TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Sepuluh orang masih dinyatakan hilang akibat bencana banjir bandang Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.
Sementara itu berdasarkan data per Selasa (21/7/2020), pukul 22.00 waktu setempat, jumlah korban meninggal dunia (MD) mencapai 38 orang.
"Warga yang mengalami luka-luka mencapai 106 orang, 22 di antaranya menjalani rawat inap dan sisanya rawat jalan," ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Raditya Jati dalam siaran persnya, Rabu, (22/7/2020).
Menurutnya, berdasarkan data di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Luwu Utara, terdapat 3.627 KK atau 14.483 orang masih mengungsi di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Sabang, Baebunta dan Masamba). BPBD setempat masih mendata populasi penyintas yang berada di Kecamatan Baebunta Selatan, Malangke dan Malangke Barat.
Baca: Sepuluh Korban Banjir Bandang di Luwu Utara Masih Dinyatakan Hilang
Baca: Presiden Kirimkan Bantuan untuk Masyarakat Terdampak Banjir Bandang di Luwu Utara
Sementara itu, perkembangan terkini kerugian mencakup rumah terdampak 4.202 unit, tempat usaha mikro 82, tempat ibadah 13, sekolah 9, kantor pemerintah 8, fasilitas kesehatan 3, fasilitas umum 2 dan pasar 1.
Sedangkan kerusakan infrastruktur meliputi jalan sepanjang 12,8 km, jembatan 9 unit, pipa air bersih 100 m dan bendungan irigasi 2 unit.
Menurut pantauan BPBD setempat, akses Jalur poros Masamba – Baebunta, Jalan Poros di Kecamatan Sabbang menuju Desa Malimbu masih tertimbun lumpur dan hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua.
"Kerusakan lahan produktif mencakup 219 hektar lahan pertanian dan 241 hektar lahan sawah," tuturnya.
Upaya penanganan darurat lain yang dilakukan dengan pendirian dapur umum yang tersebar di enam titik.
Menurut informasi yang diperoleh Pusdalops BNPB, ketersediaan dapur umum masih kurang untuk memenuhi kebutuhan permakanan para penyintas.
BPBD dan instansi terkait mendistribusikan bantuan logistik melalui motor trail untuk menjangkau wilayah yang sulit dijangkau dengan kendaraan roda empat.
" Tantangan ini mengakibatkan distribusi bantuan logistik belum dapat diakses para penyintas di beberapa titik dengan optimal," katanya.
Beberapa faktor memicu terjadinya banjir bandang, salah satunya hujan berintensitas tinggi sejak 12 – 13 Juli lalu, yang kemudian menyebabkan Sungai Rongkong, Sungai Meli dan Sungai Masamba meluap pada Senin (13/7/2020), pukul 21.00 waktu setempat.
Di samping banjir bandang, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Geologi (PVMBG) telah memetakan potensi gerakan tanah yang terjadi di sejumlah kecamatan di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. PVMBG membagi kategori potensi ancaman menjadi dua, yaitu menengah dan menengah – tinggi.
Kategori menengah merujuk pada daerah yang mempunyai potensi menengah untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.
Sedangkan pada kateogri tinggi, zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
Sejumlah kecamatan yang berada pada kategori potensi menengah yakni Angkona, Nuha, Baebunta dan Bone Bone, sedangkan pada menengah hingga tinggi teridentifikasi di Kecamatan Burau, Malili, Mangkutana, Tomoni, Towuti, Wasuponda, Limbong, Mappendeceng, Masamba, Rampi, Sabbang, Seko, Sukamaju dan Tanalili.
Menurut PVMBG, lokasi terdampak banjir bandang lalu masih berpotensi terjadi gerakan tanah dan banjir bandang susulan.
"Menyikapi potensi ini, warga diharapkan selalu waspada dan siap siaga dalam menghadapi potensi bahaya, khususnya terkait dengan bencana hidrometeorologi," pungkasnya.