TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Jajaran Polres Metro Depok telah mengamankan pria berinisial SPM (42).
Dia diduga pelaku kasus pencabulan anak di bawah umur di lingkungan gereja di kawasan Pancoranmas, Depok, Jawa Barat.
Baca: Kemendikbud Dorong Kolaborasi Lembaga Pelatihan Dengan Dunia Usaha
Diketahui, SPM sudah lama menjadi pengurus di gereja tersebut.
Kapolres Metro Depok, Kombes Pol Azis Andriansyah menuturkan modus yang digunakan terduga pelaku dalam melancarkan aksinya.
"Dia ini pura-pura mengajak korbannya berbenah perkakas, tapi justru malah dilakukan pencabulan," ujar Kapolres Metro Depok Kombes Azis Andriansyah kepada wartawan, Senin (15/6/2020).
Polisi menjerat SPM dengan Pasal 82 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kasus ini baru terungkap setelah pengurus gereja mencium gelagat tak beres dari SPM.
Tersangka tampak sering memangku dan memeluk anak-anak di bawah naungannya itu, sesuatu yang dianggap kurang wajar.
Internal gereja membentuk tim investigasi.
Para pengurus gereja mengundang orangtua-orangtua anak-anak yang tergabung dalam kegiatan gereja tersebut, meminta mereka agar menanyakan apakah putra-putri mereka jadi korban pelecehan seksual.
Tak dinyana, pengakuan anak-anak mereka pun bermunculan.
Seorang anak mengaku dilecehkan pada medio Maret 2020 lalu.
Sejak itu, temuan terus bergulir.
Pendamping hukum para korban, Azas Tigor Nainggolan menduga bahwa bukan hanya 1-2 anak-anak yang telah jadi sasaran pencabulan oleh SPM.
"Sekarang memang tim kami masih terus menerima laporan anak-anak yang mengaku menjadi korbannya pelaku," kata Tigor ketika dihubungi Kompas.com, Senin (15/6/2020).
"Yang mengaku langsung kepada saya, setidaknya yang sudah clear mengaku, ada enam orang. Tapi, yang masih butuh klarifikasi ada sekitar lima lagi," tambah dia.
Kejadian paling awal terlacak pada 2006 Tigor menyebutkan, sejauh ini pihaknya telah menerima pengakuan dari sejumlah anak-anak yang pernah jadi korban pencabulan oleh SPM.
Kebanyakan dari mereka merupakan anak-anak yang pernah dinaungi oleh SPM yang bertindak sebagai pembina salah satu kegiatan di gereja.
SPM sudah jadi pembina dalam kegiatan itu sejak awal 2000-an dan tak lama setelah itu pula ia melancarkan aksinya.
"Dari enam orang itu, pencabulan terjadi pada periode yang berbeda sejak beberapa tahun ke belakang. Yang saya terima, paling lama kejadian terlacak tahun 2006," jelas Tigor.
Ia berujar, tim internal gereja yang telah menginvestigasi kasus ini sebelum melaporkan SPM ke polisi akan terus bekerja.
"Kasus kayak gini, kalau kita baca pengalaman-pengalaman pada kasus seperti ini sebelumnya, korbannya tidak satu, bisa saja korbannya ada banyak," kata dia.
"Berangkat dari situ makanya saya dengan teman-teman terus menginvestigasi kasus ini supaya kita bisa melakukan perbaikan dengan bagus," tambah Tigor.
Korban mengaku dipaksa, kadang diancam Tigor melanjutkan, hasil mendengarkan penuturan cerita pencabulan dari para korban, SPM kerap melontarkan tipu daya dan ancaman kepada anak-anak itu untuk melancarkan aksinya.
"Kalau menolak permintaannya si pelaku, mereka diancam, dibilang, 'Kamu tidak akan dapat tugas lagi'," ungkap Tigor.
"Ada juga yang kemudian keluar dan tidak aktif sejak kejadian itu. Mereka trauma. Mereka takut. Ada juga yang, misalnya, anak-anak itu menolak diberhentikan sama si pelaku, jadi enggak dikasih tugas lagi," imbuh dia.
Ia beranggapan, terdapat sejumlah dimensi yang membuat kasus ini baru terendus setelah terjadi sekian lama dan menghantui belasan atau bahkan puluhan anak-anak lain sejak dulu.
"Saya melihat ini ada situasi di mana korban tidak tahu bahwa dirinya sedang dilecehkan karena mereka masih anak-anak, paling kecil 11 tahun," kata Tigor.
"Ketika saya mengobrol dengan orangtuanya, juga orangtuanya kadang tidak ngeh, tidak tahu. Anak-anaknya juga tidak menceritakan ke orangtuanya."
"Kemudian kalau mereka tahu, ada juga orangtua yang takut dan malu," lanjut dia.
Perihal paksaan ini juga dibenarkan oleh Kapolres Azis Andriansyah.
"Sedikit ancaman memang ada, tapi tidak sampai ancaman kekerasan," kata dia kepada wartawan, Senin.
Pastor paroki Gereja, Yosep Sirilus Natet menjamin bahwa pihak gereja tak akan menutup-nutupi kasus ini.
Dengan besar hati, ia mengakui bahwa insiden ini terjadi dalam internal mereka.
Natet menegaskan komitmennya melindungi para korban dam mengungkap kasus ini.
"Saya mengatakan bahwa, terungkapnya kasus ini, tidak menjadikan gereja merasa bangga atau bahagia. Akan tetapi, ini menjadi sebuah cermin bagi gereja untuk tetap berbenah," ungkap Natet kepada Kompas.com via telepon, Senin sore.
"Apa pun yang sekarang kita hadapi, harus kita berikan informasi yang dibutuhkan. Gereja akan membongkar sesuatu yang tidak benar yang terjadi di dalam gereja, dan juga gereja ingin mengupayakan agar hal-hal yang benar tetap bisa diwujudkan," tambah dia.
Komitmen ini telah ditunjukkan pihak gereja dengan dibentuknya tim investigasi internal yang pada akhirnya mengirim SPM ke sel tahanan polisi.
Natet menyatakan, saat ini pihaknya akan fokus melindungi serta mendampingi anak-anak yang menjadi korban pencabulan serta orangtua mereka.
Mereka, dengan begitu terbuka menceritakan segala sesuatunya, Natet anggap sebagai pahlawan dan pejuang bagi perbaikan internal gereja.
Baca: Kasus Pencabulan Anak di Gereja Depok: Sudah 6 Orang Mengaku Sebagai Korban, Terlacak Sejak 2006
"Kita akan upayakan ini, walaupun sangat tidak mudah dan tidak murah, tapi menurut saya gereja mau bertanggung jawab dengan apa yang sudah terjadi, terutama untuk anak-anak," ujar dia.
"Kita harus tetap menegakkan keadilan dan tetap menjalankan hukum, bahwa yang apa yang terjadi adalah pelanggaran. Karena, selain menjadi anggota gereja, kami juga warga negara Indonesia yang harus taat kepada hukum," pungkas Natet.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Terungkapnya Pencabulan Anak-anak oleh Pengurus Gereja di Depok