TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peristiwa seorang balita meninggal saat dibawa mengemis oleh Ibu kandungnya di kawasan Pasar Bantar Gebang, Kota Bekasi, Kamis (26/11/2020) kemarin membuat iba banyak pihak.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi prihatin atas kasus meninggalnya balita AS (2) saat diajak mengemis oleh ibunya, NA (32).
Rahmat Effendi menganggap peristiwa tersebut sebagai kelalaian pihaknya dalam hal penertiban penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di Kota Bekasi.
“Saya turut berduka. Kan kehidupan ini macam-macam, mungkin ada satu kelalaian dari kita, ya antisipasi terhadap ketidakmampuan warga kita dalam hal ini Dinas Sosial,” ucap Rahmat saat ditemui di Gedung DPRD Kota Bekasi, Senin (30/11/2020).
Baca juga: Balita Berusia 2 Tahun Meninggal Digendongan Ibunya Saat Diajak Mengemis di Pasar Bantargebang
Rahmat Effendi atau Pepen menuturkan seharusnya kejadian tersebut bisa diantisipasi pihaknya apabila lebih dulu melakukan penjangkauan terhadap para PMKS.
Sejatinya, Dinsos Kota Bekasi memiliki program kepada para PMKS setelah mereka dijangkau oleh Satpol PP.
Mereka yang diamankan akan dibawa ke rumah singgah Dinsos untuk diberikan penyuluhan dan pelatihan.
“Tapi sebenarnya kita juga fasilitas, ada rumah singgah yang luar biasa. Mungkin itu kekhilafan dalam operasional, harusnya bisa terdeteksi, kan satpol di kecamatan kita ada. Sekali lagi, saya turut berduka,” ujarnya.
Sementara itu, Kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlinduangan Anak (DP3A) Kota Bekasi Makbullah menjelaskan bahwa orang tua korban, NA, mengkhawatirkan masalag biaya bila membawa anaknya yang saat itu sakit, untuk berobat ke puskesmas.
“Ibunya tidak paham bahwa berobat di puskesmas itu gratis. Korban sudah dalam kondisi sakit. Memang motivasinya mengemis untuk mencari uang,” tutur Makbullah.
Sedangkan Kepala KPAD Kota Bekasi, Rusham, menjelaskan, permasalahan PMKS utamanya didorong karena faktor kemiskinan masyarakat.
Terjadi Peningkatan Angka Kemiskinan di Kota Bekasi pada Tahun 2020
Berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), jumlah masyarakat miskin di Kota Bekasi pada 2019 lalu tercatat sebanyak 106.138 KK.
“Data tersebut terhitung sejak awal 2019 sampai Juli 2020,” kata Yeni Suharyani selaku Kepala Bidang Penanggulangan Masyarakat Miskin Dinas Sosial (Gulmakin Dinsos) Kota Bekasi saat ditemui di Kantor Dinsos Kota Bekasi, Senin (30/11/2020).
Sementara di tahun 2020 ini berdasarkan proses validasi dan verifikasi yang rampung pada Agustus 2020, jumlah masyarakat miskin yang terdaftar di DTKS mencapai 152.002 KK.
Yeni menjelaskan mereka yang terdata merupakan warga yang memiliki KTP Kota Bekasi.
“Mereka memang warga Kota Bekasi, ber-KTP Kota Bekasi. Terjadi kenaikan sekira 37 persen di tahun ini dibandingkan tahun lalu,” ujarnya.
Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, BIN Gelar Swab Test di Kompleks Taman Rafflesia Bekasi
Data warga miskin tersebut sudah dilaporkan ke Kementerian Sosial yang disahkan dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 146/HUK/2020 tentang Data Terpadu Kesejahteraan Sosial tahun 2020 Tahap Kedua.
Yeni menambahkan, sesuai dengan Peraturan Wali Kota Bekasi (perwal) nomor 109 tahun 2019 tentang Kriteria Warga Miskin di Kota Bekasi, terdapat 10 indikator yang menentukan seseorang bisa dikategorikan sebagai warga miskin yang terdaftar.
Polisi Sebut Tidak Ada Tanda Penganiayaan di Tubuh Korban
Menurut polisi, balita tersebut sudah dalam keadaaan sakit sejak beberapa hari sebelumnya.
Kabag Humas Polres Metro Bekasi Kota Kompol Erna Ruswing menjelaskan, bayi berusi dua tahun itu sakit sejak empat hari sebelum meninggal.
Namun, ibu dari Bayi tersebut, yakni Nur Astuti Anjaya (32), terpaksa tetap membawanya beraktivitas lantaran tidak ada orang yang merawatnya di rumah.
"Anak itu memang dari empat hari sebelumnya sudah sakit. Di rumah juga tidak ada orang yang jaga anaknya. Makanya dia bawa itu mencari nafkah," ujar Erna, saat dihubungi Minggu (29/11/2020).
Baca juga: Polisi Gadungan Peras Pembeli Tramadol di Bekasi: Selesai di Kantor Polisi atau Damai Rp 4 Juta
Baca juga: Geng Pandawa, Maling Modus Petugas Pertanahan Gadungan, Beraksi 24 Kali di Jakarta, Bogor, Bekasi
Erna mengemukakan, sang Ibu tidak membawa bayinya untuk diperiksa oleh dokter karena tidak memiliki biaya pengobatan.
Alhasil, Nur Astuti pun nekat mengajak sang anak untuk mengemis sehingga membuat kondisi bayinya semakin memburuk dan meninggal.
"Terus sehari-hari ibunya kan mengemis. Karena dia juga tidak ada dana untuk berobat," kata Erna.
Kronologi
Erna menjelaskan awal mula Nur Astuti menyadari anaknya, Anjaya Saputra (2) meninggal.
Ia mengatakan, awalnya sang ibu tengah menggendong sang anak sambil meminta minta di kawasan Pasar Bantar Gebang, Kamis (26/11/2020).
Di tengah aktivitas meminta-minta, Astuti baru sadar bahwa putranya yang bernama Anjaya Saputra sudah tak bergerak sama sekali.
"Jadi dia (sang anak) digendong sama ibunya dalam keadaan sakit. Digendong ibunya lagi minta-minta terus ibunya enggak tahu kalau anaknya sudah meninggal," kata Erna.
Baca juga: Ditinggal Orangtua Ibadah, Balita Tewas Terbakar saat Terjebak dalam Rumah yang Kebakaran
Sadar anaknya tak bergerak lagi, Astuti sempat membawa ke klinik terdekat. Ketika diperiksa, anak itu dinyatakan meninggal dunia.
Erna mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan di rumah sakit, tidak ditemukan bekas kekerasan di tubuh bayi berusia dua tahun tersebut.
"Informasi dari pak Kapolsek enggak ada. Dari RSUD, enggak ada indikasi kekerasan enggak ada," ujar Erna.
Baca juga: Seorang Ibu Diduga Bunuh Dua Anaknya yang Masih Balita, Kejiwaan Ibu Korban Diperiksa
Polisi pun sudah memintai keterangan dari sang Ibu dan tidak mendapati ada dugaan tindak pidana yang mengakibatkan Anjaya Saputra (2) meninggal dunia.
Saat ini, lanjut Erna, bayi tersebut sudah dimakamkan. Sementara sang ibu, yakni Nur Astuti Anjaya (32) yang sempat syok sudah mendapatkan perawatan.
"Sudah dikubur kok saat ini bayinya, orang tuanya juga sudah ditenangkan. Enggak ada dugaan tindak pidana," ungkapnya. (tribun network/thf/Tribunnews.com/Wartakotalive.com/Kompas.com).