Jadi bila diperhatikan di awal kita menyaksikan angka kematian tinggi, lalu turun, lalu datar dalam dua minggu terakhir ini angka kematian meningkat kembali.
Persentase memang turun, tapi secara nominal angka kematiannya meningkat terus setiap hari.
Ini yang harus kita perhatikan dan saya harus garis bawahi ini bukan angka statistik, setiap kematian satu orang adalah kematian saudara kita, dan itu terlalu banyak.
Pada setiap kematian ada keluarga, ada teman-teman yang ditinggalkan lebih cepat.
Dan setiap satu angka kematian sesungguhnya adalah satu orang yang disayangi yang dibutuhkan kehadirannya bagi banyak orang yang lain.
Karena itu setiap satu kematian bukan angka statistik saja, ini adalah nyawa saudara kita yang harus selalu kita usahakan untuk diselamatkan.
Angka kedua yang ingin saya ingin berikan adalah kasus aktif.
Kasus aktif adalah orang-orang yang positif Covid-19 yang masih menjalani isolasi dan perawatan dan belum dinyatakan sembuh.
Jadi di dalam penanganan Covid ini ada kasus baru yang masuk dalam sistem penanganan kita.
Lalu di akhir penanganan ada dua, satu meninggal, satu sembuh, yang mereka masih di dalam sudah ditemukan positif tapi belum sembuh, masih dalam isolasi, inilah kasus aktif.
Mengapa penting untuk memahami kasus aktif ini dan mengetahui angkanya?
Karena ini terkait kapasitas fasilitas kesehatan di Jakarta, dan di antara kasus aktif ini ada tiga kelompok.
Kelompok yang tak bergejala, kelompok yang bergejala ringan, dan kelompok yang bergejala sedang dan berat.
Kelompok yang sedang dan berat inilah yang membutuhkan perawatan rumah sakit, bahkan yang kritis membutuhkan fasilitas ICU.
Jadi secara rata-rata selama perjalanan 6 bulan ini kita bisa mengatakan 50-an persen tanpa gejala, 35-an persen bergejala ringan, 15-an persen bergejala sedang atau berat.
Nah, ini yang membutuhkan pelayanan rumah sakit. Kelompok inilah yang kita harus perhitungkan, kasus aktif dan bergejala sedang atau berat.
Di Jakarta saat ini kenyataannya kita memiliki fasilitas kesehatan cukup besar dalam skala Indonesia, ada 190 rumah sakit dan 67 di antaranya adalah rumah sakit rujukan.
Di Jakarta juga rasio dokter per populasi juga cukup tinggi, dibandingkan rata-rata nasional, tetapi saat ini ambang batas sudah hampir terlampaui.
Jadi memperhatikan tadi, bahwa angka yang menjadi penanda kapasitas kesehatan kita dalam menangani Covid ini keterpakaian tempat tidur isolasi, dan keterpakaian ICU.
Kapasitas ketersediaan dipengaruhi juga dengan ketersediaan tenaga kesehatan yang mampu menangani wabah, juga jumlah APD, juga peralatan dan obat-obatan.
Saat ini, Jakarta memiliki 4.053 tempat tidur isolasi khusus Covid-19, dan per kemarin sudah 77 persen terpakai, jadi dari angka 4.053 77 persen terpakai.
Saya ingin tunjukkan grafiknya, di sini boleh kita perhatikan, ini adalah jumlah orang yang dirawat di tempat isolasi kita.
Dari gambar ini kita saya ingin berilustrasi ketika kasusnya mulai muncul di awal Maret, angka mulai bergerak tambah.
Pada tanggal 16 Maret kita melakukan penutupan sekolah, penutupan perkantoran, penutupan kegiatan umum, tempat-tempat umum.
Dalam waktu dua minggu kemudian jumlah kasus yang harus dirawat mengalami perlambatan, asalnya meningkat lalu dia mulai rata.
Sampai dengan Juni kita mulai pembatasan, lalu PSBB mulai 10 April.
Apa yang terjadi? Di sini mulai terjadi pelandaian, kita landai di sini, kemudian kita memasuki masa transisi dan apa yang terjadi?
Secara bertahap terutama di Bulan Agustus kita mulai menyaksikan peningkatan jumlah kasus, ini persentase dari tempat tidur isolasi yang digunakan naik.
