TRIBUNNEWS.COM - Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, memberikan analisisnya soal kematian warga negara Prancis, FAC alias Francois Abello Camille (65), yang menjadi tersangka dalam kasus pencabulan terhadap ratusan anak.
Reza menilai tindakan mengakhiri hidup kalangan pelaku kejahatan memang tinggi.
Bahkan menurutnya, perbandingan jumlah insiden peristiwa bunuh diri di kalangan pelaku kejahatan lebih banyak sekitar 180 kali daripada kasus bunuh diri di tengah-tengah masyarakat umum.
"Bunuh diri di kalangan pelaku memang tinggi."
"Sekitar 180 kali lebih tinggi daripada bunuh diri daripada masyarakat umum," ujarnya kepada Tribunnews, Senin (13/7/2020).
Reza melanjutkan penjelasannya, penyebab pelaku kejahatan melakukan bunuh diri karena sejumlah faktor.
"Salah satu teori yang menjelaskan 'korban menjadi pelaku' adalah korban mengalami penderitaan yang berkepanjangan. Seperti depresi dan lain sebagainya."
"Nah, ketika sadar bahwa mereka dalam proses hukum, mereka bisa berpikir, perjalanan ini terasa sangat menyedihkan the end of road," imbuh Reza.
Pria kelahiran 19 Desember 1974 ini menambahkan, beratnya hukuman di Indonesia bisa jadi juga mendorong FAC untuk melakukan aksi bunuh diri.
Baca: Pedofil Asal Perancis yang Cabuli 305 Anak Akhirnya Tewas, Polisi Koordinasi dengan Kedubes
"Di sini, hukuman jauh lebih berat. Bisa sampai hukuman mati. Setidaknya begitu di atas kertas."
"Di negara asalnya cuma penjara," katanya.
Reza berpendapat, terkait kasus yang membelit FAC menjadi sinyal tersendiri untuk para parat penegak hukum.
Ia berpandangan dibutuhkan pendekatan khusus menangangi pelaku kejahatan serupa yang membelit FAC.
"Awas, jangan sampai pelaku lainnya termasuk pelaku WNA melakukan aksi fatal serupa (bunuh diri, red)," tegas Reza.
Terakhir, Reza meminta meskipun FAC telah meninggal dunia, proses penanganan kasus ini tidak boleh dihentikan.
Reza menduga FAC tidak menutup kemungkinan merupakan bagian dari jaringan pedofilia internasional.
"Pelaku eksploitasi seksual anak bukan sebagai lone wolf, melainkan sebagai bagian dari jaringan pedofilia internasional, maka perlu dipastikan bahwa pelaku bukan bunuh diri, melainkan 'dibunuh'."
"Dibunuh oleh sindikat internasional tersebut. Jika mereka menggunakan cryptocurrency sebagai alat transaksi, boleh jadi penelusurannya tidak mudah."
"Tapi, semoga kepolisian tetap bisa membongkar lebih jauh pergerakan jaringan jahat internasional tersebut," tandasnya.
Baca: Kakek Pedofil yang Cabuli 4 Anak di Surabaya Ditangkap, Iming-iming Es Krim hingga YouTube
Kronologi Kematian FAC
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, mengungkapkan terkait kematian warga negara Prancis, FAC alias Francois Abello Camille (65), yang menjadi tersangka dalam kasus pencabulan terhadap ratusan anak.
Hal tersebut disampaikan dalam rilis pihak kepolisian yang videonya diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Senin (13/7/2020).
Peristiwa ini bermula pada Kamis (9/7/2020) lalu saat petugas jaga melakukan patroli.
Kala itu para petugas mengecek setiap tahanan di sel masing-masing.
Kemudian, petugas menemukan leher Frans sudah dalam kondisi terikat kabel.
Kombes Pol Yusri menerangkan kabel sudah terikat di leher namun tak tergantung.
"Kemudian hari Kamis yang lalu, pada saat petugas dari tahanan melakukan patroli di masing-masing ruang tahanan yang ada."
"Dalam kondisi terikat lehernya dengan seutas kabel, ada kabel yang terikat tapi tidak tergantung," terang Kombes Pol Yusri.
Kombes Pol Yusri menegaskan Frans melakukan upaya percobaan bunuh diri di dalam sel.
Yakni dengan melilit leher menggunakan kabel kemudian membebankan berat badannya.
Saat ditemukan, Frans berada di sel tahanan menempel ke tembok.
Kombes Pol Yusri menjelaskan kabel yang digunakan Frans memang sudah ada di dalam sel tahanan.
Baca: Biar Punya Daya Pikat, Dukun Cabul Minta Perempuan Mandi Kembang dan Lepas Baju, Korban: Sia-sia
Bahkan keberadaan kabel tersebut dirasa cukup tinggi sehingga tidak mudah untuk digapai.
Akan tetapi, postur tubuh Frans membuatnya bisa meraih kabel dengan bantuan tembok kamar mandi.
"Berupaya untuk membebankan dengan berat badannya di tembok ada percobaan bunuh diri," jelas Kombes Pol Yusri.
"Kabel itu sudah ada di dalam sel tahanan, cukup tinggi sebenarnya tetapi dengan tinggi yang bersangkutan bisa meraih dengan menaiki tembok kamar mandi," lanjutnya.
Bahkan Kombes Pol Yusri mengatakan orang biasa tidak akan bisa meraih kabel tersebut.
Setelah tindakan Frans diketahui petugas, ia langsung dibawa ke rumah sakit.
Kala itu, ia dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Di sana Frans telah mendapatkan perawatan dan tindakan medis berdasar kondisinya saat itu.
"Kalau orang biasa nggak akan nyampe, dia tinggi jadi dia bisa ambil dia lilit lehernya," ungkap Kombes Pol Yusri.
"Tetapi sempat diketahui oleh petugas saat itu juga, dan kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati untuk dilakukan perawatan dan tindakan medis," imbuhnya.
Kombes Pol Yusri menuturkan Frans sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit selama tiga hari.
Baca: Pedofil Asal Perancis yang Cabuli 305 Anak Akhirnya Tewas, Polisi Koordinasi dengan Kedubes
Namun pada Minggu (12/7/2020) malam, Frans mengembuskan napas terakhirnya.
"Kurang lebih tiga hari dilakukan perawatan, tadi malam sekitar pukul 20.00 WIB tersangka meninggal dunia," tutur Kombes Pol Yusri.
Sebelumnya diberitakan Frans diamankan oleh Subdit 5 Renakta Dit Reskrimum Polda Metro Jaya.
Ketika itu Frans tengah berada di sebuah hotel di daerah Taman Sari, Jakarta Barat.
Frans menjadi tersangka dalam kasus pencabulan anak di bawah umur dengan jumlah 305 korban.
Dalam menjalankan aksinya, Frans menyewa sebuah kamar hotel yang ia sulap seperti studio foto.
Ia juga membawa sebuah kamera profesional agar tampak seperti fotografer sungguhan.
Dalam momen itu, Frans meminta korbannya untuk berpose seperti pemotretan pada umumnya.
Frans baru melancarkan aksi cabulnya setelah sesi pemotretan selesai.
Saat diamankan, ditemukan sejumlah barang bukti seperti laptop, 6 kartu memori, dan 6 kamera.
Kemudian juga ada 20 alat kontrasepsi hingga 2 vibrator.
Frans memasang kamera yang tersembunyi untuk merekam aksi cabulnya pada setiap korban.
Setelah itu rekaman tersebut disimpan di laptop milik Frans.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan/Febia Rosada)