TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memastikan oknum petugas medis berinisial EFY yang diduga melecehkan dan menipu penumpang pesawat bukan seorang dokter.
Hal itu disampaikan perwakilan IDI saat dimintai keterangan oleh pihak kepolisian terkait kasus tersebut.
Kepada kepolisian, IDI mengungkap EFY belum pernah mengikuti Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI).
"EFY memang lulusan salah satu universitas swasta di Sumatera Utara. Dia memang sarjana kedokteran. Tapi ada mekanisme untuk jadi seorang dokter. Pertama dia harus KOAS. itu sudah dilalui. Setelah KOAS harus ada UKDI. Ini yang belum dilakukan yang bersangkutan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus kepada wartawan, Selasa (29/9/2020).
Baca: Ajak Istri Siri, Pelaku Pelecehan Rapid Test di Bandara Soetta Kabur ke Kampung Setelah Kasus Viral
Lebih lanjut, dia menyampaikan EFY memang kerap mengklaim dirinya sebagai seorang dokter.
Bahkan saat menjadi petugas medis di Bandara Soekarno-Hatta, dia menuliskan gelarnya sebagai dokter.
"Karena sempat dia menulis di dalam papan namanya dia tulis dokter disitu. Padahal dia statusnya belum dokter karena masih sarjana kedokteran belum melalui mekanisme UKDI. Ini minimal awal UKDI itu untuk menyatakan dia dokter setelah lulus dari uji kompetensi dokter Indonesia," pungkasnya.
Untuk diketahui, insiden pelecehan dan pemerasan bermula ketika LHI mengunggah kicauannya di akun twitter miliknya @listongs.
Dalam uraiannya itu, LHI mengaku telah menjadi korban pelecehan dan pemerasan oknum petugas medis di terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.
"Sekitar beberapa hari yang lalu di mana si L ini melakukan cuitan di twitter bahwa pada saat yang bersangkutan mau berangkat ke Nias, di rapid tes dulu," ungkap Yusri.
Baca: Detik-detik Oknum Tenaga Medis Lakukan Pelecehan dan Peras Penumpang di Bandara Soekarno-Hatta
Baca: Kronologi Penangkapan Oknum Dokter yang Diduga Lakukan Pelecehan dan Pemerasan di Bandara Soetta
Namun, Yusri mengatakan hasil rapid tes LHI ternyata hasilnya reaktif.
Selanjutnya, oknum petugas medis tersebut menawarkan bisa mengubah hasil tes rapid tes itu asalkan diberikan sejumlah uang.
Usai memenuhi permintaan itu, oknum petugas medis diduga melakukan pelecehan terhadap korbannya.
"Si petugas kesehatan tawari untuk bisa diubah hasil rapid test nya dengan syarat harus disiapkan Rp 1,4 juta dan yang bersangkutan melakukan transfer. Tetapi lanjut dari situ dia dilakukan pelecehan," tukasnya.