Ini ambang batasnya, 4.053, bila situasi ini berjalan terus tidak ada pengereman, maka dari data yang kita miliki, bisa dibuat proyeksi tanggal 17 September, tempat tidur isolasi yang kita miliki akan penuh.
Dan sesudah itu tidak mampu menampung pasien Covid lagi, dan ini waktu yang tinggal sebentar.
Kami di Pemprov DKI setiap waktu terus menambah rumah sakit swasta yang bisa terlibat untuk menaikkan kapasitas, kita insyaallah akan meningkatkan lagi 20 persen, sehingga menjadi 4.807.
Tapi saya harus garis bawahi, menaikkan tempat tidur, menaikkan jumlahnya itu bukan sekadar menyediakan tempat tidurnya, tapi memastikan ada dokternya, memastikan ada perawatnya.
Memastikan ada alat pengamannya, memastikan ada obat-obatannya, memastikan ada seluruh alat pendukungnya.
Jadi, menaikkan kapasitas menjadi 4.800-an itu, bila tidak disertai dengan pembatasan penularan secara ketat seperti sekarang ini, maka tempat tidur itu pun akan penuh di pekan kedua Oktober.
Jadi saya ingin menggarisbawahi di sini, bila kita naikkan 20 persen jadi 4.807, ini tercapai insyaallah tanggal 6 Oktober.
Naik terus trennya kita akan ketemu masalah baru, karena itu, ya jangka pendek kita akan terus meningkatkan kapasitas.
Tapi, jika tidak ada pembatasan ketat, maka ini hanya sekadar mengulur waktu, dalam kurang dari 1 bulan rumah sakit akan kembali penuh.
Ini untuk tempat tidur isolasi di rumah sakit kasus sedang, yang berat membutuhkan ICU.
Ini saya ingin tunjukkan data ICU kita, situasinya tidak lebih baik.
Di sini, kalau kita perhatikan kapasitas ICU kita, ada 528 tempat tidur bila kenaikan yang berjalan terus sejak Agustus sampai September.
Ini selama Bulan Agustus meningkat drastis, trennya akan naik terus, maka 15 September akan penuh.
Kita coba tingkatkan 20 persen jadi 636, dan itu pun nanti akan mulai penuh di sekitar tanggal 25 September.
Jadi, meskipun kita mendorong peningkatan kapasitas rumah sakit kita, tapi jumlah kasus aktif di Jakarta pertambahannya lebih cepat daripada pertambahan kapasitas tampung untuk pelayanan rumah sakit, baik tempat tidur maupun ICU.
Jadi, dari tiga data ini, angka kematian, keterpakaian tempat tidur isolasi, keterpakaian ICU khusus COVID, menunjukkan bahwa situasi wabah di Jakarta ada dalam kondisi darurat.
Presiden dua hari yang lalu menyatakan dengan tegas kepada kita semua, bahwa jangan restart ekonomi sebelum kesehatan terkendali.
Beliau jelas meletakkan kesehatan sebagai prioritas utama.
Maka dengan melihat kedaruratan ini, maka tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat sesegera mungkin.
Dalam rapat Gugus tugas percepatan pengendalian Covid-19 di Jakarta tadi sore, disimpulkan bahwa kita akan menarik rem darurat, yang itu artinya kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu.
Bukan lagi PSBB transisi, tapi kita harus melakukan PSBB sebagaimana masa awal dulu, dan inilah rem darurat yang harus kita tarik, sebagaimana tadi kita lihat begitu dilakukan pembatasan, maka jumlah kasus menurun, sehingga kita bisa menyelamatkan saudara-saudara kita.
Sekali lagi, ini soal menyelamatkan warga Jakarta, bila ini dibiarkan maka, rumah sakit tidak akan sanggup menampung, dan efeknya kematian akan tinggi terjadi di Jakarta.
Nah, kita semua dalam pertemuan tadi bersepakat untuk tarik rem darurat, dan kita akan menerapkan seperti arahan Bapak Presiden di awal wabah dahulu, yaitu bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan usahakan beribadah dari rumah.
Detailnya, kita akan sampaikan di hari-hari ke depan, tapi secara garis besar, pada prinspinya perlu kami sampaikan awal sebagai ancang-ancang pada seluruh masyarakat bahwa kita akan menuju PSBB.
Ada fase, ada proses supaya kita bisa menyiapkan ini agar berjalan dengan baik, dan kami sampaikan malam ini sebagai ancang-ancang supaya kita semua bisa mengantisipasi.
Jadi prinsipnya, mulai Senin tanggal 14 September kegiatan perkantoran yang non-esensial diharuskan untuk melaksanakan kegiatan bekerja dari rumah.
Bukan kegiatan usahanya yang berhenti, tapi bekerja di kantornya yang ditiadakan.
Kegiatan usaha jalan terus, kegiatan kantor jalan terus, tapi perkantoran yang tidak diizinkan untuk beroperasi.
Akan ada 11 bidang esensial yang boleh tetap berjalan dengan operasi minimal, jadi tidak boleh beroperasi seperti biasa, tapi dikurangi.
Dan perlu saya sampaikan, bahwa izin operasi pada bidang-bidang non-esensial yang dulu mendapatkan izin, akan dievaluasi ulang, untuk memastikan bahwa pengendalian pergerakan kegiatan, baik kegiatan usaha maupun kegiatan sosial, itu tidak menyebabkan penularan.
Lalu seluruh tempat hiburan akan ditutup, kegiatan yang dikelola oleh Pemprov DKI seperti Ragunan Monas, Ancol, taman-taman kota, dan kegiatan belajar tetap berlangsung di rumah seperti yang sudah dilakukan selama ini.
Kegiatan rumah makan, restoran kafe diperbolehkan untuk tetap beroperasi, tetapi tidak diperbolehkan untuk menerima pengunjung makan di lokasi.
Jadi pesanan diambil, pesanan diantar tapi tidak makan di lokasi, karena kita menemukan di tempat-tempat ini lah terjadi interaksi yang mengantarkan pada penularan.
Khusus untuk tempat ibadah akan ada sedikit penyesuaian, tempat ibadah bagi warga setempat masih boleh digunakan asal menerapkan protokol yang ketat.
Artinya, rumah ibadah raya yang jemaahnya datang dari mana-mana, bukan dari lokasi setempat seperti masjid raya, tidak dibolehkan dibuka, harus tutup.
Tetapi rumah ibadah di kampung, di kompleks, yang digunakan oleh masyarakat dalam kampung itu sendiri, dalam kampung itu sendiri, masih boleh buka, ada pengecualian.
Kawasan yang memiliki jumlah kasus yang tinggi, kawasan-kawasan itu ada datanya, wilayah-wilayah, RW-RW yang dengan kasus tinggi, maka kegiatan beribadah harus dilakukan di rumah saja.
Tapi yang lainnya bisa melakukan kegiatan, selama hanya untuk warga di wilayah itu, dan bukan tempat ibadah raya yang pengunjungnya, yang jemaahnya datang dari berbagai tempat, di mana di situ terjadi potensi interaksi yang ada potensi penularan.
Meski begitu, izinkan saya menganjurkan, untuk lebih baik semua dikerjakan di rumah.
Kemudian kegiatan publik dan kegiatan kemasyarakatan yang sifatnya pengumpulan massa, tidak boleh dilakukan, kerumunan dilarang.
Ingat, penularan itu ada dalam kegiatan-kegiatan komunitas besar.
Bahkan, saya boleh menganjurkan, kumpul-kumpul seperti reuni, pertemuan keluar dan lain-lain yang sifatnya mengumpulkan orang dari berbagai tempat, sebaiknya ditunda.
Ingat, penularan di acara seperti ini, potensinya sangat besar, dan bila kita merasa aman, merasa nyaman di acara seperti ini, hanya karena kita kenal dengan orang lain, potensi penularannya tetap tinggi.
Lalu, transportasi umum akan kembali dibatasi secara ketat jumlahnya dan jamnya, ganjil genap untuk sementara akan ditiadakan.
Tapi bukan berarti kita bebas bepergian dengan kendaraan pribadi.
Pesannya jelas, saat ini kondisi darurat lebih darurat daripada awal wabah dahulu, maka jangan keluar rumah bila tidak terpaksa.
Tetap saja di rumah dan jangan keluar rumah dari Jakarta bila tidak ada kebutuhan yang mendesak.
Tentu mungkin ada pertanyaan bagaimana orang keluar masuk Jakarta. idealnya tentu saja kita bisa membatasi orang keluar masuk Jakarta hingga minimal.
Tapi dalam kenyataannya, ini tidak mudah untuk ditegakkan hanya oleh Jakarta saja.
Ini butuh koordinasi dari pemerintah pusat, utamanya dengan Kementerian Perhubungan.
Juga dengan tetangga-tetangga kita di Jabodetabek yang insyaallah besok kita akan melakukan koordinasi, terkait dengan pelaksanaan fase pengetatan yang akan kita lakukan di hari-hari ke depan.
Kita masih memiliki waktu, saya berharap kepada para pengelola perkantoran untuk melakukan persiapan menghadapi pembatasan ini.
Dan kita ingin agar pengalaman kita menjalani PSBB yang ketat beberapa bulan lalu membuat kita tahu apa yang harus dikerjakan.
Kami harus sampaikan kepada semua bahwa banyak informasi panduan yang sudah disiapkan, yang sudah digunakan. Nanti kami akan sampaikan lagi secara bertahap.
Dan saya sampaikan kepada semua Pemprov DKI Jakarta, tetap berkomitmen untuk selalu transparan menyampaikan apa adanya, menyampaikan sesuai dengan kenyataannya.
Karena selama ini Pemprov DKI Jakarta beserta seluruh jajaran Forkopimda, Kodam Jaya, Polda Metro Jaya, Kejaksaan Tinggi, Komando Armada I, Kops AU I, Lantamal III, BIN Daerah DKI Jakarta, Kasgartap dan Pengadilan Tinggi.
Dan juga dengan dukungan pemerintah pusat, kita terus bergerak, kita tidak pernah diam, dan kita berbagi tugas.
Dan kita di sisi kami, sisi pemerintahan, kita tadi menganjurkan melakukan pembatasan, tapi di sisi kami ada tanggung jawab yang harus dilakukan, yaitu melakukan deteksi kepada mereka yang bergejala, mereka yang positif.
Karena itu kita selalu mengistilahkan 3T; Testing, Tracing, Treatment, dan dalam treatment itu isolasi.
Jadi harapannya sisi pemerintah melakukan 3T, sisi masyarakat melakukan 3M.
Nah, saat ini sudah 716 ribu orang lebih yang dites PCR di Jakarta.
Dan ini membuat Jakarta secara nasional 49 persen tes dilakukan di Jakarta, tes nasional. Dan tingkat tes Jakarta adalah 67.335 orang per sejuta populasi.
Ini lebih tinggi dari rata-rata nasional, yaitu 5.348 orang dites per satu juta penduduk. Dari tes tersebut ditemukan 49.837 kasus.
Artinya positivity rate atau tingkat kasus positif di Jakarta saat ini adalah 7 persen, lebih rendah daripada positivity rate nasional sebesar 14 persen.
Sejak masa PSBB transisi diberlakukan Bulan Juni, Jakarta terus terlibat aktif konsisten untuk meningkatkan kemampuan testing, hingga saat ini, kita melebihi standar WHO hingga lima kali lipat.
Dan dalam waktu dekat kita juga akan terus meningkatkan kapasitas tes ini.
Kita bekerja sama dengan berbagai jejaring, berbagai lab, untuk memastikan kemampuan deteksi kita selalu tinggi.
Tujuannya tidak lain tidak bukan, menyelamatkan keselamatan nyawa warga Jakarta.
Dan Puskesmas juga di Jakarta itu rutin melakukan active case finding.
Saat ini tingkat tracing di Jakarta adalah enam. Enam itu artinya, setiap ada satu kasus positif, ada enam kontak erat yang dilacak.
Dan ini masuk level moderat, Jakarta berharap untuk bisa terus meningkatkan kapasitas tracing.
Untuk kapasitas treatment, tadi sudah saya jelaskan di awal, fasilitas isolasi rumah sakit, fasilitas ICU saat ini terus kita tingkatkan.
Sangat berbeda dengan di masa awal pandemi. Pada saat itu kita masih punya minim fasilitas.
Dan ke depan kita akan menjadikan Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu dan RSUD Cengkareng diubah menjadi Rumah Sakit khusus Covid.
Dan Jakarta juga menyadari jumlah tenaga kesehatan penanganan Covid ini akan makin berkembang.
Untuk melapisi, kami baru saja merekrut 1.174 tenaga kesehatan profesional, terus kita akan tambah, karena kita ingin memastikan bahwa bukan hanya tempat tidurnya yang tambah, ICU tambah, tapi tenaga medisnya.
Dan kita pastikan ada perlindungan yang baik untuk mereka, karena saat ini saja sudah lebih dari 100 dokter di Indonesia yang meninggal dalam perjuangan melawan Covid.
Dan kita perlu sadari, satu dokter meninggal artinya setara dengan ratusan ribu warga kehilangan pelayanan kesehatan.
Karena itu jangan sampai kita kehilangan lebih banyak lagi garda pertahanan terakhir kita dalam perlawanan terhadap wabah ini.
Dan saya perlu sampaikan juga dengan kembali berlakunya PSBB, maka kami di pemerintah berkewajiban memberikan dukungan bantuan sosial kepada masyarakat yang paling rentan terdampak.
Nantinya Pemprov DKI akan bekerja sama meneruskan dengan Kementerian Sosial, kegiatan bantuan sosial sembako kepada masyarakat rentan yang memang selama ini telah terdata dan selama ini memang mereka telah menjadi penerima.
Nanti detail dan lain-lain kami sampaikan menyusul.
Sering jadi pertanyaan bagi kita semua, kapan ini semua akan berakhir?
Harapan kita, yang paling realistis saat ini adalah mudah-mudahan penemuan vaksin yang aman dan efektif bisa terdistribusi secara merata.
Tapi kondisi hadirnya vaksin yang ideal ini, ideal itu artinya aman, efektif, tidak mungkin datang dalam satu dua bulan ke depan.
Seluruh pakar kesehatan di dalam dan luar negeri bekerja keras untuk menemukan vaksin.
Bahkan Bapak Presiden telah membentuk tim percepatan pengembangan vaksin Covid-19 dan kita mendukung sepenuhnya.
Tapi kita juga menyadari bahwa selama sekarang sampai dengan vaksin itu ada, maka kita harus bersiap melawan wabah dengan menjalankan protokol kesehatan secara serius, menjalani pembatasan fisik, pembatasan sosial secara disiplin.
Seluruh jajaran Pemprov DKI Jakarta berkomitmen untuk kerja keras, untuk siaga penuh selama masa pembatasan ini, meringankan beban seluruh masyarakat.
Kita harus kalahkan wabah ini bersama-sama. Cobaan ini memang besar, dan ini mungkin adalah cobaan terbesar bagi generasi yang hidup saat ini.
Tapi cobaan besar ini bisa berkurang beratnya bila kita saling mendukung, bila kita saling men-support, bila kita saling memberi dan saling memberikan perhatian, dukungan.
Saya sering sampaikan besar kecil itu bisa diukur. Berat ringan itu soal perasaan. Insyaallah yang besar ini tidak jadi berat.
Dan atas izin Allah, kita ini adalah bangsa yang berkali-kali melewati cobaan yang besar.
Cobaan besar itu terasa ringan saat kita gotong royong dan tawakal kepada Allah SWT.
Musuh kita hari ini adalah Sars Cov-2. Ini yang menyebabkan COVID.
Nah, langkah-langkah yang harus kita lakukan sudah jelas. Jangan sampai kita mengambil langkah-langkah yang menyebabkan kita berpihak pada virusnya.
Kita harus mengambil langkah-langkah yang berpihak pada sesama. Saatnya kita saat ini untuk bersatu, gotong royong melawan virus ini.
Kita berdoa kepada Allah SWT untuk mengangkat wabah ini.
Tapi bila Allah menakdirkan bila perjuangan melawan wabah ini masih akan berlangsung lebih lama, maka kita berdoa kepada Allah agar memberikan kekuatan, memberikan keringanan dalam kita menghadapi musuh yang tidak terlihat ini.
Insya Allah kita akan mampu melewati cobaan besar ini secara bersama-sama.
Semoga Allah SWT merahmati kota Jakarta, merahmati Nusantara, dan melindungi kita semua.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. (*)