Sementara itu South China Morning Post (SCMP) yang pemberitaannya menyadur dari AFP, juga mengangkat sudut pandang yang sama.
Dikisahkan para penggali makam harus bekerja di bawah teriknya sinar matahari, dikelilingi keluarga korban yang tidak bisa berlama-lama menghadiri pemakaman.
"Sudah puluhan tahun (bekerja), dan saya merasa lelah kerja, baru tahun ini, kali ini, pas pandemi ini," terang Minar (54).
"Apakah ujian dari Tuhan buat saya, saya enggak tahu," imbuhnya.
SCMP lalu menambahkan, tantangan lain bagi penggali makam adalah puasa Ramadhan, yang mewajibkan pemeluk agama Islam tidak makan dan minum selama matahari terbit.
Seorang penggali kubur lainnya bernama Naman Suherman mengatakan, ia mampu mengatasi haus dan lapar karena yakin yang dilakukannya adalah tugas "mulia".
Pria 55 tahun itu mengungkapkan, pekerjaannya memperkuat imannya karena membantu mengantar almarhum ke tempat peristirahatan terakhir mereka.
Kemudian penggali makam lainnya menuturkan, ia tak pernah berhenti menggali kuburan sejak pandemi ini dimulai di Indonesia.
Sebelum ada wabah virus corona, ia menceritakan hanya menggali makam seminggu dalam sebulan.
Selain mengangkat kisah penggali kubur, AFP dan SCMP juga memberitakan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia sebenarnya belum jelas.
Jumlah 1.191 korban meninggal pada Senin (18/5/2020) se-Indonesia diyakini lebih sedikit dari angka sebenarnya, karena jumlah tes virus corona yang rendah.
"Pemerintah mengakui data tidak lengkap."
"Setidaknya 2.107 orang telah dimakamkan di bawah protokol keamanan Covid-19 di Jakarta saja, hampir dua kali lipat dari jumlah korban nasional yang dilaporkan."
"Kota-kota lain juga telah memperlihatkan angka pemakaman yang luar biasa tinggi dalam beberapa bulan terakhir, menunjukkan lebih banyak korban," tulis pemberitaan SCMP.