidak semua [mendapat bantuan], sempat ada masalah juga dengan warga yang tidak mendapatkan. Mereka merasa bantuan itu turun karena adanya wabah, jadi nggak adil kalau misalnya nggak dapat semua," tutur Abdul.

Pemprov memberi kesempatan untuk mendaftarkan nama-nama warga yang membutuhkan.

Abdul menjelaskan paket bantuan yang diberikan Pemprov mencakup beras, sarden, minyak, biskuit, dan masker.

Di antara warga yang belum menerima bantuan tersebut adalah Muhammad Haris, seorang driver ojek online.

Haris mengatakan ia membutuhkan bantuan sembako tersebut akibat pendapatannya yang terpangkas di tengah kebijakan PSBB.

"Membutuhkan. Masalahnya lagi keadaan kayak gini. Ya sama lah kayak driver lain, sepi order, karena pilihan transportasi pun tidak ada lagi, hanya untuk pengiriman. Ya jadi memang persentasi penumpang sudah berkurang," kata Haris melalui sambungan telpon (23/04).

Pemda 'terus koreksi data'

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebelumnya mengatakan telah mengalokasikan bantuan untuk 2,6 juta jiwa atau 1,2 juta KK (kepala keluarga) dengan besaran Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan.

Anggaran yang dialokasikan adalah Rp2,2 triliun.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, melalui konferensi pers pada Rabu (22/04) mengakui adanya nama-nama yang tidak sesuai dalam daftar 1,2 juta KK yang ditargetkan menerima paket bantuan.

"Dan itu ada 1,2 juta nama. Tentu saja, tidak mungkin sempurna. Tidak mungkin. Dari 1,2 juta Anda bisa sebut dua nama, pastilah. Di negeri ini, data yang super akurat, saya rasa teman-teman juga tahu [kondisinya]. Jadi kalau dicari, ya pasti ada," ujar Anies saat konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta.

Ia mengatakan pihaknya akan terus mengoreksi data dengan mengikuti perkembangan kondisi perekonomian di tengah pandemi.

"Hari ini banyak dari saudara kita yang bulan-bulan lalu tidak membutuh bantuan tapi sekarang membutuhkan bantuan. Pada saat datang ke lapangan, yang mengatakan butuh jauh lebih banyak daripada yang ada dalam daftar. Karena banyak sekarang yang tidak memiliki pekerjaan, banyak yang warungnya tutup," tuturnya.

Anies pun menegaskan bahwa pihaknya membuka kesempatan bagi warga untuk menyesuaikan data penerima bantuan.

"Di sini bagian kita memastikan mereka yang prasejahtera baru masuk data yang di-update, sehingga pada distribusi berikutnya mereka bisa dapat bantuan juga. Jadi kita sangat terbuka. Bahkan di seluruh wilayah para lurah membagikan juga pada ketua RW semacam formulir untuk ditambahkan apabila ada warga yang namanya belum masuk, sekaligus juga mencoret nama yang seharusnya tak menerima," jelas Anies.

Penyaluran 'tersendat'

Tersendatnya pembagian bantuan sosial juga terjadi di Provinsi Jawa Barat.

Nandang Dayat, seorang Ketua RT di Kabupaten Bandung, menyampaikan bahwa cakupan bantuan dari pemerintah seharusnya lebih luas mengingat luasnya dampak wabah penyakit virus corona itu.

"Ini kan bukan termasuk bantuan untuk kategori warga miskin atau bantuan bencana gempa, tapi bantuan untuk Covid 19. Berarti semua (warga) kan ya," kata Nanang, seperti yang dilaporkan oleh Yuli Saputra untuk BBC News Indonesia.

Mengutip informasi dari situs Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar, Daud Achmad, telah dilakukan verifikasi terhadap 1,9 juta data-data penerima bantuan oleh RW untuk bantuan sosial yang dibagikan masing-masing senilai Rp500 ribu.

Para penerima dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok A, yaitu warga yang sudah terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) oleh pemerintah pusat.

Kedua adalah Kelompok B, yakni warga non-DTKS, alias warga yang menjadi rawan miskin atau miskin baru akibat pandemi Covid-19.

Yang terakhir, Kelompok C, adalah Kelompok B yang juga merupakan perantau alias tidak ber-KTP sesuai domisili maupun orang daerah Jabar.

Peta penerima 'kurang jelas'

Direktur eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, mengungkap bahwa distribusi bantuan tidak tepat sasaran dan dengan cakupan yang terlalu sempit untuk menjadi efektif.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah masih kurang jelas dalam memetakan sasaran kelompok masyarakat, yaitu masyarakat miskin dan kelompok rentan, atau juga termasuk kelompok menengah ke bawah lainnya yang juga sebetulnya sangat banyak terdampak.

"Sasaran daripada skema-skema kebijakan perlindungan sosial ini, apakah hanya ditujukan kepada masyarakat miskin atau juga ditujukan kepada kelompok lain?

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini